#56 Cookies

392 37 19
                                    

"Makasih buat daging baladonya kemarin." Aku berujar demikian sesaat setelah mengambil perhatian Jeno yang ada di depan kelasnya. Sambil mengulurkan kotak makan siang milik laki-laki itu aku tersenyum, mencoba untuk bersikap biasa saja meski tahu ada hal yang tidak biasa dari tatapan sosok itu.

Jeno tampak gelagapan, namun ia bisa menstabilkan kembali ekspresi wajahya setelah berdehem singkat. Hubungan antara aku dan Jeno sejak SMP sebenarnya tidak bisa dikatakan harmonis, meski dia adalah teman pacarku saat itu—Mark. Jadi ketika dia tiba-tiba memberikan atensi padaku hingga dengan suka rela memberikan bekal, rasanya cukup canggung untuk memberikan respon yang pantas.

"Harusnya pura-pura nggak tau aja, gue kan udah nulis di note-nya buat taruh di laci meja aj—eh, ada isinya?" katanya sedikit terkejut saat menerima kotak bekal itu. Jeno membuka tutupnya, tersenyum saat ada banyak cookies di dalamnya. "Lo bisa bikin cookies?" komentar Jeno sambil mengigit salah satu kue kering itu.

"Tapi kenapa rasanya familiar, ya?" Ketika mengatakan itu dahi Jeno mengerenyit, membuat aku terkikik.

Puas menertawai laki-laki itu aku lantas memintanya untuk tidak berpikir terlalu serius kemudian berusaha untuk meluruskan hal yang mungkin bisa dikategorikan sebagai kesalahpahaman, "Aku nggak bisa masak, di rumah juga nggak ada yang bisa masak kecuali seseorang. Tapi rasanya nggak sopan aja ngembaliin kotak bekal kamu tanpa diisi apa-apa, jadi sebelum kesini aku mampir warung buat beli cookies Goodtime." Jelasku pada Jeno. Sebenarnya aku sudah bersiap menerima decakan kesal dari Jeno, atau hal-hal negatif yang umumnya ditunjukan oleh laki-laki itu. Tapi yang aneh, aku hanya melihat kekehan kecil yang tampak coba ditahannya mati-matian.

Hal-hal yang ditunjukkan Jeno ini, entah kenapa membuat aku mempertanyakan apakah sosok di hadapanku benar-benar teman dekat Mark yang super jutek itu atau bukan.

"Salamat pagi."

Belum selesai pemikiranku mengenai Jeno, sapaan ramah dari suara merdu yang khas itu muncul. Aku dan Jeno menoleh sebagai formalitas, kemudian membalas sapaan dari Om Jaehyun dengan keramah-tamahan yang palsu. Namun sosok itu tidak lantas pergi setelah menerima salam dari kami, malah menghentikan langkahnya sambil menatap isi kotak makan siang milik Jeno. "Bapak mau?" laki-laki itu menawarkan cookies Goodtime pemberianku. Om Jaehyun menggeleng sambil tersenyum, menolak dengan alasan meski cookies itu terlihat enak tapi dia tidak mengurangi camilan pagi Jeno.

Jeno tidak memaksa, hingga akhirnya percakapan di koridor itu berlanjut karena perhatian yang diberikan Jeno pada gantungan kunci di tas milik Oom-ku. "Bapak suka Captain America?"

Yang ditanya bergerak untuk melihat karakter superhero yang tergantung di tasnya itu, sambil menjawab "Iya," dia memberikan tatapan mata padaku. Seolah bisa menebak bahwa sebelumnya akulah pelaku yang mungkin iseng menggantungkannya di sana. Untuk informasi tambahan, antara aku dan Papa memang tahu sejak lama bahwa Om Jaehyun sangat menyukai karakter superhero itu. Sebab dari cerita yang Papa bagikan secara rahasia, tas sekolah pertama Om Jaehyun yang diterimanya dari Kakekku—Ayah kandung Papa, sekaligus Ayah angkat Om Jaehyun, adalah tas dengan karakter Captain America. Sejak itu jika ditanya siapa superhero favoritnya maka Captain Amerika adalah nama yang akan buru-buru dia sebutkan.

"Makasih." Gumam sosok Oomku pelan, namun masih bisa sampai terdengar oleh aku maupun Jeno. Aku tidak menanggapi hal itu, pura-pura tuli agar bisa meminimalisir interaksi dengan Om Jaehyun. Jeno yang melihat itu bingung, dia mengacungkan jari telunjuknya sambil menerka-nerka apakah kami sedang perang dingin. Diberi pertanyaan seperti itu aku melotot, kemudian kemudian pergi setelah dengan sebal kembali mengucapkan terima kasih atas makanan yang diberikan Jeno kemarin.

"Daging balado dari kamu enak, lebih enak dari yang biasa aku makan." Pujiku dengan maksud tersirat. Dari sudut mataku aku melihat bahwa Om Jaehyun menoleh padaku dengan cepat, seolah umpan yang aku berikan telah digigitnya dengan baik. Aku menahan senyum dalam diam, puas melihat respon itu, kemudian berlalu pergi dengan santai.

.

.

.

Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hai Om! ▪Jaehyun▪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang