Apa, ya?
Beberapa kali pertanyaan macam itu lewat, melintas pikiranku tanpa bisa dicegah ketika mengamati sosok Jaemin hari ini. Untuk hal seperti bagaimana cara dia berpakaian atau menyapa orang-orang, Jaemin memang terlihat biasa saja. Dia masih tetap melakukan apa yang biasanya seorang Jaemin lakukan.
Tapi—
Entah kalimat apa yang tepat untuk menjelaskan mengenai perasaan aneh itu.
Aku terus bertanya-tanya kenapa dia terlihat seperti tidak sebebas dua hari yang lalu, seolah ada sesuatu yang membuatnya merasa berat untuk tertawa lepas seperti dulu. Bahkan beberapa kali di hari ini aku melihat dia melamun, entah saat pelajaran atau ketika makan siang.
Apa itu hanya perasaanku atau memang Jaemin yang tengah mengalami waktu yang sulit?
Jaemin tidak mengerutkan alis matanya, atau bersikap dingin pada orang-orang seperti yang seharusnya dilakukan seseorang ketika kesal. Dia tetap tersenyum, tapi entah bagaimana aku merasa dia tengah kesal akan sesuatu.
"—omongan Mark nggak usah lo anggep serius, itu bukan salah lo." ucapan Jeno untuk Jaemin itu memecahkan lamunanku.
Aku dan Jaemin juga teman-teman sekelas yang lain semula sedang dalam perjalanan menuju ruang musik di lantai satu, melewati kelas dimana anak-anak MIPA ditempatkan. Dan aku yang berada beberapa langkah di belakang Jaemin yang tengah mengobrol dengan Jeno di depan kelas si ahli matematika itu, mendengar sedikit perbincangan mereka tanpa usaha ekstra.
Terlihat Jaemin menyungingkan senyum kecut, "Kenapa juga gue harus nyalahin diri gue sendiri kalo yang bikin semua jadi kaya gini itu si –pip gue ga sudi nyebutin namanya." Kekehan Jaemin di akhir kalimatnya membuat perkataannya terdengar seperti sebuah candaan.
Jeno yang kelihatannya masih mau menanggapi kata-kata Jaemin itu kemudian menyadari kehadiranku, membuat Jaemin juga ikut menaruh perhatiannya pada aku yang mulai melanjutkan langkah untuk mendekati keduannya.
Sayangnya tepat ketika aku sampai di tempat keduannya berbincang, Jeno pamit untuk masuk ke kelasnya. Meninggalkan rasa penasaran yang mengganjal di pikiranku.
"Nya, lo jalannya lambat banget. Jeno nya keburu masuk kelas lagi, kan." Kata Jaemin memulai aksinya untuk menggodaku. Aku tidak menanggapi perkataannya, hanya memukul pelan lengannya untuk menyuruh temanku itu lekas berjalan mengikuti rombongan teman-teman sekelas kami yang lain.
Jaemin tertawa kecil melihat aku, sementara aku yang merasa ganjil karena sosoknya Jaemin hari ini memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu padanya soal itu, "Jaem, kamu kalo ada apa-apa bilang, ya. Cerita sama aku, jangan dipendem sendiri." Kataku sambil melihat ke ubin tempatku melangkah, tidak kuasa melihat wajah Jaemin karena situasi untuk mengatakan hal macam itu jarang sekali muncul di antara kami.
Aku melirik pada sosok itu ketika merasa Jaemin tidak memberikan respon apapun. Hingga kemudian tatapan kami bertemu, "Masalah gue belakangan ada hubungannya sama Pak Jaehyun mulu, Nya. Elo kan ada di pihaknya doi, apa-apa yang gue lakuin jadinya keliatan salah mulu." Katanya.
"Lagian kamu juga ngegangguin Pak—aduh!" Aku memekik di tengah kalimatku yang belum sepenuhnya rampung karena Jaemin bergerak untuk menarik pipiku.
"Apa gue bilang, tim si onoh kan elo." Ujarnya sebal. Tarikan Jaemin pada pipiku tidak segera dilepaskannya meski aku sudah meminta, membuat aku balas menarik pipinya hingga membuat laki-laki itu mengaduh.
—"Jangan-jangan Anya naksir beneran sama Pak Jaehyun." Perkataan itu diucapkan oleh Era dengan nada candaan yang tanpa angin tanpa hujan muncul di belakang aku dan Jaemin. Kami berdua refleks melepaskan tarikan pada pipi masing-masing sambil menatap perempuan itu bingung.
Terlihat wajah Jaemin tidak senang dengan perkataan Era, tapi segera Jaemin mengubah raut wajahnya. "Mana ada, Ra. Si Anya kan naksirnya ama Jeno." Jaemin membalas perkataan Era dengan candaan.
Aku melotot pada Jaemin yang tangannya terlihat bergerak untuk meraih bahuku, tapi sebelum benar-benar sampai untuk merangkul, Era sudah terlebih dahulu mengandeng lengan Jaemin beserta lengan milikku. Dia menyempil di tangah-tengah antara aku dan Jaemin sembari tertawa membahas candaan Jaemin mengenai aku yang menyukai Jeno.
Melirik ke belakang aku melihat Jasmine yang semula datang bersama Era kini harus berjalan sendirian di belakang kami. Aku merasa tidak enak pada Jasmine karena meninggalkan dia berjalan sendiri, tapi situasi aneh yang dimunculkan Era secara tiba-tiba itu membuat baik aku ataupun Jaemin tidak mampu merespon banyak, sampai akhirnya kami berdua tersadar ketika sampai di ruang musik bersama teman-teman sekelas yang lain.
.
.
.
Tbc
_
Wkwkwk..
makasih buat Renjun-Haechan yang menginspirasi adegan Anya-Jaemin cubit-cubitan pipi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Om! ▪Jaehyun▪
Fanfic"Ya Tuhan, Maafin Anya karena udah suka sama Om Jaehyun"-Anya . .