36.

12.4K 593 29
                                    


"Bang ngantuk, mau tidur boleh?"

"Mau di temenin?"

"Gak usah, Air mau sendiri aja."

Hujan deras yang  disertai petir dan angin membuat siapa saja takut untuk pergi ke luar dari rumah. Sepertinya hari ini Bumi dan langit sedang menangis bersama-sama.

Di luaran sana banyak sekali keluarga yang sudah halal sangat mengharapkan mempunyai seorang anak, segala usaha dan upaya mereka lakukan untuk mendapatkan buah cinta mereka, bahkan ada yang rela mengangkat anak dari panti asuh yang katanya bisa memancing sang ibu untuk hamil. Tapi ada juga di luaran sana yang memiliki anak banyak tapi keadaan ekonomi mereka yang sangat tidak memadai.

Begitupun Davina, dia salah seorang ibu yang menanti buah cintanya, dari pertama kali dia mengandung anak pertama sampai anak bungsu, Davina sangat bahagia sekali menanti kehadiran mereka.

Tapi takdir yang begitu kejam memisahkan mereka sesaat, meninggalkan peran seorang istri sekaligus ibu yang baik untuk anak-anaknya, membiarkan tanggung jawabnya itu di pegang oleh sang suami. Menyesal tentu saja Davina sangat menyesal karena tidak memperhatikan bagaimana tumbuh kembang sang anak.

Sampai suatu ketika dia terbangun keadaanya sudah berubah drastis, dia tidak tau apa yang sudah terjadi selama dia tertidur, entah masalah besar apa yang selama ini keluarganya hadapi.

Yang Davina tau Azka adalah anak angkat pengganti anak bungsunya, padahal Davina sangat tau bagaimana rupa wajah anak bungsunya itu, tapi kenapa Arsares malah memperkenalkan Azka sebagai anak bungsunya, itulah pertanyaan pertama saat Davina sadar dari komanya.

Bahkan Davina ingat betul ketika dia tertidur dia sering bertemu dengan anak bungsunya, dia sering sekali bermain bersama, bercerita dari hal yang horor sampai yang konyol mereka bahas.

"Bunda pulang lah, mereka lebih membutuhkan bunda dari pada Air, biar Air yang gantiin bunda di sini."

Davina menangis ketika dia mengingat bagaimana Air memohon kepada untuk pulang ke Dunia dengan tatapan seperti orang yang memohon.

"Gak kamu gak boleh pergi sayang, bunda masih ingin bersama mu," Davina menggelengkan kepalanya.

Saat ini Davina dan Kafka masih dalam perjalanan menuju rumah sakit, tadi Fahri sempat mengabari jika Air di bawa ke rumah sakit keluarga Davina yang kebetulan jaraknya pun lumayan dekat dengan rumahnya. Tak lupa Fahripun tadi mengabari tentang kondisi Air yang katanya kritis, Air harus segera di operasi secepatnya karena tiga tulang rusuknya patah sehingga mengganggu pernafasan Air, jika di biarkan maka Air tidak bisa di selamat kan.

Cittt

Kafka dan Davina berlari keluar dari mobil, mereka langsung menuju ke ruang operasi karena tadi Fahri sempat memberi tahukan di mana letak ruang oprasinya.

"Fahri." Davina dan Kafka berhenti depan salah satu ruang operasi setelah melihat Fahri yang duduk dengan wajah yang cemas, dengan bajunya yang berlumuran darah belum sempat dia ganti.

"Gimana?" Tanya Kafka.

"Dokter belum keluar tuan," Fahri berdiri sebagai tanda hormat dia kepada sang majikan.

"Bund," Kafka menatap Davina dengan mata yang sudah banjir dengan air mata. Davina yang mengerti pun langsung memeluk Kafka mengucapkan kata penenang untuk sang anak.

"Tenang ya, bunda yakin semuanya akan baik-baik saja."

"Kafka takut bund hiks... Kafka takut Air pergi hiks.., dia anak baik bund, Air gak salah apapun, kenapa, kenapa harus Adek aku bunda?" Kafka menangis di pelukan sang Bunda.

"Tenang sayang, bunda di sini," ucap Davina dengan nada yang bergetar karena menahan tangisannya, meskipun air matanya terus mengalir.

Fahri yang ada di sana pun sama dengan mereka, Fahri sudah tidak tahan lagi menahan air matanya untuk keluar, dadanya begitu sesak saat dia menggendong tubuh kecil Air yang berlumuran darah, apalagi saat perjalanan tadi Air sempat sadar dan mengeluh *sakit* setelah itu dia tidak sadarkan diri lagi.

Fahri pun hanya diam memeluk tubuh Air yang terkulai lemas, Fahri menyesali dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan apapun karena dia tidak mengerti tentang medis.
____________

"TIDAK, TIDAK MUNGKIN, TIDAK MUNGKIN INI TERJADIIII!!"

"Azka, Azka sayang, jagoan ayah hemm..., Bangun nak, ini ayah, maafkan ayah nak, maaf."

Saat ini Arsares tengah bersimpuh di lantai dengan jasad Azka yang ada di gendongannya, setelah tadi Kafka dan Davina pergi, Arsares segera melihat kondisi Azka yang ada di kamarnya, tapi saat sampai di kamar Azka Arsares tidak menemukan siapapun dia hanya melihat kamar Azka yang berantakan seperti kapal pecah.

Arsares yang panik pun mencoba untuk mencari Azka di kamar mandi, dan ternyata benar di sana lebih tepatnya di bak mandi Arsares melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana tubuh Azka yang mengambang, dengan Air yang sudah berubah warna jadi merah pekat.

Ketika dia mengangkat tubuh Azka dan mengecek kondisi Azka, Arsares tidak mendengarkan detak jantung Azka, denyut nadinya sudah hilang dan juga badannya dingin dan kaku.

"Kamu kuat nak hiks..., jangan tinggalin A---yah Azka hiks..., Ayah sayang sama kamu," Arsares mengusap rambut Azka yang lepek karena air darah?.

"Apa kamu marah sama ayah? Jangan dengerin omongan mereka nak, ayah akan selalu bersama kamu, bangun sayang," Arsares terus memeluk tubuh Azka yang sudah tidak bernyawa itu.
__________

"Mas, kok perasaan aku semakin gak enak ya?" Tanya nenek yang sudah mulai tidak bisa diam.

"Sama, ada apa ya?" Balas Kakek yang merasakan apa yang istrinya rasakan.

Entah apa yang terjadi, tapi perasaan mereka tidak enak seperti akan terjadi sesuatu, tapi merekapun tidak tau akan ada apa yang terjadi.

Ddrrrrttt

Ponsel kakek terdengar berbunyi membuyarkan lamunan mereka berdua. Kakek mengambil hpnya melihat siapa yang menghubunginya tengah malam seperti ini, dan tak di sangka  ternyata di sana tertera nama menantunya Davina. Davina menelponnya? Ada apa, apa yang terjadi, ya seperti itulah pertanyaan yang terus berputar di kepala sang kakek.

"Davina nelpon," kakek menyerahkan hpnya kepada sang nenek supaya nenek saja yang mengangkat telpon dari Davina.

"Kamu saja," ucap nenek.

Saat kakek akan mengangkat telpon Davina, entah kebetulan atau apa, ponsel nenek pun berbunyi dan di sana malah tertera nama Arsares?

"Arsares nelpon juga," ucap nenek.

"Angkat sama-sama," ucap kakek.

Dan saat mereka mengangkat telpon itu bersama-sama, jantung mereka seolah tidak berdetak lagi, keringat dingin mulai bercucuran.

"APA?!" Ucap mereka bersamaan.












____________________________________

Nah ku kira 1 part lagi Selesai eh malah nambah lagi nambah lagi jadi bingung ini kapan EnDing nya sumpah, ibaratkan kEk gini otak kiri nyuruh happy ending, otak Nanan nyuruh sed ending, jadinya bingung gini. Tapi ya udah lah ya mungkin alurnya udah kek gini.

Selamat membaca ya jangan lupa VOTE Dan KOMEN, kalo boleh sih SHARE juga ya ke temen-temen kalIan yang suka baca WP.

Salam haNgat dari Aku
Salam kenal juga semoGa suatu saat nanti kita bakalan ketemu ya.

AIR JADI BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang