Hari ini ulangan harian matematika, hal yang paling ditakuti oleh semua murid normal di sekolah kami. Pak Jaehyun sudah duduk di kursinya yang berada di depan kelas, sibuk menyiapkan lembaran soal. Tapi teman sebangku ku, Jaemin masih belum terlihat sosoknya.
Sepertinya hari ini dia terlambat, karena semalam dia bilang akan menginap bersama teman-temannya di rumah Mark karena mantan pacarku itu berulangtahun.
Pak Jaehyun sudah siap membagikan lembar soal, dan tepat ketika itu sosok Jaemin dengan napasnya yang terengah-engah masuk kedalam kelas kami. Aku diam-diam mengucap syukur karena teman baikku itu tidak telat di ulangan harian matematika pertama kami.
"P-pagi pak," Jaemin mengucap salam, berniat untuk masuk ke kelas setelah menyalami Pak Jaehyun. Tapi sebelum Jaemin menyentuh tangan milik wali kelas kami, sosoknya sudah terlebih dahulu mengeluarkan aura menyeramkan hingga membuat Jaemin mengurungkan niatnya.
Pak Jaehyun lalu bertanya, "Kamu sudah ke guru piket?"
Jaemin terlihat gusar, dia sesekali melirikku karena bingung harus menjawab pertanyaan Pak Jaehyun bagaimana. Aku memperlihatkan arloji yang aku pakai, sekarang belum lewat sepuluh menit seharusnya Jaemin bisa masuk kelas tanpa surat dari guru piket.
"Saya belum ke guru piket, Pak. Saya kira ini belum lebih dari sepuluh menit." Kata Jaemin setelah mengerti kode yang aku berikan.
Tapi Pak Jaehyun yang kesal sepertinya tidak menoleransi hal itu, dia mengibaskan tangannya pada Jaemin. Memerintahkannya untuk keluar dari kelas. "Baik telat lebih dari sepuluh menit atau bahkan hanya satu menit. Saya tetap nggak bisa menoleransi murid yang telat" katanya.
Aku melongo, beberapa teman sekelasku berbisik-bisik. Sementara Jaemin kembali melirik padaku, mencoba meminta bantuan sekali lagi. Tapi sebelum aku memikirkan hal lain untuk membantunya, suara berat Pak Jaehyun menakuti kami.
"Keluar," katanya penuh penekanan.
Jaemin terlihat kesal menatap Pak Jaehyun, kemudian lekas pergi dari kelas. Ia menutup pintu kelas hingga menimbulkan suara yang lumayan keras, sepertinya ingin menunjukkan jika dia benar-benar kesal karena sikap Pak Jaehyun.
Lembaran ulangan harian lalu dibagikan, teman-temanku yang lain sudah tidak punya waktu untuk membicarakan ketidakadilan yang didapat Jaemin. Kini mereka dan aku sendiri harus sibuk bergelut dengan soal-soal matematika yang super sulit.
Aku masih sesekali melirik ke arah pintu, memastikan jika Jaemin akan baik-baik saja karena toh dia akan mendapatkan ulangan susulan.
Selama dua semester berada di kelas yang sama dengannya, Jaemin memang murid paling mahir matematika di kelas kami, meskipun begitu kemahirannya belum bisa membawa nilainya untuk berada di atas KKM. Dia bodoh, tapi tidak sebodoh kami dan aku cukup bangga dengan temanku itu.
Pak Jaehyun yang mungkin sadar jika aku masih menatap kearah pintu mengetukkan spidol di mejanya, sambil mengatakan jika kami harus fokus.
Aku tahu hal itu sebenarnya ditujukkan padaku karena meskipun kalimatnya seolah diucapkan untuk kami semua, tatapan matanya mengarah padaku. Pak Jaehyun terlihat tidak senang, dan aku yang tidak ingin diusir dari kelas seperti Jaemin hanya bisa menundukkan kepala, berpura-pura fokus dengan soal-soal ulangan harian matematika dihadapanku.
.
.
.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Om! ▪Jaehyun▪
Fiksi Penggemar"Ya Tuhan, Maafin Anya karena udah suka sama Om Jaehyun"-Anya . .