BAB 18

52 5 0
                                    

HAPPY READING
**

“Bagaimana dengan kabar Hannan? Apakah ia masih seperti dulu?” pertanyaan yang di lontarkan oleh Nurul membuat mereka tersenyum. Nurul dan Hafidz pun merasa kebingungan dengan kembaran yang ada di depan nya. Mengapa mereka Malah tersenyum tidak jelas?

“Alhamdulillah, Hannan sudah bisa menerima kenyataan yang di alami nya, hingga saat ini Hannan tidak selalu pulang malam seperti dulu.” Hanna pun menjelaskan nya.

Kedua pasangan itu tahu jika Hannan adik dari mereka memiliki sifat yang memang di luar dari sifat nya yang masih kecil. Yang dahulu selalu mengaji tepat waktu, shalat tepat waktu, hafalan pun tak pernah bolos dan saat menginjak remaja pun Hannan malah melupakan agama nya. Ralat bukan lupa agama tetapi Hanna meninggalkan apa yang di nasihatkan oleh almarhum umi nya sebelum meninggal.

“Syukurlah, bunda dan om sangat senang dengar nya.”

“Kalian dari mana toh?” kini yang bertanya adalah Hafidz. Hafidz, pria paruh baya yang seumuran dengan kyai Riki yang berbeda berapa bulan sekarang bukan terlihat keriput melainkan makin tampan dan wajah nya pun makin ganteng. Rambut gondrong nya pun sudah di pendekin entah kenapa Pak Hafidz saat ini semakin ganteng.

Siapa dulu Mak nya....

“Dari rumah teman Hanna, om. Insya Allah calon kakak ipar aku,” bisik Hanna pelan. Meski pelan itu terdengar oleh telinga mereka membuat Hafidz dan Nurul pun saling melemparkan pandangan pada Raka yang diam.

“Apa kamu yakin, Hanna?”

“Seratus persen yakin. Om sama bunda bantu aminkan agar nanti Abi dan ummi punya menantu!” dengan girang nya Hanna mengatakan seperti itu. Barulah Raka sadar dari apa yang diucapkan oleh adik kembar nya. Pandangan Raka pun bergantian pada Hanna yang sedari tadi girang. “kamu kenapa, dek?” tanya Raka dengan polos nya.

“Abang nggak tahu apa yang Hanna ucap tadi?” pria itu menggeleng kepala nya. Dan lagi-lagi Hanna tertawa. Kenapa Abang nya tidak fokus apa yang di ucapkan tadi? Pelan sih iya, tapi Hafidz dan Nurul yang posisi nya agak jauhan dengan Hanna pun masih mendengar nya. Tapi kenapa Raka tidak mendengarkan nya? Sungguh, ajaib.

“Alhamdulillah, Abang nggak tahu!”
Hafidz dan Nurul terkekeh ketika melihat interaksi adik kakak yang di bilang kembar hanya saja kembar berbeda jenis kelamin. Mereka ikut kagum ketika almarhumah sahabat nya sudah mengajarkan anak-anak nya serta mendidik anak nya dengan baik sebelum meninggal. Dan tak lupa juga, kyai Riki yang merawat ketiga anak di tambah memimpin pondok pesantren yang sudah di bangun oleh almarhum mertua nya meski padahal kyai Riki sakit-sakitan. Memiliki penyakit jantung terkadang sulit untuk di sembuh nya. Kadang-kadang pula kyai Riki akan di bawa rumah sakit untuk mencuci darah.

“Bunda dan om kapan main nya nih?” tanya Hanna.

Ia sudah merindukan beberapa teman-teman dari umi nya dan juga Abi nya. Dulu saat Hanna dan Raka masih kecil teman-teman almarhum umi nya ikut membantu menuruti kemauan ngidam nya. Walaupun itu terpaksa. Iya saat kedua nya masih kecil, Ipeh selalu merepotkan ngidam sebelum Hannan lahir ke dunia.

“Insya Allah kalau bunda dan om ada waktu. Kan, sekarang om juga mengajar di sekolah dan siang nya pula mengurusi bisnis dari almarhum Papa nya om. Lalu, kalau bunda ke sana sendiri, bagaimana dengan toko butik bunda?” jelas Nurul. Nurul memiliki toko butik yang sudah di kenal oleh kalangan seluruh kota. Dan toko butik ini belum lama di bangun hanya baru tiga tahun. Setiap hari Nurul selalu mendatangi ke toko butik nya yang selalu banyak pesanan.

“Kita tunggu ya!”

**

Sesampainya di Ndalem atau yang biasa di sebut dengan panggilan rumah atau halaman dari keluarga pemimpin pondok pesantren. Hanna dan Raka membawa dua kantung plastik yang berisi makanan yang tadi mereka beli di pedagang kaki lima.

Sebelum memasuk halaman rumah, mereka mengetuk pintu terlebih dahulu setelah itu mengucap salam. Karena jika tidak mengetuk pintu rumah terlebih dahulu takut jikalau di rumah ada tamu atau apa lah itu.

“Assalamualaikum,” ucap mereka dengan sopan.

“Waalaikumsalam! Siapa?!” teriak Hannan di kamar tamu yang sedang sibuk menulis atau mencatat tugas sekolah nya. Hannan jika ada tugas sekolah selalu mengerjakan nya di tempat kamar tamu yang menurut nya sangat nyaman sekali.

“Astaghfirullah, adik siapa itu.” Hanna mendengar teriakan dari sang adik hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Adik kau itu,” celetuk Raka tanpa mengeluarkan ekspresi.

“Adik kau juga!” balas Hanna tak mau kalah.

“Yang adil adik kita.”

Hannan yang saat ini pakaian nya acak-acakan, dan rambut nya berantakan keluar dari kamar tamu tanpa menggunakan sarung tetapi hanya menggunakan celana pendek sebatas lutut dan baju lengan pendek. Hannan keluar dari kamar tamu dengan wajah yang seperti tidak mandi. Iya, saat ini Hannan tidak mandi sore karena malas.

“Astaghfirullah, Hannan!” pekik Hanna terkejut ketika adik nya seperti orang gila.

“Kenapa, teh?” dengan wajah tanpa dosa nya hanya menanyakan seperti itu. Gila kali! Untung saja di Ndalem tidak ada tamu hanya saja mereka bertiga. Karena kyai Riki telah mengajar mengaji di masjid komplek yang lumayan jauh dari halaman pesantren. Selain kyai Riki memimpin pondok pesantren ia pun mengajar mengaji di masjid kompleks yang sudah di tentukan oleh teman nya.

“Kamu pasti nggak mandi?” tuduh Hanna.

“Mau mandi, mau nggak mandi, aku tetap ganteng melebihi artis Korea dan Thailand.” Jawab Hannan tersenyum bangga.

Hanna hanya bisa menghela nafas nya. Mengapa diri nya bisa bertemu dengan adik kandung seperti Hannan yang sangat freak sekali. Bahkan sifat nya terkadang berubah-ubah seperti orang gila kadang seperti artis. “Terserah kamu, nih teteh dan abang beli makanan kesukaan kamu. Jangan lupa sebelum makan mandi dulu, kalau nggak..., Nggak bakal aku kasih!” Hanna ingin menyodorkan makanannya tetapi saat melihat penampilan Hannan seperti itu niat nya tidak jadi untuk mengasih makanan nya.

“Malas, teh!” keluh Hannan.

“Mandi aja malas kamu mah! Mumpung air nya belum terlalu dingin, sekarang kamu mandi!” titah Hanna dengan wajah sangar nya. Pria bernama Hannan yang saat ini berpenampilan acak-acakan pun langsung lari menuju kamar mandi untuk mandi. Meski awalnya ia berniat untuk tidak mandi hanya cuci muka, lalu kalau berbohong seperti ini Hanna pasti akan mengintrogasi nya hingga saat itu lah Hannan di berikan Omelan. Bayangkan saja Omelan Hanna sama seperti almarhum umi nya.

Selama beberapa menit Hannan mandi dan keluar menuju ke meja makan yang sudah ada kakak nya. Abi nya belum pulang dari masjid kompleks.

Hannan melahap makanan nya dengan kepala di geleng-geleng menurut nya itu mengikuti ekspresi wanita saat makanan enak. Sama seperti Hannan jika memakan makanan enak ia sama seperti wanita lain.

“Abi belum pulang, dek?” tanya Hanna.
Hannan pun menggeleng kepalanya. “Kata nya sih pulang nya malam, tapi nggak tahu sih. Soalnya Abi mau ikut kumpul dengan bapak-bapak kompleks. Paling nanti bapak-bapak itu di ceramahi sama Abi.” Dengan enteng nya Hannan mengatakan seperti itu. Padahal menurut Hanna itu hanya bercanda. Kyai Riki tidak pernah marah, tetapi beliau selalu menceramahi orang-orang yang melakukan kesalahan.

“Heh nggak boleh bicara seperti itu!”

“Iya maaf, Astaghfirullah rabbal barayaa...,”

“Dek?” panggil Hanna lagi.

“Kenapa, teh? Kan aku lagi makan nanti nggak mood di tanya mulu!” balas Hannan sedikit emosi. Bukan emosi hanya saja ia kesal pada teteh nya yang selalu bertanya-tanya di saat lagi makan enak seperti ini.

“Kalau kamu ngeship abang sama Qilla nggak, dek?”

“Qilla, kak Qilla teman kakak yang menginap itu?”

Hanna mengangguk kepalanya.
“Kalau ngeship sih sepertinya aku yes, tapi karena jodoh sudah ada yang atur jadi aku nggak boleh egois. Jodoh itu cerminan diri sendiri dan jodoh itu pilihan nya dari Allah. Manusia yang merencanakan Allah yang menentukan. Semoga saja, hehehehe..,”

“Aamiin!”
**
**

AKUUU HADIR NIH BESTIII!!!

SPAM KOMEN YUK!!

OH YA BANTU SHARE CERITA INI YA, SIAPAPUN KAMU YANG LAGI BACA🙂🖤


TANGERANG, 18 OKTOBER 2022

FAMILY AR-ROFIQ ||SQUEL DOSEN BUCIN||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang