12

516 69 4
                                    

If we go down, then we go down together.

* * *

Gracia berdiri dengan tangan kanan yang memegang pistol dan tangan satunya menahan Shani agar berdiri di belakangnya. Kedua gadis itu tadinya sudah bersiap untuk tidur sebelum seseorang tiba-tiba masuk ke kamar mereka secara paksa dengan memecah kaca jendela.

"Siapa lo?!" tanya Gracia dengan nada sengit. Orang itu tidak menjawab Gracia sama sekali, membuat mereka semakin marah.

Tangan Shani di belakang tubuhnya diam-diam mengambil pistol yang ada di laci dengan perlahan. Intruder itu memegang pegangan pada pedang yang masih bersembunyi di dalam sarungnya. Shani berpikir ia dan Gracia diuntungkan dalam posisi ini karena dengan sekali tembakan dari mereka, orang ini bisa terbunuh. Berbeda dengan sang pengacau yang harus mendekat untuk mengalahkan mereka.

"Gue tanya, siapa lo?! Siapa yang nyuruh lo kesini?!" tanya Gracia lagi. Gadis itu langsung menodongkan senjata lebih dekat ke arah orang berbaju hitam dengan masker dan topi itu. Rambutnya panjang, tubuhnya tinggi. Dan satu hal yang Shani sadari adalah gadis itu memakai gelang berwarna putih di pergelangan tangan kirinya.

"Ge, gelang itu," bisik Shani pada Gracia.

Mata Gracia langsung melihat ke tangan kiri orang itu, dan tiba-tiba pandangannya berputar.

Ia melesat secepat waktu dan tiba-tiba berhenti di sebuah tempat yang sepertinya ia pernah datangi sebelumnya. Matanya memicing, ia melihat samar-samar beberapa orang yang berdiri di sebuah halaman belakang sebuah rumah. Dari punggung dan rambut belakang mereka, Gracia kenal betul pada orang-orang ini.

"Kak Ve?" Tangan Gracia terulur untuk meraih tangan Veranda yang tiba-tiba berjalan maju mengikuti gadis yang lain pergi dari halaman itu. Mereka terlihat senang ketika ada dua orang datang, seorang pria paruh baya yang nampak tegas, Kinal memberi sebuah jabat tangan yang erat dan pelukan terhormat padanya. Begitu pula dengan Lidya, Veranda, Beby, dan Viny.

"Mereka ada disini, itu berarti... Ini adalah malam mereka terbunuh."

Waktu kembali dipercepat, Gracia melihat Kinal dan semua kakaknya tergeletak di tanah dengan bersimbah darah.

"K-kak!" Gracia melihat seorang berbaju hitam, orang yang tadi bersama pria tegas itu, berdiri di depan Kinal dengan sebuah pedang yang sudah ia hunus ke udara dan siap membunuh Kinal saat itu juga.

"Apa yang... kamu lakukan??" tanya Kinal, suaranya terdengar sangat lirih dan setelahnya ia terbatuk dengan darah yang ikut keluar dari mulutnya.

"Saya hanya mengikuti perintah, maafkan Saya, Kak Kinal."

Kinal menggeleng, ia meneteskan air mata saat menyadari orang-orang yang ia kasihi sekarang sudah tewas, bahkan Veranda. Dan yang lebih menyakitkan adalah mereka tewas di tangan orang yang mereka kasihi.

"Kamu sudah salah mengikuti perintah, G-Gita--"

Jleb!

"Ahhh!! Ci!!"

"Ge?! Ge kamu gapapa, Ge?!" Shani langsung ikut berjongkok ketika melihat Gracia tiba-tiba jatuh ke lantai. Gadis itu memegangi kepalanya yang terasa sangat berdenyut, seluruh badannya dipenuhi keringat dingin. Tentu Shani khawatir dengan keadaan gadis itu.

"Ge?"

Gracia menghela napasnya yang terasa tercekat, namun tanpa keduanya sadari, gadis asing tadi mendekat ke arah mereka.

"Ini adalah akhirnya, akhir dari kisah Shani dan Gracia, si Adik Kesayangan," ucap gadis itu, suaranya berat dan Gracia pastikan ia adalah orang yang sama di penglihatannya tadi.

