Hiks... Hiks... Hikss..."Maaf, maafin gue maaf."
Kafka terus mengucapkan kata 'maaf' sambil memegang tangan Air yang pucat seperti tidak ada darah yang mengaliri tangannya.
"Abang jangan nangis terus," lirih Air begitu pelan karena mungkin dia baru sadar juga tubuhnya masih lemas. Air pengen tidur lagi, istirahat sebentar saja, tapi sepertinya Air tidak bisa, dia harus menenangkan Kafka yang masih menangis sambil mengucapkan maaf dari tadi padahal Kafka tidak melakukan kesalahan apapun, apa mungkin karena saat Air sadar tidak ada dirinya? Atau ada juga yang melukai Kafka? Ah Air tidak tau apa yang sudah terjadi.
"Maaf."
"Iya Air maafin Abang," ucap Air.
Kafka menatap wajah Air dengan lekat, dia tidak pernah menyangka jika Air akan memaafkannya begitu saja, Kafka sampai bingung terbuat dari apa hati seorang Air meskipun sudah di lukai fisik dan batinnya tapi dengan ke ikhlas an nya dia memaafkan Kafka.
"Dek?"
"Hemm?"
"Siapa yang udah lakuin itu semua sama lo?" Tanya Kafka.
"Gak tau," Air memalingkan wajahnya ke arah lain, tapi Kafka masih bisa melihat mata Air yang berkaca-kaca.
"Dek, tolong jawab jujur, gue, gue gak bisa diem aja liat lo di perlakukan kaya gini, sampe lo harus ngalamin koma berminggu-minggu," Kafka berdiri dari duduknya.
"Baru koma kok, belum mati."
"Dek---"
"Gak papa udah biasa juga kan?"
"Oh ya bang, Bunda gimana? Baik-baik aja kan?" Air merubah mimik wajahnya seketika saat dia menanyakan perihal bundanya, padahal baru saja dia seperti sedih dan marah tapi saat menyebut nama bunda nya dia seolah bahagia sekali.
"Jangan ngalihin pembicaraan, jawab gue, siapa yang udah bikin lo kaya gini?"
"Gak tau, gue gak liat muka nya."
"Bunda gimana?"
"Baik," jawab singkat Kafka.
"Bantuin gue ketemu sama bunda bang," Air sedikit tersenyum, mungkin dia bahagia, tapi tidak dengan Kafka, hatinya terasa sakit saat Air mengucapkan kalimat itu.
"Ada banyak hal yang harus gue wujudin sebelum gue bener-bener pergi dan bikin kalian bahagia tanpa gue."
"Apa?"
"masa kecil gue."
___________Di luar ruangan terlihat kakek dan nenek yang terduduk di bangku yang sudah di sediakan di sana, mereka sengaja keluar membiarkan Kafka memiliki waktu lebih bersama Air.
Ruangan ini tidak kedap suara jadi mereka bisa mendengar apa yang mereka obrolkan di dalam sana.
Bahkan mereka hampir menangis karena Air tidak mau mengakui siapa pelaku yang sudah memperlakukan nya seperti ini, jika saja Air sedikit lebih terbuka maka kakek pastikan orang itu hanya tinggal nama saja, dia tidak peduli itu mau anak semata wayangnya pun. Dari dulu keluarga mereka memiliki prinsip yang jauh berbeda dengan yang lain 'perlakukan lah manusia selayaknya manusia, perlakukan lah hewan seperti hewan'.
"Gimana ini mas?"
"Biarkan saja, sampai dia mau terbuka dengan kita," ucap kakek.
"Tapi aku sangat kasian dengan Air mas."
"Kita tidak bisa melakukan apapun sebelum Air bilang siapa pelakunya, lapor polisi pun percuma, untuk saat ini belum ada bukti yang kuat, kamu tau sendiri kan di sana CCTV nya mati."
"Apa dosa ku selama ini sampe Arsares mempunyai sifat seperti itu?" Ucap sang nenek memalingkan wajahnya.
"Akupun tidak tau, aku kira dia cukup dewasa untuk mempunyai dua anak."
______________Di lain tempat, Davina nampak melamun di halaman belakang menikmati indahnya langit biru di atas sana, angin yang menghembus menerpa tubuh Davina menjadi teman malamnya saat ini.
Satu tetes air mata yang keluar dari mata cantik Davina membasahi tangannya yang saling menggenggam itu, entah kenapa dia sangat ingin menangis sejadi-jadinya, entah apa yang sudah membuat hatinya sakit, dan entah mengapa Davina merasa ada yang di sembunyikan dari Arsares. Davina tidak tau.
Davina sangat membenci takdirnya yang seperti ini, ibu macam apa dirinya membiarkan ke dua anaknya tumbuh besar tanpa dampingan seorang ibu, bagaimana dengan perasaan anak-anaknya di sekolah? Apa mereka merasa iri dengan orang lain yang di antar jemput oleh ibu nya? Kenapa harus dirinya yang mengalami hal se pahit ini. Davina tidak tau apa yang sudah terjadi selama ini di rumahnya, apa yang terjadi dengan suami dan anak-anak nya, apa mereka memiliki hubungan yang berantakan sampai Kafka menghindar dan tidak mau menemuinya.
"Kenapa kamu berbeda?"
"Apa kamu benar-benar sudah menjadi bintang yang paling bersinar di atas sana?"
"Kenapa kamu membiarkan bunda pulang sedangkan kamu pergi?"
"Sayang?" Arsares memeluk tubuh Davina dari belakang membuat Davina sedikit kaget.
"Mas?"
"Masuk di sini dingin."
"Aku mau bicara sama kamu mas," ucap Davina.
"Hemm?" Arsares mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya.
"Kita bicarakan di kamar aja," ucap Davina, dia berjalan lebih dulu dari Arsares.
Setelah di kamar ternyata Davina sudah terduduk di pinggir kasur, Arsares segera menghampiri Davina, dia masih bingung dengan perubahan sikap Davina malam ini. Sedangkan tadi sore Davina masih biasa-biasa saja.
"Ada apa? Apa yang menggangu pikiran kamu hemm?" Arsares menggenggam ke dua tangan Davina erat.
"Apa yang sudah terjadi selama aku tertidur?" Tanya Davina langsung.
"Tidak terjadi apapun, selama kamu tertidur aku yang mengurus Kafka dan Azka tanpa campur tangan siapapun jadi kamu tidak perlu khawatir."
"Kenapa kamu menanyakan hal seperti ini?" Tanya Arsares.
"Aku rasa, kamu harus mengakhiri semua akting kamu mas," Davina menatap Arsares dengan mata yang berkaca-kaca dan mata itu seolah memancarkan amarah dan kebencian.
"M---ma maksud kamu apa Davina? Ke--kenapa kamu bicara seperti itu?" Tubuh Arsares sudah berkeringat dingin, dia sudah kehabisan akal lagi saat Davina bicara seperti itu.
"Azka, Azka bukan anak aku, dia jauh berbeda dengan kamu apalagi aku, dari segi sifat dan wajahnya sangat jauh berbeda!" Davina bangkit dan berdiri di hadapan Arsares.
"Apa apaan kamu Davina?! Azka itu anak kita, kamu sendiri yang melahirkannya!"
"Aku yakin seratus persen BAHWA AZKA BUKAN ANAK AKU MAS!. APA YANG SEBENARNYA KAMU SEMBUNYIKAN DARI AKU MAS? APA?!"
"AKU TIDAK MENYEMBUNYIKAN APAPUN DARI KAMU DAVINA! AZKA ANAK KITA!"
"BOHONG KAMU MAS! Aku, aku seorang ibu, batin seorang ibu tidak akan pernah salah! Azka bukan anak aku, BUKAN ANAK KAMU!"
"STOP DAVINA STOP! Aku tegaskan sama kamu Davina, AZKA anak kita!"
PLAKKK
"Egois kamu mas!"
____________________________________
Air comeback nih!
Nih siapa yang katanya kangen Air?
Pasti kalian kangen Air di siksa ya? :)Okey
Jangan lupa VOTE dan KOMEN yang banyakkk ya jangan lupa share juga
KAMU SEDANG MEMBACA
AIR JADI BINTANG
Teen FictionDi jadikan budak oleh keluarganya sendiri? "Gak papa, yang penting gue masih hidup." ___________+__________ Kisah ini menceritakan perjalanan hidup seorang remaja yang di jadikan budak oleh keluarganya sendiri. Selama hidupnya dia hanya MAMPU UNTU...