Hari ini, hari pertama pertandingan futsal antar SMA sekabupaten, tiga buah mini bus datang tepat ketika jam di handphone milikku menunjukkan pukul enam pagi, tepat waktu. Tidak seperti biasanya, kelihatannya Pak Johnny begitu serius mempersiapkan kami untuk mengikuti pertandingan kali ini.
Aku sedikit meremas kaos futsal yang aku pakai, melihat bagaimana bersemangatnya Pak Johnny dan anggota tim yang lain membuat aku sedikit tidak enak untuk menghiraukan kepalaku yang terasa sedikit berat pagi itu. Hari ini, karena masalahku dengan papa, aku terpaksa kembali pada kecerobohanku, melupakan perintah Pak Johnny untuk sarapan beberapa jam sebelum pertandingan.
"Nanti tim cewek bakalan tanding duluan, begitu tiba di GOR semuanya langsung ngumpul, jangan mencar-mencar. Tim Supporter nanti dibagi dua, setengah ikut ke GOR duluan buat nyari tempat, setengahnya lagi mimpin anak-anak kelas sepuluh yang dipilih buat ikut supporter-an"
Kelompok murid dengan kaos supporter berwarna nevy yang senada dengan kaos tim futsal mengangguk-angguk semangat mendengar arahan Pak Johnny. Aku mengikuti langkah Rosa, Vika dan anggota futsal putri lainnya untuk masuk ke mini bus yang ditempeli stiker nomor satu. Sementara Jaemin dengan tim anggota futsal laki-laki ada di mini bus yang lain.
Karena jarak GOR dengan sekolahku tidak terlalu jauh, kami tiba lima belas menit setelahnya. Pak Johnny mengumpulkan kami di sisi lapangan sebelah kiri dari pintu masuk, siap untuk memerintahkan kami melakukan pemanasan. Sementara itu di sisi lainnya sudah ada tim dari sekolah sebelah yang akan jadi lawan kami hari ini.
Ketika kami pemanasan, aku yang tanpa sadar berakhir di sebelah Jaemin menangkap jika pandangan laki-laki itu selalu fokus melihat gerak-gerik lawan kami. Supporter tim lawan sudah ada di sana, sibuk memakai kostum mascot sekolah mereka yang berbentuk burung elang.
Suasana tadinya biasa saja, sampai akhirnya supporter sekolah kami dengan sosok mascot berbentuk macan berwarna hitam masuk sambil menyanyikan mars sekolah keras-keras. Kelihatannya sengaja ingin membuat suasana pagi itu memanas.
Bangku-bangku penonton terisi dengan cepat oleh para supporter, warna nevy milik sekolah kami dengan warna putih khas sekolah sebelah terlihat kontras. Mereka berebut menyanyikan mars sekolah masing-masing dengan suara keras, bahkan ketika pertandingan belum dimulai. Seperti biasa, persaingan tim supporter kelihatannya malah lebih kompetitif dibanding kami yang akan bertanding di lapangan.
Dengan kepala yang semakin terasa berat, aku melangkah ke tengah lapangan bersama anggota tim futsal perempuan yang lain. Penonton pertandingan pertama ini tidak terlalu banyak, tapi tidak lantas membuat kondisi bagian dalam GOR itu menjadi tenang. Semua nama anggota tim yang ada di lapangan disebut dengan semangat, tapi sekeras apapun aku mencoba untuk mendengarkan namaku disebut di tengah teriakan-teriakan itu, tidak ada satupun orang yang menyebutnya.
Vika sempat memanggil aku, kelihatannya tahu jika aku sempat melamun karenanya. Aku terbangun dari lamunanku dengan cepat, namun tidak sempat menjawab perempuan itu karena suara peluit tanda jika pertandingan telah dimulai sudah mengudara.
Pertandingan dimulai, dan ketika lima menit pertama suara orang-orang yang memanggil-manggil namaku mulai terdengar. Tapi tidak, itu bukan suara yang berisi teriakan penuh semangat, ada nada kesal diikuti decakan lidah di sana. Satu dua kali bola direbut anggota tim lawan, hal itu membuat mereka mulai meneriaki namaku dengan penuh kebencian. Tapi anehnya ini tidak berlaku pada anggota yang lain.
Kemudian tepat ketika serangan pusing pada kepalaku menyerang hebat hingga membuat aku gagal menerima operan bola, volume suara mereka yang kasar mulai meningkat. Bahkan aku bisa mendengar jika beberapa rekan setimku juga mendecakkan lidah dan merotasikan matanya ketika melihatku setelahnya.
Tiba-tiba saja perasaan takut itu merayap, di arena bertanding, di hadapan lawan dengan tanpa memiliki siapapun memihakku, bahkan tidak dengan tim ku sendiri. Aku tiba-tiba linglung, merasa tidak bisa membedakan mana rekan dan lawan ku di pertandingan ini meski jelas kami memakai kaos dengan warna yang amat berbeda.
Dan ketika aku merasa kosong itulah tanpa sadar sebuah bola dengan kencang ditendang tepat mengenai wajahku. Aku tidak bereaksi apa-apa, bahkan suara mengaduh-pun rasanya tidak bisa keluar dari tenggorokanku ketika itu. Tubuhku ambruk tepat di tengah lapangan dan sempat menghentikan pertandingan yang sedang berlangsung, selama beberapa detik tidak ada satu orangpun di lapangan itu yang mendekat ke arahku untuk sekedar mengecek apakah aku baik-baik saja. Seolah itu bukan hal yang perlu dipedulikan.
Pandanganku buram ketika sadar jika kondisi itu benar-benar terasa menakutkan, hingga akhirnya laki-laki misterus yang tidak benar-benar bisa aku lihat jelas siapa sosoknya datang dan langsung menggendong tubuhku yang masih dalam keadaaan setengah sadar untuk keluar lapangan.
Aku awalnya mengira jika sosok itu adalah salah-satu dari tim medis yang sudah siap ada di sana. Tapi tidak, aku kenal betul siapa pemilik aroma citrus dan mint itu dan bagaimana suaranya ketika menyuruh orang-orang yang akhirnya berkerumun ingin melihat untuk minggir.
Barulah ketika tiba di pinggir lapangan, kesadaranku sepenuhnya kembali, tubuhku yang semula kaku--entah karena efek terkena bola atau syok dengan situasi menakutkan ketika merasa tidak ada orang yang benar-benar peduli padaku--aku akhirnya bisa menggerakan tubuhku kembali, dan hal pertama yang aku lakukan setelahnya adalah memeluk sosok itu. Takut jika aku akan kehilangan afeksinya,
takut aku akan merasa sendirian lagi di dunia ini.
.
.
.
Tbc
_
Hayoo, ada yang bisa nebak itu siapa?
٩꒰๑• ³•๑꒱۶
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Om! ▪Jaehyun▪
Fanfic"Ya Tuhan, Maafin Anya karena udah suka sama Om Jaehyun"-Anya . .