18

539 83 21
                                    

Gadis itu menggeram dalam hati karena merasa kehilangan tatap teduh Jinan yang selama ini ia terima. Sekarang hanyalah tatap dingin nan sengit menatap tajam padanya. Tapi ia juga tidak bisa menghindari rasa geram di hatinya saat melihat Jinan, gadis itu yang menjadi incarannya selama ini. Alasan dibalik latihannya yang kejam, alasan dibalik amarah Mommy-nya yang selalu ia terima, ambisinya untuk jadi lebih kuat karena ingin mengalahkan orang yang ternyata adalah Jinan. Her Ice Cold Princess.

"Mau apa kesini?" tanyanya dingin. Jinan sama sekali tak membiarkan senyum atau sorot mata cerahnya bersinar pada Cindy. Gadis yang selama ini menjadi penghangat hatinya, bahkan ketika ia berada di titik terendah hidup, Cindy ada disana.

"Aku mau ketemu Gita."

"Apa urusanmu? She's mine now, you don't have a right to--"

"My mom just died! Dan Gita yang terakhir liat dia hidup! She must be know something!" Cindy tak lagi menahan emosi dan meluapkannya begitu saja pada Jinan. Tangan kirinya mengepal erat pada tongkat kruk yang sekarang membantunya berjalan karena luka bakar itu masih terasa perih jika memakai kaki palsu.

Mata Jinan tidak berubah, ia memandang datar pada Cindy yang kini berdiri di tengah lapangan basket bersamanya.

"My entire family dead, too. Dan kamu, juga Gita, tahu itu, tapi kamu tidak memberitahuku sama sekali," balas Jinan.

"Please."

Cindy merendahkan harga dirinya di depan Jinan kali ini, ia memohon hanya untuk dipertemukan dengan Gita. Gadis itu, ia bahkan menunduk untuk menahan tangis karena mengingat bagaimana Mommy-nya meninggal.

"Kalau Gita berada di balik kematian Mommy, aku bersumpah akan membiarkannya mati di tanganmu."

Jinan melipat kedua tangannya di depan dada ketika mendengar itu, "well, i'm not gonna let her die just like that."

* * *

Disinilah Cindy sekarang. Berdiri dengan canggung di depan Gita dengan gadis-gadis yang menodongkan pistol ke arahnya. Di sampingnya ada Jinan yang juga menatap Gita duduk di kursi dengan kaki dan tangan terikat.

"Jadi kamu suntikin anti serum ke dia?" tanya Cindy. Jinan mengangguk membenarkan. Gita masih saja meraung terisak dengan air mata yang tak kunjung berhenti mengalir.

"Dia menangis selama 14 jam," ucap Jinan.

"I'm sorry, Kak Beby..."

"I killed them!"

"Kak Ve..."

"I'm sorry!"

Dengan heran Cindy menatap Jinan, ia tidak biasanya melihat Gita menangis, bahkan tidak pernah. Gadis itu selalu bersikap dingin meski keadaan tengah kacau balau. Dan baru kali ini, ia melihat Gita menangis.

"Dia tidak sadar dengan apa yang ia lakukan selama ini. Bahkan mungkin selama 3 tahun ia tidak mengenal dirinya sendiri," ucap Jinan.

Chika tetap was-was dengan dua twin glock ia acungkan pada kepala belakang Cindy. Mungkin saja mereka belum sadar dengan keadaan gadis itu yang tidak mungkin melawan hanya dengan satu kaki. Tapi Cindy sendiri tidak mempermasalahkan, yang penting ia bisa bertemu dengan Gita.

"Anti-serum itu mengembalikan pikiran dan tubuhnya seperti semula. Dan sekarang tidak ada yang mempengaruhi pikirannya lagi."

Gadis itu justru semakin menangis karena melihat ia dikerumuni gadis-gadis yang selalu ia lawan. Bahkan kini di depannya ada Jinan dan Cindy. Ia banyak mendengar nama Jinan dari Kinal dan Viny, ia tahu kemampuannya dalam memimpin dan sekarang Jinan berada di depannya. Sementara Cindy adalah gadis yang paling ia hormati karena selama ini Cindy lah yang selalu menjaganya. Dari kecil, saat ia berada di jalanan, bahkan Cindy lah yang memungutnya.

𝐕𝐚𝐥𝐤𝐲𝐫𝐢𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang