Di tengah malam gulita, di mana semua manusia tertidur dengan lelap mengistirahatkan tubuhnya untuk menyajikan hari esok.Berbada dengan Kafka, malam ini dia nampaknya susah tidur padahal besok ada ulangan di sekolah seharusnya dia sudah tertidur supaya besok tidak kesiangan, tubuhnya berguling mengelilingi kasur mencari kenyamanan untuk tidur, tapi Kafka malah prustasui karena kantuk tak kundung datang.
"Dah lah bodo gue mau ke dapur aja," ucap Kafka, dia beranjak dari kasur dan berjalan keluar, dia berjalan dengan santai tidak ada kendala, sampai di dapur Kafka langsung mengambil minuman bersoda setelah itu menyuruh salah satu maid untuk membuatkannya mie instan.
Beberapa saat kemudian mie yang di pesan Kafka sudah datang, sepertinya mie memang enak di makan tengah malam seperti ini.
Saat Kafka akan menyuapkan suapan pertama tiba-tiba dia teringat dengan seseorang, dalam otaknya apakah dia sudah makan? Apa dia tertidur dengan nyenyak? Fikirannya terus berkelana memikirkan Air sambil menatap mie di hadapannya.
Kafka berdiri, membawa mangkuk mie itu. Setelah sampai di tujuannya tanpa permisi Kafka langsung masuk ke dalam gudang yang sangat gelap gulita ini, jadi sepertinya Kafka harus menyalakan senter di hp nya.
"CK! Di mana sih tidurnya?" Ucap Kafka, dia mengelilingkan senternya ke setiap penjuru yang ada hanya tikus yang berkeliaran.
"Masa di belakang lemari sih!" Langkah Kafka berjalan perlahan ke arah lemari tersebut. Dan ternyata benar saja di sana di belakang lemari seorang Air meringkuk kedinginan di atas lantai yang hanya di lapisi dengan kardus bekas.
"Bangun," Kafka menendang kecil kaki Air, tapi tidak ada respon sama sekali dari orangnya.
"CK! Bangun gak lo," ucap Kafka sedikit dengan nada yang tinggi.
"Ampun ampun tuan ampun sakit," ucap Air sambil melindungi kepalanya.
"HEH!" Kafka berjongkok di samping Air dan menggoyangkan tubuh Air, hal pertama yang Kafka rasakan adalah hawa panas.
"Heh, lo demam!"
"Lepasin sakit!" Air mengibaskan tangannya yang di pegang oleh Kafka. Kafka yang penasaran mengarahkan senternya ke tangan Air yang nampaknya bengkak.
"Lo harus ke dokter!" Kafka membalikan badan Air, tapi di tolak oleh Air.
"Gak punya uang.." lirih Air.
"Ya udah kalo gitu, nih Lo makan, gue mau ambil obat penurun panas dulu," Kafka mendekatkan mangkuk itu ke badan Air.
"Gue balik lagi kesini makanannya harus abis," ucap Kafka, tapi Air hanya diam membelakangi Kafka menatap tembok.
_________Kafka kembeli lagi sambil membawa obat penurun panas, tapi dia di kagetkan dengan kondisi Air sekarang, di sana air terduduk berusaha membersihkan darah yang keluar dari hidungnya menggunakan kertas bekas.
"Ini apa! Ini kertas bego! Mana bakalan bersih!" Kafka membuang kertas yang ada di tangan Air.
"Balikin ini masih banyak," ucap lirih Air sambil meminta kertas itu kembali, bukan tanpa sebab Air membersihkan darah itu dengan kertas karena di ruangan ini Air tidak punya tisu.
"Nih pake sapu tangan," Kafka langsung membantu membersihkan darah yang terus keluar dari hidung Air hingga sapu tangan itu penuh dengan darah, namun hidung Air tidak henti-hentinya mengeluarkan darah.
"Ikut gue ke rumah sakit," Kafka melingkarkan tangan Air di pundaknya.
"Gak," bantah Air.
"Cepetan bego! Kalo terjadi apa-apa gimana?!"
"Gue gak peduli! Gue mau hidup atau mati pun bukannya kalian gak peduli hah?!"
"Gue lagi gak mau debat, sekarang lo ikut gue," Kafka kembali melangkahkan kakinya ke luar, tapi tiba-tiba tubuh Air melemas dan hampir terjatuh ke lantai jika tidak ada Kafka yang menahannya.
"DEK!!"
"Ad--- kenapa dia?" Tanya Arsares saat melihat Kafka yang berusaha memangku tubuh Air, untung saja tubuh Air itu kecil jadi Kafka tidak keberatan saat memangkunya.
"Yah, yah tolongin yah, badan dia panas banget," ucap Kafka.
"Biarkan sa---"
"Ayah! Dia juga manusia yah! Kalo kita biarin dia bisa mati!"
"Hah... terserah kamu, tapi ingat jangan pernah bawa di keluar dari rumah ini!" Ucap tegas Arsares.
"Ya udah telponin dokternya cepetan badannya makin panas," ucap Kafka.
Dengan terpaksa Arsares memanggil dokter pribadinya, yang setiap bulannya sering ke rumah untuk memberikan vitamin untuk para bodyguard nya supaya sehat saat bekerja kecuali Air.
"Suruh dokter itu ke kamar tamu," ucap Kafka.
Beberapa saat kemudian dokter yang di panggil oleh Arsares pun telah datang, meskipun agak lambat dan sebelum dokter datang Air sempat kejang-kejang.
"Dia terkena demam tinggi, karena mungkin dari luka di tubuhnya yang tidak di obati, sepertinya juga ada beberapa bagian yang harus di jahit," jelas dokter itu setelah selesai memasang infus di tangan Air sebelah kanan.
"Lakuin aja," ucap Kafka.
"Tapi maaf boleh saya meminjam pengawal anda satu untuk membantu saja menahan tubuh dia, karena luka yang paling banyak perlu di jahit di bagian punggung, kepala bagian belakang juga sepertinya ada."
"Biar saya aja."
"Baiklah kita geser dulu sampai dia menyamping," ucap dokter itu sambil membalikan badan Air dengan hati-hati di bantu oleh Kafka.
Dari awal dokter mempersiapkan alat-alat nya Kafka hanya memperhatikan gerak gerik dokter itu, terdapat banyak sekali peralatan kedokteran yang dia bawa ke rumahnya, tapi karena tidak sanggup melihat proses penjahitan nya Kafka memalingkan wajahnya, dia menatap wajah Air yang masih tenang di alam bawah sadarnya.
Kafka tidak menyangka jika luka di tubuh Air sebanyak ini, bahkan Kafka tidak bisa membayangkan gimana jadi Air yang tiap harinya menahan sakit se banyak itu, jika Kafka ada di posisi Air apa sanggup? Sepertinya tidak, lukanya begitu banyak, kulitnya pun banyak yang terkelupas dan itu pasti sangat perih sekali, bahkan sepertinya bukan hanya luka fisiknya saja tapi batinnya juga.
"Eeeghhh sa--sakit ampun....." Lirih Air dalam pejamannya, tangannya yang menggenggam erat ujung baju yang Kafka gunakan.
"Sebentar yah, tahan okey," ucap dokter itu.
"Sakit," lirih air saat merasakan ada sesuatu yang keluar masuk dari kulitnya dan itu sangat sakit dan ngilu.
"Ampun Air gak nakal lagi ampun.."
"Maaf, maaf, maaf maaf," meskipun air dalam kondisi yang masih belum sadar sepenuhnya dia terus mengucapkan kata maaf, bahkan Kafka pun hampir kewalahan menahan tubuh Air yang tidak bisa diam .
"Maaf tuan maaf."
"Diem dulu, lo lagi di obatin," ucap Kafka.
"Awwww!" Jerit Air saat dokter itu berpindah ke luka yang lainnya yang akan di jahit.
"Tenang ini gak bakalan lama,"ucap Kafka.
____________________________________
Komen ya gayesss
KAMU SEDANG MEMBACA
AIR JADI BINTANG
Teen FictionDi jadikan budak oleh keluarganya sendiri? "Gak papa, yang penting gue masih hidup." ___________+__________ Kisah ini menceritakan perjalanan hidup seorang remaja yang di jadikan budak oleh keluarganya sendiri. Selama hidupnya dia hanya MAMPU UNTU...