#35 Permen cokelat

673 97 4
                                    

Di jam istirahat makan siang ruang guru masihlah sesibuk jam-jam kerja, banyak yang memilih makan di sana karena masih harus menyelesaikan pekerjaan mereka sebelum pergi ke kelas di jam kerja, bahkan yang tidak beruntung harus menunda makan siang mereka. Hanya ada sedikit meja guru yang ditinggal pemiliknya dengan keadaan rapi, dan salah satu dari meja itu adalah milik oomku, alias Pak Jaehyun.

Aku yang berada di ruang guru setelah dipanggil oleh pak Johnny berakhir memperhatikan satu demi satu benda yang ada di meja pak Jaehyun. Meja mereka bersebelahan, cukup dekat sehingga aku bisa dengan mudah mengidentifikasi benda apa saja yang ada di sana, sementara pelatih futsal sekaligus guru olahragaku itu masih sibuk mengomeli salahsatu siswa yang membolos di jam mata pelajarannya.

Tumpukan buku tugas siswa, kotak pensil, laptop, satu toples permen cokelat--

"Maaf, Nya. Saya ngeganggu waktu makan siang kamu." Ketika pak Johnny tiba-tiba mengalihkan perhatiannya padaku aku sedikit linglung karena tenggelam dalam lamunanku, tapi untung saja itu tidak bertahan terlalu lama.

Aku latas menjawab, "Nggak apa-apa, Pak."

Sudut-sudut bibir Pak Johnny terangkat meskipun matanya tidak memperlihatkan jika ia tersenyum dengan tulus. Ia melanjutkan, "Anya, saya tahu betul gimana kemampuan kamu di lapangan. Kamu hebat, rajin, dan tekun, itu kenapa saya milih kamu buat jadi kapten tim futsal putri."

"Tapi sejujurnya beberapa hari belakangan saya merasa kamu nggak bersemangat kayak biasanya, apalagi setelah kejadian di pertandingan kemarin. Kamu kelihatan terganggu sama banyak hal, dan saya rasa sebaiknya kamu istirahat dulu. Buat pertandingan lusa, nggak apa-apa kan kalo Vika mimpin tim buat ngegantiin kamu?"

Mendengar itu sebenarnya aku ingin protes, merasa tidak adil karena diperintahkan untuk tidak ambil bagian dalam pertandingan semi final. Tapi, mengingat bagaimana situasi di lapangan kemarin dan bagaimana tiap keputusan besar maupun kecil yang diambil pak Johnny tidak pernah mengecewakan tim, aku tidak bisa berkutik. Hanya bisa tersenyum kecut sambil mengangguk.

Aku teringat kembali slogan yang disuarakan tim futsal ketika promosi ekstrakulikuler waktu masa orientasi siswa. Slogan yang membuat aku tidak ragu masuk tim futsal hingga menyukai bola, lapangan, dan keringat kerja keras, Futsal bukan cuma soal kamu, tapi soal kita.

Siang itu aku menyadari jika tidak adanya aku di lapangan bukan berarti tim sekolah kami tidak bisa menang, aku diam-diam meruntuki diri sendiri karena terlalu percaya diri sampai lupa slogan yang membuat aku melemparkan diri ke lapangan yang dipenuhi tatapan banyak orang yang sebelumnya sangat aku benci.

Pak Johnny benar, aku sepertinya harus istirahat dulu dari lapangan karena ada beberapa hal yang perlu diselesaikan dengan segera.

Di koridor aku melihat pak Jaehyun dengan kotak makan siang miliknya, kelihatannya baru saja kembali dari kantin untuk makan siang. Kami berpapasan, aku menyapanya tapi dia hanya melirik singkat sambil memberikan senyum datarnya sambil berlalu, terlihat terlalu mendalami peran kami sebagai guru-murid yang hanya saling kenal ketika di kelas.

Tapi baru beberapa langkah melewatiku, suaranya yang merdu memanggil namaku dengan nada datar tanpa emosi, membuat aku lantas menoleh dan menatap sosok itu tepat di kedua matanya.

Tangan kanannya yang memegang kotak makan siang bergerak, mengeluarkan jari telunjuknya untuk mengarahkannya ke lantai dekat kaki milikku. Aku mengikuti pandangannya, lantas mendapati lima buah permen cokelat tergeletak di sana.

"Kamu ngejatuhin itu," katanya dengan beberapa penekanan, seolah meminta aku memungutnya sehingga ia bisa pergi dengan tenang.

Aku merendahkan tubuhku untuk mengambilnya, namun juga bingung karena tidak merasa memiliki permen itu. Tapi ketika melihat dengan lebih seksama, aku sadar jika permen cokelat itu punya merek yang sama dengan permen cokelat di meja pak Jaehyun, kembali aku mengangkat kepala untuk menatapnya, dan sebuah senyum manis yang dipahat di wajahnya membuat kerutan di dahiku mengendur.

Pak Jaehyun, oomku itu pergi dengan cepat setelah melihat sudut-sudut bibirku yang ikut terangkat. Aku mengantongi empat bungkus permen cokelat itu, melahap salahsatunya kemudian pergi ke kelas dengan senyum yang sulit luntur.

.

.

.

Tbc

Hai Om! ▪Jaehyun▪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang