Bab 16. Pesta Panen Raya

11 1 0
                                    

"Aku pasti memikirkan Rega karena dia terlalu mirip dengan Vale," gumam Ivana sembari mengigiti kukunya sendiri.

"Nona Liliya," panggil sebuah suara yang membuat Ivana langsung mendongakkan kepalanya dan tersadar dari lamunan. Si pemanggil pun tersenyum lebar ketika Ivana mendongakkan kepala dan menatapnya. "Saya perhatikan, sejak tadi Nona hanya diam di sini. Apakah Nona tidak menikmati acaranya?"

Ivana balas tersenyum dengan kikuk pada Rega. "Ah ... tidak. Bukan itu, aku hanya sedang kurang enak badan," jelas Ivana untuk mencari alasan. Akan tetapi, ternyata penjelasan Ivana tersebut berhasil membuat Rega berhenti tersenyum dan raut wajahnya seketika berubah menjadi khawatir.

Rega langsung berjongkok untuk menyejajarkan tingginya dengan Ivana yang sedang duduk di atas kursi. "Eh, apa yang kamu lakukan?" tanya Ivana yang terkejut dengan tindakan tiba-tiba Rega.

"Bagian mana yang sakit, Nona? Apakah Nona merasa pusing? Flu? Apa Nona perlu dokter? Jika iya, akan saya panggilkan."

Ivana menatap Rega dengan tatapan yang sedikit terkejut bercampur dengan bingung dan canggung. Kemudian Ivana mengangkat tanganya di depan wajah Rega. "Wow ... tenang, Tuan Rega. Aku baik-baik saja. Santai saja."

Sebuah senyum tipis timbul di bibir Ivana untuk meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. Lalu Rega menganggukkan kepala. "Baiklah kalau begitu. Bagaimana dengan mengantarkan Nona Liliya pulang untuk beristirahat?"

Ivana menghela napas sembari tersenyum, lalu dia pun menggelengkan kepala. "Tidak perlu, Tuan Rega. Bagaimana jika menemaniku berkeliling saja?" tawar Ivana karena dia tidak ingin Rega melanjutkan kekhawatiran dan kepanikannya. Takutnya hal tersebut akan mengundang perhatian bangsawan lain karena bahkan, beberapa bangsawan sudah memperhatikan mereka sejak Rega tiba-tiba berjongkok di depan Ivana.

Setelah mendengar tawaran Ivana, Rega pun langsung berdiri dan tersenyum lebar. "Baiklah kalau begitu." Rega kemudian memberikan tangannya untuk membantu Ivana berdiri.

Tentu saja dengan senang hati, Ivana menerima uluran tangan tersebut. Selanjutnya mereka lanjut berjalan dengan Ivana yang berpegangan pada lengan Rega. Mereka berdua pun berkeliling melihat-lihat hal-hal yang ditampilkan pada pesta panen raya dengan cukup banyak pasang mata yang memperhatikan.

"Tuan Rega, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Ivana yang masih teringat mengenai malam di rumah Tuan Peobi.

Rega menganggukkan kepalanya. "Tentu saja, Nona boleh bertanya apa saja kepada saya." Akan tetapi, sepertinya Rega sama sekali tidak memprediksi bahwa Ivana akan bertanya mengenai pesta di rumah Tuan Peobi malam itu.

"Apakah Tuan Rega masih mengingat tentang yang kita bicarakan di rumah Tuan Peobi saat pesta malam itu?" tanya Ivana dengan berbisik. Rega hanya diam begitu mendengar pertanyaan tersebut. Lelaki itu mengetahui apa yang dimaksud oleh Ivana. "Tentang ... kudeta–"

"Nona!" potong Rega dengan buru-buru. "Sepertinya, sekarang bukan waktu dan tempat yang tepat untuk membicarakan itu. Bukankah begitu?"

Rega menatap Ivana dengan senyum gugup di bibirnya. Ivana menghentikan langkah lalu balas menatap Rega dengan wajah datar. "Kalau begitu ... kita bisa berbicara di tempat lain. Bagaimana?"

"Tempat lain? Bukankah itu akan menimbulkan fitnah jika tiba-tiba kita pergi berdua saja meninggalkan tempat ini?" tanya Rega yang sebenarnya ingin menolak membicarakan perihal malam itu. Lelaki itu takut jika dia akan ketahuan membahas hal yang dilarang oleh ayahnya untuk dibahas.

"Kalau begitu, aku akan pergi terlebih dahulu dan kamu bisa menyusulku. Sepertinya ada satu tempat sepi yang cocok untuk kita berdua berbicara. Bagaimana?"

Namun, meskipun Rega takut ketahuan jika dia membicarakan sesuatu yang dilarang untuk dibicarakan. Sepertinya itu tidak masalah, jika dia membicarakan dengan Liliya. Lagi pula, Liliya adalah putri salah satu dari mereka ... dan tidak masalah, jika itu bisa membuat Rega lebih dekat dengan Liliya. "Di mana?"

"Saat berangkat tadi. Aku melihat sebuah bangunan tidak terbengkalai tidak jauh dari sini. Kamu hanya perlu menyusuri jalanan menuju rumahku dan aku akan menunggumu di depan bangunan itu karena sebenarnya bangunan itu mudah ditemukan."

Setelah mendengar apa yang dikatakan Ivana, Rega pun menganggukkan kepala. "Baiklah, Nona. Saya akan menyusul ... mungkin sekitar sepuluh menit setelah Nona Liliya meninggalkan tempat ini."

***

Ivana mengetuk-ngetukkan kakinya ke tanah selagi menunggu Rega. Mata perempuan itu terus menolehkan kepala ke barat. Melongokkan kepalanya, siapa tau dia melihat Rega dari kejauhan. Cukup lama, sampai kemudian secara tiba-tiba, seseorang menepuk pundak Ivana dari belakang.

"Tuan Rega?" ucap Ivana sembari menolehkan kepala.

"Rega? Jadi setelah memutuskan hubungan denganku, kamu memilih bangsawan Hinton?" Ivana tidak pernah menduga bahwa dirinya akan bertemu dengan Leighton selagi menunggu Rega. Jujur saja, ada sedikit rasa takut saat Ivana harus menghadapi Leighton sendirian di tempat sepi seperti ini. Bagaimana jika lelaki itu membunuh Liliya?

"Memangnya kenapa? Apa urusanmu jika aku sekarang bersama Tuan Rega? Kita sudah tidak memiliki urusan apa pun lagi, Leighton. Aku tidak ingin bersamamu lagi." Perlahan Ivana mengambil langkah mundur untuk memberi jarak antara dirinya dan Leighton.

"Kamu tidak bisa begitu, Li."

Ivana mengerutkan dahinya sembari menaikkan salah satu alis. "Kenapa tidak? Aku berhak memilih dengan siapa aku ingin bersama dan kamu tidak berhak memaksakan pilihanku. Apa lagi sampai memaksaku untuk bersamamu."

Leighton mengambil satu langkah maju untuk mendekat saat menyadari bahwa perempuan di depannya bergerak menjauh. "Kamu yakin aku tidak bisa memaksamu, Li?" tanya Leighton sembari sedikit berbisik.

"Ya, aku yakin." Leighton menggelengkan kepala pelan setelah mendengar jawaban Ivana.

"Apakah kamu lupa bahwa aku mengetahui dan menyimpan rahasia tentang keluargamu ... terutama ayahmu?" Ivana perlahan melebarkan matanya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Leighton.

"Apa yang kamu ketahui?" tanya Ivana dengan matanya yang melebar penuh keingintahuan.

"Hah? Apakah kamu pura-pura lupa?"

"Katakan padaku, apa yang kamu ketahui?" paksa Ivana agar Leighton mengatakan apa yang dia ketahui.

Kini gantian Leighton yang bergerak mundur untuk menjauhi Ivana. "Tentang ... kudeta," bisik Leighton lalu menatap Ivana dengan senyum miring yang terukir di atas bibirnya.

"Bagaimana kamu mengetahui tentang hal itu? Apa lagi yang kamu ketahui?" Ivana mendesak Leighton untuk mengatakan semuanya. Akan tetapi, tidak semudah itu.

"Oh, tetapi maafkan aku, Liliya. Aku juga memiliki hak untuk memilih tidak memberitahumu apa pun. Jadi ... semoga beruntung dengan nasib keluargamu," ucap Leighton sebelum langsung pergi begitu saja.

"Leighton! Berhenti!" teriak Ivana yang kesulitan untuk mengejar Leighton karena gaunnya.

"Nona Liliya!" Terdengar suara Rega memanggil nama Liliya saat Ivana baru akan melangkahkan kakinya mengejar Leighton. Sehingga Ivana pun menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Rega yang tinggal berjarak beberapa langkah darinya. "Apa yang terjadi? Kenapa tadi saya melihat Leighton? Apakah kamu baik-baik saja?"

Rega bertanya kepada Liliya dengan napas yang sedikit tersengal-sengal. Lelaki itu tadi berlari menghampiri Liliya saat melihat Leighton. Rega takut bahwa mantan kekasih Liliya itu akan melakukan hal yang tidak-tidak dan membahayakan lagi.

Liliya menggelengkan kepala. "Aku tidak apa-apa, Tuan Rega. Tenang saja."

"Lalu apa yang orang itu lakukan di sini tadi?" Rega lagi-lagi memberikan tatapan khawatir kepada Liliya. Lalu tiba-tiba Rega meraih salah satu tangan Liliya dan menggenggamnya. Hal tersebut cukup memberikan sedikit efek yang terasa seperti sengatan listrik bagi Ivana. "Nona yakin jika dia tidak macam-macam?"

"Tidak, Tuan Rega," jawab Ivana sembari tersenyum tipis. "Dia tidak melakukan apa-apa, tetapi dia sepertinya mengetahui sesuatu tentang kudeta."

--Enjoy the words!

The Past of LiliyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang