BAB 29

44 4 0
                                    

Happy reading!!

**

Raka akan menjalankan di semester akhir, selama beberapa bulan ia menjalan kan KKN di salah satu kota yang cukup lumayan adem desa nya. Di kota bogor yang menjadi incaran mahasiswa mahasiswi di universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Beberapa bulan lagi ia akan menjalani yang namanya skripsi, karena hari ini tak ada jadwal kelas ia di suruh untuk mengurusi perusahaan milik almarhum kakek nya di daerah Bandung. Ia harus memesan grab untuk menuju ke Bandung selama dua hari lama nya. Ia juga harus butuh refreshing untuk menjauh dari tugas kuliah.

Sebenarnya mendapatkan cuti yaitu selama empat hari lamanya, sistem jadwal kuliah nya di ganti menjadi online karena zoom sementara itu, dosen nya juga sedang ada di luar negeri. Dosen pembimbing nya Raka tidak hadir jadi di ganti online.

Sebelum berangkat ia berpamitan terlebih dahulu kepada Abi nya dan juga adik nya itu. Raka tidak di izinkan untuk naik mobil ke Bandung, ia harus menaiki grab yang lumayan jaraknya jauh. Semua perusahaan di serahkan kepada Raka. Pria itu masih muda harus meneruskan perusahaan nya di saat tugas kuliah numpuk. Biasanya, pria seusia Raka mereka pada sibuk dengan memikirkan hal lain yaitu tugas, dan ada pula yang nikah. Tetapi beda dengan Raka yang sibuk dengan urusan perusahaan milik Abi nya dan juga milik almarhum kakek nya. Harusnya di serahkan kepada suami nya Abel —adik dari Abi nya. Namun, suami nya Abel bernama Arsha sedang di luar negeri mereka sedang jalan-jalan.

“Kamu sudah sarapan, nak?” tanya kyai Riki kepada putra nya.

“Alhamdulillah, udah, Bi. Kalau gitu Raka pamit dulu, ya? Doakan Raka semoga rapat di perusahaan milik almarhum kakek berjalan dengan lancar.”

“Abi selalu mendoakan kamu yang terbaik, nak.”

Raka berpamitan kepada Abi nya dan juga mencium pucuk tangan Abi nya itu dengan lembut. Ia harus menginap beberapa hari di Bandung, rapat nya mungkin sehari namun selebihnya ia harus butuh refreshing terlebih dahulu sebelum memulai skripsi yang bentar lagi akan mengejarnya.

Raka keluar dari halaman Ndalem ia berpapasan dengan Faris yang ternyata dia mau keluar pula. Raka pun menyapa Faris membuat Faris menoleh ke arah Raka. “Assalamualaikum, Gus.” Ucap nya dengan sopan seraya menundukkan kepalanya sebagai menghormati anak guru. Raka meminta Faris untuk tidak seperti itu, karena diri nya sama-sama manusia seperti mereka. Faris pun menurutinya walaupun awalnya menolak karena Raka meminta hal seperti itu.

“Waalaikumsalam, kamu mau ke mana, Ris?”

“Keluar, Gus. Mau refreshing dulu,”

“Ikut saya, yuk? Ke Bandung.” Ucapan Raka membuat Faris melirik ke arah Raka tak percaya. Raka mengajak diri nya untuk ke Bandung, jarak dari sini ke Bandung lumayan jauh lantas mengapa pria itu mengajak ke Bandung? Faris juga tahu kalau sahabatnya ini meneruskan perusahaan milik Abi nya dan juga almarhum kakek nya di tambah lagi mengurus pesantren.

“Gus?” tanya nya tak percaya.

“Mau tidak? Saya serius.”

“Maaf, gus. Lagian di pesantren tugas saya masih banyak banget,”

“Tidak apa-apa,”

“Maaf, Gus. Saya menolak lagi pula tugas saya banyak banget bahkan tidak bisa saya tinggalkan. Lain kali aja insya Allah sekalian sama Saiful dan yang lain nya.”

“Oke. Kalau begitu saya duluan, ya? Saya serahkan semua nya sama kamu. Kalau ada apa-apa jangan biarkan Abi memikirkan masalah tersebut. Saya tidak mau Abi kenapa-napa.”

Faris mengangguk kepalanya, ia sudah menjadi bagian dari pondok pesantren ini. Ia bersyukur karena selama tinggal di pondok pesantren Ar-Rofiq ia di jadikan sebagai keluarga mereka.

“Iya, Gus.”

“Assalamualaikum!”

“Waalaikumsalam.”

**

Raka sudah berada di bagian perusahaan milik almarhum kakek nya, ia akan menjalani yang nama nya rapat bersama perusahaan lain yang berasal dari negara Eropa. Sebelum ke perusahaan, tadi Raka sempat berada di sebuah apartemen. Ia akan menyewa apartemen sementara di daerah Bandung.

Daerah Bandung yang selalu ia impikan saat itu, saat usia nya menginjak empat belas tahun Raka meminta kepada kedua orang tua nya untuk tinggal di Bandung, namun mereka menolak. Entah kenapa tiba-tiba saat itu Raka ingin sekali tinggal di daerah Bandung.

Raka pun memulai acara rapat tersebut, setelah acara rapat selesai Raka berniat untuk makan siang bersama pihak perusahaan yang rapat bersama nya. Raka dan yang lain akan menuju restoran yang tak jauh dari perusahaan milik almarhum kakek nya.

Setiba sampai di restoran, Raka di sini paling muda. Selain nya mereka adalah paruh baya yang seusia Abi nya.

“Di sini, sejuk juga ya, Ka.” Ucap pak Budi salah satu perusahaan yang rapat bersama Raka.

“Iya, pak. Seperti nya saya ingin tinggal di sini juga,” jawab Raka.

“Siapa tahu kamu dapat istri orang Bandung, Nak. Nanti liburan di Bandung juga enak.”

Raka terkekeh pelan. “Pak Budi bisa aja.”
**

Di sekolah SMA XAVERIUS seorang remaja laki-laki yang sedang memesan makanan di warung belakang sekolah. Pria itu adalah Hannan. Yang dulu nya penampilan nya seperti tidak sopan sekarang menjadi sopan. Hannan tak seperti teman-teman yang lain yang suka merokok, ia pria yang sudah janji dengan Abi dan juga umi nya bahwa Hannan tidak akan merokok.
“Han, nanti pulang sekolah main yuk, lah!” ajak Mario yang duduk nya lumayan jauh dari Hannan.

“Gimana, ya? Gue nggak bakal bisa, Mar. Soalnya abang gue ke Bandung selama tiga hari, pondok pesantren juga harus gue. Abi kan lagi sakit,” jawab Hannan.

Dulu, jadwal main Hannan selalu sampai malam, namun sekarang saat Abi nya sedang sakit Hannan tidak berani keluar apalagi main bersama teman-teman nya. Ia tidak mau menjadi anak yang durhaka, pembangkang, dan susah di atur yang tak tahu waktu.

“Bang Raka ke Bandung? Cari cewek meuren,”

“Acara rapat, bego!”

“Abang lo bisa handle perusahaan, pondok pesantren, di tambah lagi dia lagi skripsi, hebat banget. Kenapa nggak di bagi dua aja sama lo, Nan?” kini yang bertanya Pascal yang tiba-tiba itu bergabung obrolan mereka.

“Gue bisa aja handle, bahkan gue selalu minta ke abang, ke Abi, namun mereka melarang gue untuk tidak mengurusi pondok pesantren dan perusahaan karena gue belum lulus. Meskipun banyak sekali CEO-CEO muda di aplikasi Wattpad gitu. Tapi mereka larang. Mereka meminta gue untuk fokus ke pendidikan dan untuk meraih di universitas impian gue.” Jelas Hannan.

Mereka sama-sama mengangguk kepala nya masing-masing karena paham. Mereka akui, meskipun Abi nya Hannan seorang duda namun tidak pernah mengeluh apalagi mengurusi anak-anak nya, santri-santri nya tanpa seorang istri. Namun Abi Hannan bersyukur karena memiliki ketiga anak yang bisa menyemangati nya.

Kring! Kring!

Suara bel masuk pun sudah berbunyi, Hannan menaruh uang nya di salip-salip gelas yang tadi ia mesan kopi susu. Hannan menyukai kopi susu karena menurut nya ada manis-manis nya gitu. Mereka pun ke kelas nya sama-sama. Pandangan Hannan tertuju kepada seorang perempuan berambut pirang dengan pipi chubby yang mirip dengan salah satu santri di pondok pesantren Ar-Rofiq.

Hannan langsung menundukkan kepala nya meskipun ia penasaran siapa wanita itu, kenapa bisa mirip dengan salah satu santri putri pondok pesantren Ar-Rofiq. Hannan langsung ke kelas, ia membuka buku pelajaran. Mengingat hari ini ada ulangan matematika ia buru-buru langsung belajar membuka buku pelajaran matematika. Berbeda dengan teman-temannya yang lain lebih memilih bermain ponsel tapi tidak belajar.
Perempuan tadi memang sudah Hannan tanya-tanya di dalam diri nya, namun ia tidak mau menjadi orang kepo yang ingin tahu orang lain.

“Cewek gue tadi lewat!” celetuk Pascal di samping Hannan.

Mereka pun menoleh ke arah Pascal dengan tatapan bingung. “Siapa cewek, lo?” tanya Mario dengan wajah terkejut. Tumben sekali teman nya yang satu ini bisa berpacaran? Entahlah.

“Tadi, yang anak baru itu.”

“HALU, LO!” teriak Mario yang sudah kesal.

“Nama nya Nayla. Dia kelas sebelah. Katanya dia pintar, dan juga akan ikut lomba olimpiade matematika sekabupaten.”

“Serius lo?” tanya Hannan.

Kenapa Hannan bertanya? Sebab diri nya juga nanti akan mengikuti lomba olimpiade matematika sekabupaten karena di suruh oleh kepala sekolah SMA XAVERIUS. Awalnya Hannan menolak, namun di sini hanya dirinya yang pintar. Awal nya pun sebelum nya yaitu Zeline salah satu siswi yang terpintar di SMA XAVERIUS kelas 12 namun dia menolak sebab akan ada acara lain.

“Jadi, dia yang akan ikut lomba itu? Saingan nya berat! Tapi, gapapa. Itung-itung gue bisa deketin dia. Gue pengen tahu!” Hannan penasaran dengan siswi bernama Nayla itu, wajah nya yang mirip dengan Kayla —salah satu santri putri pondok pesantren Ar-Rofiq.

Hannan langsung menghampiri siswi tersebut, karena ia sudah mendapatkan informasi dari WhatsApp untuk ke ruangan guru bersama Nayla. Sebelum Hannan pergi, Hannan berpamitan kepada teman-teman nya untuk menghampiri siswi bernama Nayla itu.

“Assalamualaikum,” sapa Hannan dengan sopan kepada Nayla. Siswi-siswi yang melihat itu terkejut, bagaimana bisa seorang Hannan menghampiri seorang perempuan cantik seperti Nayla. Udah cantik pintar pula, bahkan bakat nya pun sudah terkenal di sekolah SMA XAVERIUS ini.

“Waalaikumsalam.” Jawab siswi itu.

“Nama lo Nayla, kan? Yang nanti ikut lomba olimpiade matematika itu? Kenalin gue Hannan, kita sama-sama perwakilan untuk olimpiade itu.” Hannan tidak berjabat tangan, ia hanya mengucap seperti itu dengan wajah datar nya. Hannan masih tahu perbatasan antara seorang perempuan dan seorang laki-laki yang bukan mahram nya.

**

1 April 2023

FAMILY AR-ROFIQ ||SQUEL DOSEN BUCIN||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang