"Kenapa? segitu nggak sukanya sama fakta kalo aku naksir sama Om Jaehyun?" pertanyaan itu datang dengan nada menantang.
Selesai memasangkan dasi milikku aku melihat kedua alis matanya mengerenyit dalam sebelum balas menatapku. "Kamu masih nggak sadar?" Om Jaehyun balas bertanya dengan nada kesal yang terdengar berusaha ditahannya.
Dia lantas melanjutkan, "Kamu ngehindarin saya kayak anak kecil, dari awal aja perasaan romantis kamu buat saya bikin hubungan baik antara kita yang terjalin bertahun-tahun jadi merenggang. Banyak konsekuensi yang harus diterima hanya untuk sebuah cinta monyet, menurut saya itu nggak sepadan."
Simpul dasi yang dibuat Om Jaehyun telah selesai, tapi dia tidak juga menarik tangannya menjauh. Aku yang marah dengan hal yang dia ucapkan akhirnya memilih untuk menarik diri, bergerak kebelakang agar jari-jari miliknya tidak lagi menggapai dasiku. Dengan nada kekanak-kanakan aku berujar dengan parau, bilang bahwa munculnya perasaan ini tampaknya bukan hanya karenaku seorang, sibuk menyalahkan sosok itu sebab memberi terlalu banyak perhatian.
Sejujurnya aku malu mengatakannya, namun saat rasionalitasku tidak mampu bekerja. Seolah hanya emosi yang punya kendali penuh atas hal-hal bodoh yang aku lakukan. Raut wajah yang ditampilkan Om Jaehyun tidak bisa ditafsirkan, jadi aku memilih untuk angkat kaki. Menjauh dari sosoknya.
Namun sebelum itu aku dengan ceroboh dan tergesa-gesa membalikan tubuh, menumpahkan segala kalimat-kalimat yang seharusnya tidak aku ucapkan apabila ingin Om Jaehyun meninggalkan tag yang melekat padaku sebagai sosok remaja labil.
"Om-maksudnya Pak Jaehyun mungkin berpikir saya baperan, dan ya emang gitu. Jadi maaf kalau bikin Bapak nggak nyaman." Tungkasku sebelum akhirnya benar-benar pergi.
Aku mengambil langkah besar menuju kelas, rasa lapar yang tadi muncul tidak lenyap tiba-tiba seperti adegan di drama saat tokoh utamanya merasa sedih atau merasakan lonjakan emosi lainnya, aku hanya menolak ke kantin sebab merasa gengsi apabila nanti harus berpapasan lagi dengan sosok Om Jaehyun setelah mengatakan hal-hal tadi. Apakah adegan tadi terlalu dramatis? Oke biarkan aku mengigit sosok yang gila-gilaan bertingkah dramatis tadi.
Masuk ke kelas, kakiku langsung menuju kursi berniat untuk mencari camilan yang mungkin aku tinggalkan di laci atau meja. Namun yang mengejutkan bukan cemilan pengganjal perut yang aku temukan, tapi kotak makan siang yang ketika dibuka ternyata berisi nasi dengan lauk daging balado.
"Kalo emang nggak bisa suka balik harusnya nggak usah sok perhatian kayak gini." Ujarku kesal, merasa mengenal betul siapa yang mungkin akan memberikanku bekal dengan lauk khas itu. Setelahnya aku menyamankan diri, lalu mengambil satu suapan besar-yang entah datang dari dorongan apa, kesal atau senang sebab mengira Om Jaehyun masih menaruh perhatian.
Di kunyahan pertama, senyumku yang mengembang ragu-ragu akhirnya luntur karena ekspektasiku yang berlebihan. Dari rasa masakannya, jelas itu bukan daging balado buatan Om Jaehyun. Aku mengerenyit dan kesal tanpa bisa ditahan.
Kotak makan siang itu aku angkat, dari sampingnya sebuah sticky notes berwarna kuning jatuh ke meja. Buat Anya, tulisan itu menjelaskan padaku bahwa aku tidak salah memakan makanan dari kotak bekal milik teman sekelasku. Namun yang aneh, siapa orang lain yang mungkin memberikannya padaku kecuali Om Jaehyun? Biar aku jelaskan, aku bukan tipikal murid populer seperti Era.
Sticky notes itu aku balik, masih ada catatan tambahan di sana.
Pulang sekolah kotak makan siangnya taruh aja di laci meja, nanti gue ambil.
Oke itu tambah membingungkan karena tidak ada nama seseorang yang ditulis di sana.
"Kalo dari pengamatan yang gue lakuin dalam satu menit, pengirimnya pasti Jeno." Seseorang di belakangku berujar tiba-tiba. Membuat aku terkejut bukan main karena kehadirannya. Jaemin di belakangku, berdiri sambil mengamati sticky notes yang aku pegang. Entah sejak kapan sosoknya ada di sana hingga bisa memberikan analisa yang terdengar asal.
Aku memasang wajah kesal, sementara dia mengibas-ngibaskan tangannya. "Gue nggak lagi ngomong ngawur. Gue temenan deket sama Jeno, dia emang beberapa kali bawa kotak makan buat bungkus oleh-oleh dari orang tuanya kalo mereka abis dari luar kota, kayak dodol gitu-gitu. Dan yap, tiap kotak makan siangnya selalu ada stamp dengan huruf 'J' gini." Jaemin menunjuk bekas cap dengan inisial 'J' di sudut sebelah kanan kotak makan siang itu. "Barang-barang dia rata-rata ada stamp inisial nama si Jeno, bahkan seragamnya juga gitu." Ia lanjut menjelaskan.
Jaemin tiba-tiba saja melipat bibirnya, wajah itu menunjukkan bahwa sang empu sedang menahan tawanya membuat aku kemudian mendengus kesal sebab kecewa saat mengetahui bahwa faktanya yang memberikanku bekal adalah orang lain, bukan Om Jaehyun seperti yang diam-diam aku harapkan.
.
.
.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Om! ▪Jaehyun▪
Fanfic"Ya Tuhan, Maafin Anya karena udah suka sama Om Jaehyun"-Anya . .