#05 Ngungsi

1.9K 295 69
                                    

Ketika tiba di apartemen Om Jaehyun, aku langsung saja membaringkan tubuhku di sofa empuk berwarna hitam milik Oom ku itu. Celana futsal selutut yang aku pakai membuat betis dan pahaku terekspos, Om Jaehyun yang melihat itu tidak membiarkannya. Ia menutupi tubuhku yang masih penuh keringat dengan selimut tipis yang semula terlipat rapih di pinggiran sofa.

"Om lembur lagi, ya?" aku bertanya dengan suara kecil ketika sosoknya masih sibuk menyelimutiku.

Om Jaehyun tidak menjawab, mungkin tidak mendengar pertanyaanku itu karena sosoknya telah menjauh untuk menarik koperku kedalam kamar. Merespon keterdiamannya, aku bergerak untuk mengubah posisi berbaringku menjadi terlentang.

Bayangan sosok Papa yang tersenyum jahil melintas, membuat aku mengingat kembali hal menyebalkan yang dilakukannya siang ini.

Dia tidak menjemputku setelah selesai latihan futsal, baiklah itu masih bisa ditoleransi. Tapi mengungsikan aku ke apartemen om Jaehyun tanpa membicarakannya dulu padaku benar-benar membuatku ingin menggelitiki Papa sampai dia menangis karena terlalu banyak tertawa.

Dan dia hanya bercanda soal menjodohkanku dengan Om Jaehyun. Aku hanya diminta untuk tinggal beberapa bulan dengan Oom ku itu karena dia punya beberapa pekerjaan di luar negeri. Sesuatu yang dianggapnya sebagai hal hebat pertama yang terjadi  setelah bertahun-tahun Papaku memilih profesi sebagai fotografer.

"Kamu mau makan atau mandi dulu, Nya?" Om Jaehyun menanyakan hal itu setelah kembali dari meletakan koperku ke kamar.

"Makan, Anya laper" Aku menjawab dengan cepat. Mendengar jawabanku membuat Om Jaehyun memutar haluan, ia tidak jadi pergi ke tempatku berbaring melainkan langsung ke dapur untuk menyiapkan makanan.

Sosok tegapnya dengan lincah memainkan peralatan dapur seolah dia adalah seorang juru masak ahli. Memang dibandingkan Papa, Om Jaehyun punya keahlian masak seratus kali lebih baik.

Papa hanya bisa masak telur goreng dan paling super nasi goreng, itupun dengan bumbu instan. Sedangkan Om Jaehyun dengan keahilannya itu bahkan bisa membuat telur dadar menjadi super lezat dengan tangannya.

Aku lalu bangkit, lalu berjalan ke meja makan. "Om, Oom bipolar ya?" aku bertanya sambil mengambil gelas untuk minum, sesekali melirik melihat reaksi Oom ku itu. Takut juga kalau saja dia tiba-tiba akan marah seperti saat di kelas.

"Kayaknya sih engga" dia menjawab dengan singkat. Spaghetti yang baru direbusnya mendesis ketika Om Jaehyun meletakkannya di teflon bersama dengan saus dan daging cincangnya. Baunya enak, membuatku sempat teraligkan dan lupa untuk melanjutkan pertanyaanku yang selanjutnya.

"Terus yang di kelas itu? Aku nggak tau Om Jaehyun punya sisi kaya 'gitu'" lanjutku.

Terdengar jika dia terkekeh sambil berlagak bak juru masak profesional dengan masakannya. "Ambilin pirinya" dia memberi perintah, dengan sigap aku menurutinya.

Dia menyajikan masakannya di meja, lalu lekas menaruh alat-alat masaknya ke dalam bak pencuci piring. Ya, Om ku itu sama sekali tidak suka melihat dapur berantakan. Dia bahkan kerap dengan sukarela mencuci alat masak yang ditinggalkan Papa begitu saja karena ketidaksukaannya itu.

"Kamu kaget ngeliat saya kaya gitu, Nya?" dia bertanya.

Aku tentu mengangguk, "Banget"

Om Jaehyun tersenyum kemudian setelah menyelesaikan cucian piringnya dia ikut duduk, bersebrangan dengan posisiku. Sebelum kami siap menyantap makan siang, dia menjelaskan. "Kebanyakan murid meremehkan guru-guru yang baik, dan saya dapat perintah dari Pak Kepala Sekolah untuk tidak menjadi guru yang seperti itu." katanya.

.

.

.

Tbc

Hai Om! ▪Jaehyun▪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang