Sebagai konsekuensi dari aksi menghindarku dari Om Jaehyun, langkah pertama yang aku lakukan yaitu menolak jemputan ataupun ajakan pulang bersamanya. Sehingga disinilah aku sekarang, duduk di tempat dudukku di kelas sambil melamun sebab bingung akan melakukan apa sebab datang pada saat sekolah masih sepi tanpa ada rencana kegiatan seperti untuk berkumpul sebelum turnamen futsal. Sesekali aku menguap, mengelilingi kelas dengan random, sekedar menengok tempat sampah kelas atau meja guru untuk melihat apakah aku punya sesuatu untuk dikerjakan. Tapi, bukannya menemukan sesuatu untuk dikerjakan, aku malah menemukan hal lain. Sebuah bunyi, dari perutku. Alias, rasa lapar mulai datang.
Oke, itu salahku karena melewatkan sarapan karena takut Om Jaehyun akan datang di tengah acara makan dan menggagalkan aksi menghindari sosoknya. Tapi itu bukan hal besar, sekolahku punya Ibu kantin hebat yang sudah siap berjualan sejak pagi-pagi buta. Oleh karena itu, dengan sigap aku mengambil uang di kantung tas, lantas pergi keluar dari kelasku bersiap untuk mengisi perut yang sudah mulai bernyanyi.
Beberapa langkah pertama aku masih berani berjalan dengan percaya diri, sebab tahu bahwa wilayah ruang guru berada jauh dari kantin, sehingga kesempatanku untuk bertemu Om Jaehyun tentu akan lebih kecil, ditambah sosok Oomku hampir selalu menyempatkan sarapan masakan rumah sebab tidak terlalu suka untuk jajan di kantin. Tapi entah bagaimana aku masih bisa melihat sosok tegap itu saat di koridor, seolah pertemuan kami tidak bisa dihindarkan. Reflek saja mataku melotot ketika menyadari sosok di seberang adalah Om Jaehyun, sepasang kakiku itu mengerem mendadak dan aku butuh tempat untuk bersembunyi sekarang.
Menoleh kesana-kemari, aku melihat ruang kelas dua belas yang kerap dibilang haram untuk dimasuki adik kelas tanpa kepentingan yang jelas sebab senioritas di sekolah yang masih kuat, juga ruang perpustakaan yang ada beberapa langkah di depanku. Tidak ada pilihan lain, aku memberanikan diri untuk melanjutkan langkah, kemudian berbelok dengan tajam masuk ke dalam perpustakaan, dengan harapan Oomku itu segera pergi sehingga aku bisa melanjutkan perjalanan ke kantin.
Penjaga perpustakaan yang tampaknya melihat gelagat anehku langsung bertanya, apa yang aku butuhkan dengan raut penasaran. "Ah, itu saya nyari buku paket matematika kelas sebelas, punya saya ketinggalan jadi mau pinjam."
"Buku paket ada di rak ujung sebelah kiri, kamu ambil sendiri, ya? Saya mau ketoilet sebentar." Ujarnya tampak sedikit terburu-buru. Aku yang awalnya hanya membuat alasan mengangguk saja, lalu berjalan ke rak yang ditunjuk. Berniat bersembunyi sebentar di sana.
Aku melihat deretan buku di perpustakaan secara sembarangan, rak yang menyimpan novel-novel terjemahan dengan tebal kira-kira empat senti meter membuat aku mengerenyit terkejut membayangkan ada orang yang benar-benar membaca semua deretan kata itu. Apalagi saat melihat buku-buku ilmu pengetahuan dengan tebal serupa, benar-benar tampak mengerikan. "Apa buku-buku begini kali ya yang dibaca sama orang-orang pinter macem Jeno." Aku bergumam sambil menyentuh buku-buku itu, sebelum akhirnya segera pergi ke sudut untuk mencari buku paket matematika yang aku jadikan alasan untuk kemari.
Saat aku sedang dengan teliti mencari buku paket itu, sebuah suara tiba-tiba muncul dari belakang. "Sebelah kanan kamu." Aku yang sadar suara milik siapa itu tidak langsung berbalik, sibuk meruntuki diri sendiri karena pada akhirnya harus tetap bertemu dengan Om Jaehyun. Menoleh ke tempat yang dimaksudnya aku menemukan buku paket matematika yang aku cari. Lalu dengan perlahan menarik salah satunya, berharap dengan begitu punya kesempatan untuk mengulur waktu berhadapan dengan sosok di belakang.
"Anya." Dia memanggil. Membuat aku menunduk, sebelum akhirnya menganggapi panggilan itu dengan pertanyaan, "hm?" singkat.
"Dasi kamu ketinggalan, saya datang mau ngasih ini ke kamu." Om Jaehyun berujar dengan tenang, berbeda denganku yang sudah pusing karena campuran perasaan malu dan senang yang aneh.
Dengan perlahan sosoknya membalik tubuhku sehingga kami bisa saling berhadapan, Dia mengalungkan dasi milikku itu, tampak ingin memakaikannya. Aku dengan cermat melihat gerakan tangan Oomku, namun sesekali menyempatkan diri untuk mengintip bagaimana raut wajah yang dimunculkan olehnya. "Soal yang semalem, saya harap kamu cuma main-main." Om Jaehyun berucap dengan wajah datarnya yang biasa terpasang saat dia marah. Aku mendengus, sekali lagi merasa sakit hati.
.
.
.
Tbc
_
Hola! Udah lama work ini dianggurin.
Btw, gimana menurut kalian karakter Jaehyun sampai sini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Om! ▪Jaehyun▪
Fanfic"Ya Tuhan, Maafin Anya karena udah suka sama Om Jaehyun"-Anya . .