Tidak biasanya Gracia bisa melihat ke masa lalu, tapi entah kenapa saat ia melihat gelang putih itu tiba-tiba sesuatu menariknya untuk melihat kesana.

Gracia mendongak, gadis tadi sudah menghunuskan pedang ke udara dan bersiap menghabisi Shani dan dirinya.

"Lo!" Telunjuk Gracia menunjuk tepat ke wajah gadis itu, "Lo yang bunuh Kak Kinal!"

Shani langsung menatap Gracia dengan mata yang bertanya-tanya, awalnya ia pikir orang ini adalah pembunuh Ayah angkat Freya. Tapi kenapa tiba-tiba Gracia menuduhnya sebagai pembunuh Kinal?

"Ci, aku barusan liat dia bunuh Kak Kinal! Dia yang bunuh kakak-kakak kita malam itu!"

Di balik maskernya, gadis itu tersenyum.

"Bagus, tapi sayang, sudah waktunya kalian pergi dan tidak bisa berbicara lagi."

"You wish!"

Bugh!!

Gracia langsung meninju perut gadis itu dan membuatnya mundur beberapa langkah. Ia langsung bangkit dan berusaha melawannya. Dengan bela diri yang ia pelajari dari Lidya, Gracia berhasil membuatnya terjatuh. Namun itu tidak cukup untuk mengalahkannya, Gracia menerima sebuah tendangan yang keras di perutnya dan tentu tubuhnya langsung terjengkal ke lantai.

"Ge!" Shani berlari mendekati Gracia, tapi tak memerlukan waktu yang lama untuk sang gadis asing mendekat ke arah mereka dan kembali menghunuskan pedang ke udara.

"Lo ga mikirin ucapan Kak Kinal, hah? Gita?! Lo ada di pihak yang salah!" teriak Gracia. Mata Shani membulat mendengar nama Gita disebut. Ia tahu nama itu dari Viny. Ia yang dulu menangis karena Freya pergi langsung ditenangkan olehnya, Viny bilang Freya akan baik-baik saja karena ada gadis kuat bernama Gita yang akan melindungi Freya. Tidak ia sangka, Shani akan bertemu Gita, dan menjadi malaikat mautnya sekarang.

"Persetan dengan mereka. Saya hanya menuruti perintah. Now, any last words?"

Tangan Shani memegangi tangan Gracia dengan erat. Ia menatap gadis itu dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa menyesal karena tidak bisa melindungi mereka di saat-saat seperti ini. Yang Shani tahu hanya berpikir, tidak bertengkar dan adu fisik, ia hanya mengutamakan logika bukan emosi. Dan sekarang ia merasa sangat bersalah, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri untuk ini.

"It's okay, Ci. Ini sudah waktunya. Kita bisa nyusul Kakak-kakak yang lain," ucap Gracia lirih. Efek tendangan gadis itu di perutnya ternyata tidak main-main, darah tiba-tiba keluar dari mulut Gracia, pertanda ada pendarahan di pencernaannya.

"Ge, maafin aku. Aku--" Shani menangis.

"Hei, jangan nangis, Ci. Kita percaya sama Jinan, ya?"

* * *

Dengan membabi buta Adel dan Zee menghajar dua gadis yang kini sudah tergeletak di tanah. Tidak perlu waktu lama untuk keduanya melumpuhkan mereka. Meski gaya kungfu mereka cukup bagus, Adel akui. Tapi itu bukan tandingannya.

"Siapa bos lo?!" Zee menarik rambut panjang salah seorang diantara mereka dan membuka masker yang ia gunakan. Memperlihatkan wajah oriental seorang gadis dengan mole yang cukup mencolok di bawah mata kanannya.

"Percuma, dia ga bakal jawab," ucap Dey yang sejak tadi hanya melihat bersama Jinan.

Tanpa mereka sadari, suara dari earpiece yang terhubung di telinga gadis oriental itu terdengar.

"Fio, Niel, kalian mundur. Misi sukses, Gita udah berhasil."

To be continue...

𝐕𝐚𝐥𝐤𝐲𝐫𝐢𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang