Pada komen napa :)
-
Cindy dengan susah payah berjalan mendekati sofa yang ada di ruang tengah rumah Jinan. Ia masih tidak menyangka dengan apa yang ia dengar barusan. Pengakuan Gita dan kebenaran yang selalu tersembunyi darinya membuat pikiran Cindy tak karuan.
Ingin sekali ia menangis dan berteriak sejadi-jadinya, tapi ia masih ingat dimana sekarang ia berada. Lagipula, Gita masih disini, Cindy tidak tahu harus memerdekakan emosinya atau kasih sayangnya pada Gita yang sudah ia anggap sebagai adik itu.
Kepalanya terasa pusing, napasnya berat tercekat. Cindy sangat kalut.
Dug
Sebotol air mineral berukuran satu liter terletak di depan Cindy. Jinan datang dan menyuruhnya untuk minum terlebih dahulu. Gadis itu duduk di single sofa yang ada di samping Cindy, rasanya masih enggan berdekatan dengan gadis itu.
Mata Cindy menatap Jinan penuh selidik, ia tak tahu pikiran apa yang kini sedang mendominasi gadis itu. Ia selalu tidak tahu jalan pikiran Jinan karena memang ia sulit untuk ditebak.
Melihat keraguan di mata Cindy membuat Jinan memutar bola matanya, "minum, ga aku kasih racun, tenang aja. Masih segel."
Gadis berambut kecokelatan itu lantas menurut dan membuka tutup botol lantas meminumnya sampai hampir sepertiga habis. Kelihatannya ia sangat lelah dengan semua ini, nampak sekali dari raut di wajahnya. Jinan merasa kasihan tapi lukanya masih terbuka, seakan ada benci yang menutupi perasaan hangat antara dirinya dan Cindy sekarang.
"Sementara kamu disini, aku mau kamu cerita." Jinan melempar sebuah jurnal di meja dan tepat jatuh disamping botol air minum itu. Cindy memandanginya dengan bingung, diamnya masih meminta Jinan untuk menjelaskan lebih lanjut.
"Aku nemu ini, punya Kak Viny," ucap Jinan. Cindy yang mendengar nama Viny langsung melihat ke arahnya dengan serius.
"Entah kenapa Kak Viny bisa sampe punya dua jurnal, yang satu isinya tentang proyeknya dan keluarga di rumah ini, Ci Shani, Ci Gre, aku, dan adik-adikku." Dengan santai Jinan bercerita namun matanya masih melihat ke arah lain, tetap tak ingin menatap Cindy.
Telunjuk Jinan menunjuk ke benda itu, "tapi jurnal ini, isinya tentang kalian. Nama Gita dan nama kamu sering disebut disini."
Cindy masih belum dapat menerka maksud gadis yang rambutnya terurai itu tentang semua ini, tapi Jinan lantas menyilangkan kakinya dan dengan santai meletakkan tangan di samping sofa. Barulah saat itu, Jinan dengan dingin menatap mata kecokelatan Cindy.
"Ceritakan hubunganmu dengan mereka. Dengan Kak Beby, Kak Viny, Kak Ve, Kak Kinal, dan Kak Lidya."
* * *
Cindy langsung berlari melintasi lantai kayu mansion dengan riang ketika mendengar Beby datang. Ia langsung menghentikan latihannya dengan Celine untuk bertemu gadis yang sudah dua bulan ini tidak ia temui.
Ketika sampai di area utama mansion, senyum Cindy semakin merekah ketika melihat beberapa gadis tengah duduk di sofa sambil minum dan makan camilan.
"Oit! Anak nakal! Sini kamu," teriak seorang gadis yang pertama kali melihat kedatangan Cindy. Gadis 15 tahun itu langsung berlari mendekat ke arah mereka tapi tidak mengindahkan ajakan gadis tadi, justru ia memeluk seorang gadis yang duduk di dekat Shania.
"Heh! Dibilangin suruh kesini malah ngedempet Beby, sini! Gue bawain martabak, nih!"
"Gamau, Kak Lidya jahat, wlee!" Cindy memeletkan lidahnya keluar untuk mengejek Lidya. Membuat gadis itu kesal padanya. Sementara Beby yang melihat pertengkaran itu hanya tersenyum, hal ini selalu saja terjadi diantara keduanya.
"Beby mau nginep disini, kan?" tanya Cindy.
"Kagak, Beby pulang sama gue." Lidya menyahuti pertanyaan yang bukan untuknya itu. Cindy lantas menatapnya dengan tajam karena kesal, lagi lagi Lidya, Lidya lagi Lidya lagi.
"Iya, Beby nginep sini tapi tidur sama Mom." Shania menatap Cindy dengan penuh rasa menang. Sudah biasa juga mereka berdua berebut Beby tapi gemasnya tidak habis-habis, bahkan Veranda yang duduk tak jauh dari mereka tersenyum melihat drama yang berlangsung di depannya.
"Ih, kok sama Mom, sih?! Cindy mau tidur sama Beby."
Meski perbedaan usia mereka hanya 12 tahun, tapi Shania membolehkan Cindy menganggapnya sebagai ibu. Alasannya? Saat Shania menemukan Cindy 5 tahun lalu, Cindy menangis di jalanan karena kehilangan ibunya. Dan sejak saat itu, Shania lah yang menjaga Cindy sampai satu persatu ia menemukan anak-anak lain yang memerlukan pertolongan.
"Kamu bawa siapa lagi, Beb?" Shania menelisik pada seorang gadis yang bersembunyi di belakang Cindy. Baju mereka basah kuyup di jam 11 malam, tentu bukan hal yang biasa terjadi.
"Nju, dia tadi anak jalanan aku lihat lagi dihajar anak lain." Shania menelisik, ia lantas menyuruh Cindy untuk masuk bersama gadis itu agar ia bisa berbicara dengan Beby berdua.
"Cindy yang minta aku bawa gadis itu, Nju. Mungkin dia ngerasa kasihan sama dia jadi--"
"Beb, kan sudah aku bilang jangan bawa pulang anak lagi. Kita udah kehabisan tempat."
"Akan kubuatkan kamar dari gudang bekas di belakang mansion, Nju. Terima dia, ya? Cindy yang minta, bukan aku." Beby memohon pada agar Shania mau menerima anak dengan baju compang-camping itu. Tapi kesepakatannya dengan Beby untuk tidak membawa anak jalanan ke rumah lagi cukup membuat Shania berpikir.
"Kenapa ga kamu bawa ke rumah kamu? Disana masih banyak tempat untuknya, kan?" tanya Shania.
Beby menggeleng untuk menjawab, "Nju, kamu tahu Viny sama Kak Ve itu gila. Dia bisa pakai anak yang gatau apa-apa itu buat eksperimennya."
Melihat retina mata Beby yang bergetar membuat Shania berpikir bahwa bukan itu yang sebenarnya Beby takutkan. Ia tahu ada hal lain yang membuatnya khawatir sejak dua tahun terakhir ini.
"Kamu takut orang itu kembali, kan, Beb?" tanya Shania.
Beby diam sejenak namun kemudian ia mengangguk, "anak ini bisa bertarung, Nju. Kita bisa nyempurnain dia buat jaga anak-anak yang lain."
Shania langsung memegangi pelipisnya yang terasa pusing tiba-tiba. Pandangannya berpindah ke arah lain dan enggan menatap Beby.
"Di rumah ada Jinan yang bakal jaga anak-anak. Tapi disini kekuatan bertarung Celine dan Cindy belum cukup untuk melindungi yang lain."
"Cukup, Beb. Kamu cuma ga percaya sama kekuatan mereka. Yang kamu banggain cuma Jinan, Jinan, dan selalu Jinan. Kamu bahkan gamau tau kemajuan Cindy."
"Ga gitu, Nju, aku sayang juga sama Cindy. Dan justru karena aku sayang sama mereka, aku yakin Gita bakal ngelindungin Cindy."
Air mata Cindy tanpa sadar mengalir mengingat kejadian malam itu. Malam dimana pertama kali ia melihat seorang gadis bertahan hidup di jalanan yang keras dengan bertarung, gadis yang dipaksa dewasa oleh keadaan, gadis yang ia lihat keren ketika pertama kali bertemu dengannya.
"Mereka percaya sama Gita. Tapi pada akhirnya malah Gita yang membunuh mereka."
To be continue...

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐕𝐚𝐥𝐤𝐲𝐫𝐢𝐞
ФанфикPembalasan dendam akan datang pada saat era baru. Dua kubu yang saling berseberangan harus membunuh terlebih dahulu sebelum mereka terbunuh. Jatuh cinta, tidak ada dalam pilihan. Tapi pemberontak akan selalu ada. Another JKT48 story. gxg HeroesLeg...