Ivana bukanlah tipikal orang yang senang mempelajari sejarah, tetapi Vale adalah orang yang suka belajar sejarah. Lelaki itu senang bercerita kepada Ivana tentang sejarah yang dia ketahui. Apa pun itu, mulai dari zaman pra sejarah sampai zaman kerajaan-kerajaan. Vale juga terkadang mengajak Ivana menonton film dokumenter yang mengandung unsur sejarah.
Hal ini membuat Ivana sedikit banyak mengetahui tentang sejarah, terutama sejarah mengenai kota kelahirannya. Akan tetapi, Ivana belum pernah sama sekali mendengar cerita adanya kudeta di dalam sejarah. Sedangkan sekarang, dirinya di dalam raga Liliya sedang berada di dalam ruangan berisi orang-orang yang sedang merencanakan kudeta.
“Nona, ayo. Saya sudah selesai,” ucap Rega untuk mengajak Liliya keluar dari ruang rapat rahasia tersebut.
Kemudian Vale menggandeng tangan Liliya untuk keluar dari ruangan. Sebenarnya Ivana masih ingin berlama-lama di ruangan tersebut, tetapi perempuan itu mengurungkan niatnya saat melihat tatapan tidak suka dari George. Ivana takut dengan pria itu, tetapi pada saat bersamaan dia juga muak dan jika bisa ingin rasanya mencolok mata pria itu.
“Apa yang mereka bahas, Rega?” tanya Ivana kepada Rega saat mereka berjalan beriringan di lorong untuk kembali ke ruang pesta.
“Sstt.” Rega meletakkan satu jari telunjuknya di depan bibir. Memberi isyarat pada Ivana–Liliya dalam sudut pandang Rega–agar diam. “Jangan keras-keras, Nona. Pembicaraan mereka seharusnya menjadi rahasia. Dan sebagai keluarga, kita harus merahasiakan rahasia mereka.”
Spontan saja Ivana menutup mulutnya rapat-rapat. Akan tetapi, sejenak kemudian, sebuah pertanyaan kembali meluncur dari mulut perempuan itu. “Memangnya kenapa?”
“Saya tidak bisa menceritakannya, tetapi yang jelas itu bukan sesuatu yang baik dan jika bisa menentang, saya akan memilih untuk menentangnya.”
***
“Saya tidak bisa menceritakannya, tetapi yang jelas itu bukan sesuatu yang baik dan jika bisa menentang, saya akan memilih untuk menentangnya.”
Jawaban Rega itu cukup membuat Ivana overthinking. Bahkan memikirkannya semalaman setelah pesta berakhir dan semua orang telah kembali ke rumah mereka masing-masing. Ivana semakin merasa ada yang tidak beres.
Malam sudah semakin larut, tetapi Ivana masih terduduk di kursi di dalam kamar Liliya. Sementara itu buku harian Liliya terbuka di atas meja. Isinya hanya tentang Liliya dan cintanya terhadap Leighton. Sungguh tidak berguna bagi Ivana.
Ivana menyandarkan punggungnya lalu memejamkan mata sejenak. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Otak Ivana rasanya benar-benar tidak bisa diam sejenak saja saat ada sesuatu yang menurut perempuan itu salah.
Kemudian perlahan, Ivana berusaha merunutkan segala hal yang membuatnya bingung selama beberapa hari terakhir. Pertama adalah saat Ivana masih di dalam raganya sendiri. Ivana berusaha mengingat kembali hal-hal yang membuat jiwa perempuan itu berpotensi terlempar ke dalam raga Liliya.
Saat itu Ivana sedang mengecek lukisan The Smile You Gave. Kemudian Ivana berdebat dengan seorang kurir. Lalu Ivana bertemu dengan Vale. Kemudian, Ivana terjatuh saat mengecek figura. Setelah itu Ivana terbangun di dalam raga Liliya … tunggu dulu! Ivana merasa seperti ada yang terlewatkan.
Ivana kembali membuka matanya. Perempuan itu menatap ke luar jendela dengan mata berkerut. Rembulan di luar sana tampak indah, purnama yang sempurna. Sayangnya, Ivana bukan sedang menatap sang rembulan. Mata Ivana menatap lebih jauh ke depan. Berusaha mengingat sesuatu yang dia lewatkan.
"Kenapa aku berdebat dengan kurir itu?" Ivana mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk. Lalu mata Ivana bergerak untuk menatap hal lain. Mata perempuan itu berhenti pada cermin di kamar Liliya yang memantulkan wajah sang objek lukisan.
Kemudian sebuah jentikan jari terdengar. "Ah benar juga, karena lukisannya," gumam Ivana yang akhirnya teringat alasan dia berdebat dengan si kurir.
Ivana sedang mengomentari lukisan The Smile You Gave, kemudian entah dari mana datang lah si kurir yang mengomentari tindakan Ivana. Perempuan itu berdecak kesal saat mengingatnya. "Dasar! Sok tau! Mana pakai acara nyumpahin segala." Ivana tampaknya masih dongkol dengan sikap si kurir yang bahkan sampai menyumpahi Ivana akan merasakan apa yang Liliya rasakan.
Saat Ivana sedang sibuk berpikir, tiba-tiba suara ketukan menyadarkan perempuan itu. Tok, tok, tok. Ivana nyari terlonjak kaget, kemudian mengalihkan pandangan pada ke asal suara yang asalnya dari jendela. Ketika kembali menatap ke arah jendela, di sana sudah terdapat setangkai bunga yang tergeletak di atas kisi-kisi jendela.
Penasaran, Ivana menghampiri bunga tersebut. Setangkai bunga lili? Ivana mengerutkan dahinya. Ivana melongokkan kepala keluar jendela. Menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak ada siapa pun. Lalu saat diangkatnya setangkai lili itu, terdapat sesuatu yang diikatkan pada pangkal tangkainya. Sebuah gulungan kertas.
Ivana pun membawa bunga lili tersebut kembali ke tempatnya tadi duduk. Kemudian dia membuka gulungan kertas yang sudah dilepaskannya dari pangkal tangkai bunga lili tersebut. Ivana merasa memiliki firasat tentang siapa yang memberikan bunga lili itu.
Kemudian firasat Ivana itu terjawab setelah membaca tulisan yang terdapat pada gulungan kertas tadi. "Liliya, bisakah kita kembali bersama? Aku masih mencintaimu. Sangat mencintaimu. Katakan kepadaku apa salahku, aku akan memperbaikinya sehingga kita bisa kembali bersama." Tidak ada nama pengirim, hanya beberapa baris tulisan itu. Akan tetapi, jelas tidak mungkin orang lain selain Leighton yang mengirimkannya.
Ivana menghela napas. Lama-lama Ivana jadi risih dengan sikap Leighton. Ivana pun berdiri dari tempatnya duduk, diremasnya gulungan kertas tadi hingga tidak terbentuk. Tidak lupa Ivana juga membawa tangkai lili yang ikut dibawa menyertai gulungan kertas.
Setelah itu, Ivana celingukan mencari tempat sampah. Akan tetapi, tidak ada. Sehingga asal saja Ivana melemparkan tangkai bunga lili itu ke lantai serta gumpalan tidak beraturan kertas tadi. Saat itu lah gumpalan kertas terlempar ke bawah lemari baju.
Namun, gumpalan kertas itu kembali terlempar keluar. Seolah ada sesuatu di bawah lemari yang membuat kertas itu terpental kembali keluar. Ivana yang penasaran pun mengecek ke bawah lemari dengan mengulurkan tangannya. Lalu sebuah buku berhasil Ivana tarik keluar dari bawah sana.
Buku itu sedikit berdebu, tetapi tidak terlalu kotor. Seolah baru-baru ini baru diletakkan cukup lama di bawah lemari. Buku itu tampilan luarnya sama persis dengan buku harian Liliya yang isinya tentang Leighton. Dengan penasaran, Ivana pun membawa buku tersebut lalu meletakkannya ke atas meja setelah menutup buku harian Liliya tentang Leighton.
"Buku apa lagi ini? Kenapa disembunyikan?" gumam Ivana sembari membersihkan debu yang berada pada bagian luar buku tersebut.
Setelah dirasa cukup bersih, Ivana pun membuka halaman pertama buku tersebut yang di atasnya terdapat sebuah kalimat pembuka seperti pada buku harian tentang Leighton. "Aku lelah, putus asa, dan menginginkan kematian."
Uhuk! Ivana tersedak ludahnya sendiri setelah membaca kalimat itu. Ivana tidak pernah membayangkan bahwa Liliya yang mungil dan wajahnya yang tampak polos akan menuliskan sesuatu seperti itu. Setelah itu dengan rasa penasaran yang semakin tinggi, Ivana kembali membalik halaman buku tersebut.
"Ternyata cukup melegakan saat aku menuliskan perasaanku tentang Lei. Jadi aku ingin mencoba juga untuk mengungkapkan perasaan lainnya. Tentu saja pada kertas yang berbeda. Aku tidak ingin perasaan sedihku mengotori cerita tentang perasaan cintaku kepada Leighton."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past of Liliya
FantasíaIvana terlempar ke masa lalu dan jiwanya masuk ke dalam raga Liliya-objek dalam lukisan The Smile You Gave. Sebuah mimpi membuat Ivana berasumsi bahwa untuk kembali ke masa depan, dirinya harus menyelesaikan urusan Liliya dan menyelamatkan Liliya da...