39.

17.8K 749 84
                                    


"Sayang." Davina menggenggam tangan Air yang begitu pucat dan dingin itu. Hati Davina begitu hancur ketika melihat tubuh anaknya terbaring lemah di atas kasur rumah sakit dengan tubuh yang hampir di penuhi oleh alat-alat rumah sakit.

Air yang memejamkan matanya perlahan terbuka meskipun sedikit sedikit berembun tapi Air tahun sekarang yang ada di hadapannya itu siapa. Satu tetes air mata yang meluncur dari ujung mata Air setelah pandangannya kembali normal.

Akhirnya setelah sekian lama, harapan dan cita-cita Air selama ini terwujudkan meskipun Air harus seperti ini dulu. Wajah nan cantik itu masih sama seperti di mimpi Air, begitupun suaranya yang sangat Air rindukan sekali.

"Jangan nangis hemm. Bunda di sini, bunda janji, bunda janji sama kamu gak bakalan tinggalin Air lagi ya, jangan nyerah ya sayang," rasanya Davina ingin sekali memeluk tubuh Air dengan erat, tapi sayangnya itu tidak bisa karena Davina takut terjadi sesuatu kepada Air.

"B--bu--nda," lirih Air begitu pelan,  dia sangat bahagia sekali bisa memanggil wanita yang ada di hadapannya ini dengan sebutan 'bunda' tanpa embel-embel 'nyonya'.

"Iya sayang hiks.. ini bunda hiks.. ini bunda," Davina beberapa kali mencium tangan Air. Davina pun tidak kalah bahagianya ketika anak bungsu nya yang selama ini Davina rindukan memanggil dirinya bunda.

"Maafin bunda, bunda yang salah, bunda yang bodoh, seharusnya ketika sadar bunda langsung mencari kamu."

"Buk--an sa--salah bund--a."

"Ini sala bunda, ini semua salah bunda, kamu jadi seperti ini semuanya salah bunda, bunda yang gak becus jagain kamu sama kakak kamu." Tangisan Davina semakin histeris, Davina menenggelamkan wajahnya di atas tangan Air.

Kepala Air sedikit menoleh ke arah kiri karena dari tadi dia merasakan ada orang lain di sini selain dirinya dan Davina. Dan begitu terkejutnya Air ketika melihat Arsares yang diam mematung sedikit jauh dari dirinya, tapi Air merasa ada yang aneh dengan Arsares kali ini, kenapa penampilan Arsares menjadi acak-acakan seperti ini padahal Arsares itu tidak suka berpenampilan kucel seperti ini. dan kenapa Arsares menangis, apa itu semua salah nya? Ya seperti itulah pertanyaan yang terus berputar di kepala Air.

Arsares yang di tatap sepeti itupun hanya mampu menundukkan kepalanya, dia sangat malu sekali bertatap muka sepeti ini dengan Air. Terlalu banyak luka yang Arsares torehkan kepada Air.

Air mata Arsares tidak bisa di tahan lagi ketika Air mengangkat tangannya ke arah Arsares seolah dia meminta Arsares untuk mendekat dan Air pun tersenyum tulus kepada Arsares, sungguh manis sekali. Dada Arsares begitu sesak melihat Air yang seperti ini, kenapa di saat seperti ini dia malah tersenyum padahal Arsares yakin jika tubuh Air kesakitan sekali.

Dengan keberanian seorang Arsares dia pun mendekat dan membalas uluran tangan Air, seperti ada aliran listrik ketika tangan mereka saling menggenggam.

"Tuan," lirih Air begitu pelan tapi masih terdengar oleh Davina dan Arsares yang berada di dekatnya.

Arsares hanya menggelengkan kepalanya, menggigit bibir dalamnya menahan tangisan.

"Ayah, panggil ayah nak," Arsares mengelus pipi Air. Sedangkan Air hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Air udah biasa manggil tuan."

"Sekarang biasakan panggil ayah yah hiks.., Air anak ayah, Air bungsu ayah."

Dulu saat Air kecil, Air tidak boleh memanggil Arsares dengan sebutan 'ayah' jika melanggar itu maka hukuman lah yang akan di terima oleh Air, dan Arsares juga dari dulu tidak pernah menyebut nama 'Air' jika pernah pun Air yakin jika Arsares sedang marah besar dan keceplosan mungkin?

AIR JADI BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang