BAB 1

186 12 0
                                    

Raka membawa Abi nya ke rumah sakit dengan supir pribadi nya yaitu kang Dadang yang sudah di anggap saudara sendiri oleh keluarga Ndalem. Kang Dadang biasa nya sangat dekat dengan putra terakhir nya Riki. Tetapi, mendengar informasi mengenai keributan antara Raka dan Hannan membuat kang Dadang terkejut. Sebelum mereka ke rumah sakit, Raka menuju ke santri putra. Raka memanggil kang Rahman selaku keamanan pesantren Ar-rofiq. Kang Rahman juga seumuran dengan Raka, Raka sudah terlalu dekat dengan Rahman.

Raka meminta agar Rahman mengganti posisi nya sebentar, harus nya ini adalah jadwal Raka menjadi ustadz para santri putra di kala setor hafalan. Tetapi, melihat kondisi seperti ini Raka harus meminta pertolongan terlebih dahulu. Rahman menyetujui, lagian juga Rahman hari ini jadwal nya sangat dikit.

“Makasih ya, Rahman.”

Afwan, semoga Abi segera Allah angkat penyakit nya.” Kata Rahman.

“Assalamualaikum,”

**

Setiba sampai di rumah sakit, kini Abi nya telah di rawat oleh dokter bernama Nafisya. Dokter itu adalah sepupu jauh dari keluarga Umi nya. Meskipun, Raka harus memanggil beliau tante atau yang lain, tetapi Raka tetap memanggil nya dengan panggilan “Dokter”

Setelah dokter Nafisya keluar dari ruangan Riki, Raka dan kang Dadang menghampiri dokter Nafisya. “Abi kamu hanya syok aja Nak, lain kali, Abi kamu harus jauhi dengan apa yang dia tidak sukai.” Rasa bersalah ada di telinga Raka. Ia merasa kasihan dengan kondisi abi nya saat ini. Yang selalu masuk rumah sakit. Untung saja Raka selalu ada menemani Abi nya. Saat ini Raka tidak boleh Hiri kepada kedua adik nya yang hidup selalu tenang, bebas. Raka juga mau seperti itu, tetapi Raka mempunyai rasa kasihan.

Riki menyuru adik kembar nya Raka memang bukan hanya Riki saja, tetapi Raka yang menyuru Hanna untuk mengejar impian nya di Kairo.

“Boleh saya masuk?”

“Silahkan,” dokter Nafisya mempersilahkan Raka untuk memasuki ruangan Abi nya. Lalu, Raka menuruti. Ia menyamperin Abi nya yang terbaring lemah.

Raka menggenggam tangan Abi nya lalu ia cium tangan nya. Tak lupa juga Raka bermohon kepada Allah Subhanahu wata’ala agar Abi nya sembuh dan bisa pulang dari rumah sakit. Sebelum mereka ke rumah sakit, Raka meminta kepada kang Abdul selaku keamanan pesantren Ar-rofiq. Raka meminta jikalau santri putra ingin setor hafalan bisa di tunda dulu, atau bisa di gantikan terlebih dahulu.

“Umi, bangunin Abi ya?” pinta Raka tiba tiba melihat sosok umi nya di samping ranjang Abi nya.

“Umi selalu berusaha, sayang. Kamu harus kuat untuk menghadapi sifat adik mu yah nak?”

Tiba tiba mata kyai Riki terbuka perlahan, kyai Riki terkejut melihat di samping kiri nya ada sosok wanita yang memakai pakaian berwarna putih syar’i dan wajah nya tidak terlihat jelas karena wajah wanita itu hanya terlihat setengah.

“Umi!” pekik kyai Riki. Raka dan kang Dadang terkejut mendengar nya, sebelumnya Raka sudah tahu bahwa di samping nya ada umi nya yang tengah berjenguk.

“Sayang ini kamu kan? Ayo, kembali ke dunia ini sayang!”

“Maafin Abi yang belum bisa menjaga anak kita,” tangis Kyai Riki pecah hingga Raka dan kang Dadang tidak tahan menahan air mata yang akan turun membasahi pipi mereka.

“Iya ini aku, tapi, aku belum bisa balik ke dunia ini. Aku sudah berbeda dunia, sayang. Kamu tidak salah, hanya saja putra kita butuh hidayah. Semoga Hannan putra kesayangan umi akan mendapatkan hidayah.”

“Aku pamit dulu ke dunia aku, selamat tinggal.”

Sosok wanita yang berada di samping Riki sudah menghilang, kyai Riki yang tadi nya hendak memeluk di tahan oleh Raka—Putra nya. “Abi, Abi jangan nangis. Maafin Raka yah bi?” Raka memeluk Abi nya dengan erat.

Kyai Riki mengusap putra nya. “Anak Abi hebat, kamu jangan tinggalin Abi juga ya?” pinta kyai Riki. Raka mengangguk mengerti ucapan Abi nya. “Raka sayang Abi, Abi jangan terlalu banyak pikiran!”

“Abi kapan pulang Nak?” tanya kyai Riki dengan lesu.

“Tergantung kondisi Abi, kalau Abi masih trauma dan masih lemas, kemungkinan besok.” Jawab Raka dengan tatapan sendu.

“Bukan nya kamu ngajar Nak? Lalu, siapa yang menggantikan?” begini lah kalau Riki selalu menanyakan soal santri nya dan anak nya dari pada menanyakan kondisi nya sendiri.

DISINI AKU MAU MANGGIL RIKI PAKAI NAMA AJA YA, GA USAH PAKAI KYAI! KEK GIMANA YA😊☝️ KEK KASIHAN GITU, DAN MERASA GA ENAK😔🙏

Raka menatap ke arah Abi nya. “Abi, ga usah pikir santri lain dulu. Di sana ada kang Rahman, kemungkinan Raka sudah meminta pada beliau untuk ganti posisi Raka terlebih dahulu selama Abi di rumah sakit,” tutur Raka dengan lembut.

Allahuakbar... Allahuakbar....

Tak terasa, azan ashar sudah berkumandang. Riki dan kang Dadang berpamitan kepada Riki untuk mengambil air Wudhu sementara. Mereka melaksanakan shalat nya di ruangan Riki di rawat. Karena, Musholla di rumah sakit lumayan jauh di lantai 3. Dan, Riki di rawat nya di lantai 2. Jadi, jauh.

“Ya Allah, berikan lah hidayah untuk putra terakhir saya.”

**

Raka berpamitan kepada kang Dadang dan abi nya. Ia harus mengambil sebuah pakaian untuk Abi nya di rumah. Raka membawa mobil kesayangan keluarga Ndalem. Karena sudah lama diri nya tidak membawa mobil itu.

Setiba sampai di area pesantren, Raka melihat sosok adik nya yang tengah hendak kabur membawa motor CRL. Itu adalah motor milik Raka Hadiah pemberian Abi nya sejak berusia 17 tahun. Raka memberhentikan mobilnya ia menyamperin adiknya yang sudah mengebut motor CRL Raka. “HANNAN!” panggil Raka cukup keras.

Hannan menoleh ke arah siapa yang memanggil dirinya. Ia berbelok menyamperin Abang nya dengan wajah emosi. Ia yakin, Raka tidak mengizinkan membawa motor kesayangan nya. Hannan memberhentikan motor nya di samping mobil mereka. Hannan membuka helm nya yang berwarna hitam keabu-abuan itu. “Mau apa lagi Lo?”

“Motor kakak mau di bawa kemana?”

“Minjem bentar, mau tanding.”

Plis yah dek, Kakak mohon sama kamu! Tolong, jangan bersikap seperti tadi. Itu Abi kamu, Abi kita dek!”

“BASI!”

“Mending lo pulang deh, miris banget minta mohon sama gue, bye bye, gue mau tanding dan motor lo jadi lawanan nya.” Hannan segera mengambil helm nya. Menurut Hannan sia-sia jikalau bertemu dengan abang nya yang selalu miris meminta mohon kepada nya.

Raka mengacak rambut nya prustasi. “MOTOR UNTUK KULIAH KAKAK DEK, KAMU RELA GITU AJA? ITU HADIAH PEMBERIAN ABI! MESKIPUN ITU SEBENARNYA MOTOR UNTUK KITA BERDUA KENAPA KAMU MEMBAWA NYA UNTUK TANDING!”

“Motor Abang motor adik juga, jadi, gue bebas motor kesayangan lo ini jadi apa aja!”

“Dek, Kakak mohon sama kamu. Kamu boleh emosi, tapi jangan bawa Abi secara seperti tadi. Kamu boleh lukai kakak di mana saja yang penting jangan di rumah. Kamu ga malu? Pesantren kita di cap jelek?”

“Malas!” Hannan meninggalkan Raka sendiri. Saat ini Raka prustasi, motor untuk kuliah nya di bawa oleh adik nya. Bagaimana nanti saat Abi nya tahu? Karena itu motor impian Raka, dan Riki membeli nya katanya hadiah sudah bisa menjadi yang terbaik.

Maafin gue kak, gue egois.

**

HAPPY READING!!

Maaf ya kalau alur nya suka berantakan, karena kadang otak saya amburadul.

Nih saya double up sama cerita sebelah😊☝️

FAMILY AR-ROFIQ ||SQUEL DOSEN BUCIN||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang