"Ga mau banget deketan sama aku?"
Dengan tatapan mata menelisik, Cindy melihat Jinan yang sejak tadi duduk di frame jendela besar di kamar. Sementara gadis itu sudah siap di kasur dengan selimut menutupi setengah badannya.
Ya, Cindy tidur dengan Jinan karena kamar kosong yang lain sudah dipakai.
Jinan tidak menghiraukan untuk sekedar menoleh dan menatap Cindy. Ia tetap memandang keluar jendela dimana hujan sejak tadi turun dengan derasnya.
Sepertinya Cindy tidak ada pilihan lain, ia harus berbicara pada Jinan untuk meluruskan semua ini. Meski Gita dan dirinya dulu membenci Jinan, tapi itu semua karena salah sangka semata. Entah akan berhasil atau tidak, tapi Cindy rasa tak ada salahnya juga untuk mencoba.
Dengan susah pahah, Cindy bangun dan mencoba meraih tongkatnya sebelum akhirnya ia berjalan mendekat ke arah Jinan dan ikut duduk di frame jendela dengannya. Tentu ia menjaga jarak karena tahu gadis itu masih merasa risih dengan kehadiran sosoknya disini.
"I think we need to talk, Nan." Cindy memulai pembicaraan dengan nada suara yang dalam. Memggambarkan dirinya tengah serius.
"Aku rasa aku tidak akan pernah terbiasa dengan semua ini," jawab Jinan langsung. Cindy menatapnya dan ada rasa lega karena akhirnya Jinan mau membalas.
"Tentang?"
"Ya semuanya. Terutama mendengarmu memanggil namaku."
Benar juga, Cindy juga masih merasa kaku ketika harus memanggil nama Jinan dalam setiap percakapan mereka.
"So, you like me to call you The Ice Cold Princess? Di depan adik-adikmu juga?" Cindy menyunggingkan senyum saat melihat Jinan, berharap gadis itu mengalihkan perhatian dari jendela dan memandanginya.
"Jangan."
Sepertinya julukan The Ice Cold Princess sangat cocok dengan Jinan. Apalagi Cindy baru melihat sisi dingin Jinan yang benar-benar dingin seperti ini. Mungkin juga akan lebih sulit berbicara padanya ketika seperti ini, biasanya, dulu saat Jinan sedih dan mereka bertemu di lapangan basket, Cindy akan mendengarkan keluhnya dan berakhir memeluk gadis itu. Tapi sekarang, seperti meraih bulan saja ia hanya untuk berbicara dengan Jinan.
"Sebenci itu kamu sama aku?" tanya Cindy, ia lantas berdiri dan berjalan dua langkah menjauhi Jinan. Mata gadis yang masih duduk itu akhirnya menatap punggung Cindy, "kalau kamu mau, ayo tangkap Freya. Setelah aku lihat dia mati, kamu bisa bunuh aku, Nan."
* * *
Jinan berdiri dengan tenang di kamar Shani yang jendelanya langsung menghadap ke taman belakang. Entah bagaimana caranya tapi berdiam diri di kamar Shani dan Gracia sudah menjadi ritualnya untuk sekedar menenangkan diri.
Dulu, ketika ia datang pasti disambut senyum oleh dua gadis itu. Tapi sekarang hanya sepi yang menemaninya.
Di bawah sana para gadis tengah melakukan sesi latihan bersama untuk adaptasi satu sama lain. Jinan tidak ada pilihan selain bergabung dengan tim Cindy untuk melawan Freya. Gadis itu tahu banyak tentang hal-hal yang ia tidak tahu, sedangkan Cindy juga berpikir bahwa tim Valkyrie Jinan bisa melumpuhkan lawan dengan mudah.
Dengan kecerdikan tim Cindy dan kekuatan tim Jinan, mereka bisa menghancurkan Freya.
Tapi apakah semudah itu?
Jawabannya; tidak.
Yang sejak tadi Jinan lihat hanya pertengkaran diantara gadis-gadis yang seharusnya belajar bekerja sama. Mereka bahkan tak segan untuk saling melukai satu sama lain.
"Ya kalau lo mau ngajarin berantem tuh yang bener, jangan malah lukain gue!" Adel mengusap sudut bibirnya yang terasa perih karena pukulan Oniel terlalu kuat. Ada darah juga yang keluar dari sana.
"Kena ga?" tanya Oniel dengan ketus. Mata Adel membulat karena tak percaya, ia tidak tahu kalau gadis ini buta apa bagaima, "kena ga Saya tanya? Engga, kan? Gausah lemah gitu."
"Lo ga liat ni bibir gue berdarah?! Gimana bisa ga kena tapi berdarah, anjing?!" Adel naik pitam, ia menatap Oniel dengan tatapan garang sambil berdiri dari duduknya. Adel menghunus twin swords dari balik punggungnya dan melempar salah satu untuk Oniel.
"Pilihan yang buruk buat ngasih Oniel pedang," gumam Fiony. Ia kini tengah duduk diatas perut Zee yang sudah pasti kalah melawannya, "oi! Minggir! Gue ga bisa napas!" keluh Zee pada gadis itu.
Sementara Chika yang tengah bertarung serius dengan Celine tidak mempedulikan apapun. Gadis ini adalah gadis yang melawannya waktu di distrik terakhir kali, dan Chika ingin belajar bertarung dengan hebat sepertinya. Tentu dengan senang hati Celine mau mengajari Chika, gadis itu tidak seperti yang lain, dengan rendah hati ia mau berteman dengan gadis-gadis disini.
"It looks like Gita got a new hobby, Kath." Cindy duduk di bangku taman bersama Kathrina yang entah kenapa sedang malas untuk bergerak. Mata keduanya lurus menatap Gita yang tengah duduk di bawah pohon mangga bersama Dey dan Marsha. Mereka tengah melihat bagaimana Dey menumbuhkan tanaman dan berbicara pada beberapa semut, sepertinya Gita tertarik dengan kekuatan gadis itu sampai-sampai ia tersenyum hanya karena mendengar cerita sang semut dari Dey.
"She melted, hanya karena semut," gumam Kathrina.
Sementara itu, Ara berdiri di belakang Jinan yang masih diam di kamar Shani.
"It was her, right?" tanya Ara. Dia melangkah beberapa kali ke depan sampai tubuhnya berada sejajar dengan Jinan.
Gadis itu diam, tidak ingin menjawab Ara karena tidak tahu harus menjawab apa.
"Orang yang membuat Kak Jinan bertanya tentang jatuh cinta waktu itu, adalah dia." Mata Ara merujuk pada Cindy yang masih duduk bersama Kathrina di bawah sana. Jinan tahu maksud Ara, hanya saja ia tidak tahu tentang perasaannya sendiri.
Apa benar ia mencintai gadis itu? Gadis yang sudah menaruh dendam padanya selama bertahun-tahun tanpa bertemu. Cindy, yang dulu selalu membenci nama Jinan.
* * *
"Mereka masih di titik yang sama selama dua hari ini, Fre." Seorang gadis dengan jaket denim kehitaman menatap Freya yang duduk santai di sebuah sofa. Ia menatap tablet yang gadis itu berikan dan melihat titik-titik merah itu masih ada di koordinat yang sama.
"Menurutmu kemungkinan apa yang terjadi disini, Christy?" tanya Freya.
Gadis bernama Christy itu lantas menyandarkan punggung sebelum akhirnya memberi beberapa opini pada Freya.
"Satu, tim Kak Cindy berhasil melumpuhkan Valkyrie dan mengambil alih rumah mereka. Dua, sebaliknya, Valkyrie menangkap tim Kak Cindy dan menyandera mereka di rumah."
Gadis itu mengangguk, ia tidak tahu bagaimana bisa mereka berada di satu koordinat yang sama setelah mansion meledak dan menewaskan Shania.
"Tapi kemungkinan ketiga muncul di pikiran gue, Fre. Yakni Gita sudah berhasil membunuh mereka semua."
Freya tersenyum miring mendengar ucapan Christy barusan. Gadis itu kemudian berdiri dan menatap Christy dengan serius, "well, untuk mengetahuinya hanya ada satu cara. Kita ke downtown untuk berkunjung."
Christy ikut berdiri dan perasaannya terasa senang karena pada akhirnya Freya mengajaknya untuk keluar kota bahkan pergi ke downtown. Tempat liar yang selalu ingin ia kunjungi, kota kepemilikan Jinan dan Cindy.
To be continue...

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐕𝐚𝐥𝐤𝐲𝐫𝐢𝐞
FanfictionPembalasan dendam akan datang pada saat era baru. Dua kubu yang saling berseberangan harus membunuh terlebih dahulu sebelum mereka terbunuh. Jatuh cinta, tidak ada dalam pilihan. Tapi pemberontak akan selalu ada. Another JKT48 story. gxg HeroesLeg...