#41 Bukan

456 81 2
                                    

Aku, Om Jaehyun, Miss Wendy, dan Jeno, empat orang dari kami semuanya tenggelam menikmati pertandingan. Sejenak kami bahkan melupakan percikan-percikan api dalam hubungan kami, terlalu terbawa suasana pertandingan yang memanas hingga akhirnya bersama-sama bersorak, juga saling menawarkan telapak tangan untuk highfive ketika tim andalan kami berhasil mencetak gol.

Yah, seperti yang diharapkan dua tim futsal sekolah kami berhasil memasukki babak final meski tim futsal putri harus kehilangan penyerang andalan kami di pertandingan kali ini. Rosa, gadis dengan tampilan tomboy itu cidera karena permainan tim lawan yang cukup agresif, membuat beberapa anggota tim supporter dari sekolah kami hampir kehilangan kesabaran karena hal ini.

Sesaat tadi banyak makian dan umpatan kotor yang mengudara, tapi semuanya terbungkam dengan cepat ketika Oomku dan Miss Wendy bersamaan mengeluarkan suara mereka untuk menengahi perdebatan yang cukup sengit itu. Duo guru killer itu ada di sini untuk mengawasi mereka, siapa juga yang berani untuk keluar jalur dengan mempertaruhkan ketenangan hidup mereka di sekolah?

Semua yang disana langsung bungkam, diam seribu bahasa. Hanya bisa diam-diam mengumpat lewat tatapan mata mereka.

Ketika pertandingan berakhir, semua orang langsung menghambur ke lapangan. Tim lawan yang kalah oleh kami buru-buru pergi keluar, membiarkan kami menikmati suasana kemenangan hari ini.

Aku langsung mencari keberadaan Pak Johnny untuk menanyakan keadaaan Rosa, dan kebetulan ketika menemukan sosok bertubuh tegap itu aku juga melihat Jaemin di dekatnya. Wajah Pak Johnny terlihat masam ketika melihat ke arah kerumunan yang ada di hadapannya, aku mencoba menoleh dan mendapati jika pelatih futsal sekaligus guru olahragaku itu tengah menatap murid-murid yang tengah mengerumuni Om Jaehyun dan Miss Wendy.

"Nggak di GOR, nggak di sekolah selalu aja nempelin Miss Wendy. Cih! Bikin sakit mata." Ketika aku sampai di depan dua laki-laki itu aku bisa mendengar dengan jelas Pak Johnny yang sedang mendumel kesal.

Pak Johnny yang melihat aku datang buru-buru merubah ekspresinya, dia tersenyum kemudian menepuk bahuku. "Kamu dateng sendirian buat nonton?" tanyanya.

Aku menggeleng, lantas menunjuk kerumunan yang semula mengambil perhatian Pak Johnny itu. "Saya bareng Pak Jaehyun, Miss Wendy sama—"

"Saya." Kata-kataku terpotong oleh sosok Jeno yang tiba-tiba muncul.

Setelahnya kami mengobrol sebentar prihal sosok Rosa yang mendapatkan cidera di kakinya, "Kayaknya buat pertandingan final dia masih harus dirawat di rumah sakit, kakinya lumayan parah." Ujar Pak Johnny. Matanya yang terbiasa digunakan untuk menatap sesuatu dengan tajam itu ragu-ragu melirik padaku, "Kamu udah siap ke lapangan lagi, kan?" Tanyanya yang tiba-tiba saja membuat beberapa kembang api khayalan meledak di atas kepalaku.

Senyumku merekah tanpa bisa ditahan, membuat Jaemin yang juga ada dihadapanku ikut tersenyum seolah sama senangnya dengan aku ketika mendengar perkataan Pak Johnny.

"Siap, Pak." Jawabku mantap.

Pak Johnny tertular senyumanku dan Jaemin ketika mendengar jawabanku itu, dia sudah bersiap untuk mengulurkan tangannya untuk kembali menepuk bahuku. Tapi tangannya mengambang di udara begitu suara Oomku muncul disusul dengan kedatangan sosoknya dan Miss Wendy.

"Selamat, Pak Johnny. Sekali Bapak lagi berhasil membawa tim kita buat masuk ke babak final. Semoga minggu depan kita nggak pulang dengan tangan kosong, ya?" Oomku mengatakan hal itu dengan suara bersemangat yang tulus.

"Anak-anak didik saya pasti nggak akan pulang dengan tangan kosong!" Pak Johnny membalas ketus, tapi begitu melirik pada Miss Wendy sudut bibirnya kembali terangkat.

Mataku melirik pada Jaemin, mencoba bertanya melalui sorot mataku soal situasi apa yang tengah kami saksikan ini. Tapi Jaemin menggeleng, sosoknya malah menarikku untuk menjauhi tiga orang dewasa itu.

"Dari tadi gue denger Pak Johnny ngedumel soal Pak Jaehyun yang ngedektin Miss Wendy mulu. Lo tau soal ini?" Nada suara Jaemin seolah-olah dia tengah mengadu padaku. Matanya seolah memohon agar aku memberikan sedikit reaksi dari apa yang baru saja dia sampaikan.

Aku menggeleng sambil mengobrak-abrik tas milikku mencari tisu untuk diberikan pada Jaemin, tapi sepertinya bukan reaksi macam itu yang diharapkan oleh Jaemin. Laki-laki itu berdecak kasar. "Serius reaksi lo kaya gini? Lo beneran pacarnya Pak Jaehyun bukan sih?"

Paham jika Jaemin masih salah paham mengenai hubunganku dengan Om Jaehyun membuat aku ingin buru-buru meluruskan prihal masalah ini, tapi baru bibirku akan terbuka untuk menjawabnya suara lain sudah mendahuluiku.

"Bukan." Itu Jeno

Aku mengerenyit padanya yang hari ini sudah dua kali memotong perkataanku.

"Sejak kapan lo di sini?" tanya Jaemin.

Tapi Jeno malah melihatku, "Dia bukan pacarnya. Anya nggak ada hubungan kayak gitu sama Pak Jaehyun—" dia berhenti sebentar untuk menyenggol lenganku, "jelasin."

Aku menurut, "Kamu salah paham, aku sama Pak Jaehyun nggak ada hubungan romantis kayak gitu. Malahan, " aku memelankan suaraku, berharap tidak ada yang mendengar hal itu. "—dia Oomku. Yah, walaupun nggak bener-bener sedarah dan nggak tercatat secara hukum, dia tetep adiknya Papaku."

"TMI" Jeno berkomentar, tapi aku memilih mengabaikannya meski sebenarnya memang merasa kalau aku terlalu banyak menyebutkan informasi yang sebenarnya tidak diperlukan.

Wajah Jaemin datar mendengar penjelasan itu, terlihat melamunkan sesuatu.

Aku mencoba menyadarkann Jaemin dari lamunannya dengan mengibas-ngibaskan tanganku di dapan wajah berkeringat itu. Hal itu berhasil menyadarkan Jaemin yang lantas bertanya, "Jadi dia bukan pacar lo?"

Kepalaku mengangguk sambil mengulurkan selembar tisu pada Jaemin yang diterima baik oleh sosok itu.

"Dia oom lo, tapi juga bukan Oom lo secara garis keturunan dan secara hukum?"

Untuk pertanyaannya yang ini aku juga mengangguk meskipun sedikit ragu-ragu.

"Oke oke, bagus kalo gitu. Paling enggak lo nggak punya hubungan romantis sama dia." Kepala Jaemin mengangguk-angguk sebelum kembali melemparkan satu pertanyaan padaku. "Tapi kenapa pipi lo merah kayak orang lagi kesemsem waktu dia nepuk-nepuk kepala lo waktu itu?"

Mataku dan Jaemin sama-sama melotot, bedanya aku melotot karena terkejut sementara Jaemin melotot untuk menumpahkan seluruh tatapan menghakimi yang dia punya. Di saat yang sama, Jeno yang mendengar hal itu bergabung dengan Jaemin sambil melipat tangannya.

.

.

.

Tbc
_
Hai! Hello! Annyeong!
Ketemu lagi di next chap yuuppp^^

Hai Om! ▪Jaehyun▪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang