14

498 66 0
                                    

Keesokan harinya, mereka semua berkumpul di depan jajaran batu nisan dimana orang-orang yang mereka kasihi disemayamkan. Dengan pakaian serba hitam, Jinan memberi penghormatan terakhir sebelum ia pamit pergi dengan yang lain. Setiap sore selama dua minggu ini Jinan selalu menyempatkan untuk datang ke pemakaman dan berdo'a untuk kakak-kakaknya. Tak jarang juga ia mengobrol panjang lebar dan tentunya, menangis.

Tapi hari ini adik-adiknya mengikuti Jinan dan jadilah mereka datang bersama kesini. Jinan lantas pergi terlebih dahulu meninggalkan yang lain, mereka sepertinya masih ingin disini.

Marsha, Adel, Ara, dan Chika duduk disamping makam Gracia, sementara sisanya berada disamping makam Shani. Makam kakak mereka yang lain sudah rapi dengan taburan bunga diatasnya, dan sekarang mereka ingin menaburkan hal yang sama di dua makam yang tersisa.

Tidak ada percakapan yang terjadi diantara mereka. Hanya sendu dan duka yang menguap dan menyelimuti suasana sore itu.

Marsha bahkan menangis, ia menatap batu nisan Gracia dengan tangan yang mengusap-usap permukaannya secara perlahan. Tapi saat itu juga, Marsha tiba-tiba duduk di sudut kamar Gracia dan Shani. Matanya melihat dua gadis itu tengah bertengkar akan sesuatu, yang ia dengar hanya mereka menyebut-nyebut nama Jinan.

"Ci--"

Sreeetttt

Napas Marsha tercekat saat ia tiba-tiba berpindah, bukan di kamar Gracia dan Shani lagi tapi di lapangan basket yang sepi. Ia lantas berjalan ke sekeliling dan berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tak lama datanglah Jinan dengan tubuh yang terbalut jaket. Jalannya sedikit lambat, dan Marsha tebak ini adalah hari dimana ia bangun dari koma. Dimana Jinan terluka di perut dan harus dijahit.

Tapi ternyata Jinan tidak sendiri, ia melihat seorang gadis lain yang nampak tersenyum senang melihat Jinan datang. Waktu kemudian menjadi berjalan dua kali lebih cepat, dan dalam keadaan itu Marsha bisa melihat bagaimana Jinan yang jahitannya terbuka lantas diobati oleh gadis itu.

Ketika Jinan pulang dan gadis itu pergi, Marsha kemudian mengikutinya. Ia berjalan di belakang sang gadis asing namun di tengah jalan ia seperti menerima sebuah telepon dan mengangkatnya sambil berjalan.

"Aku masih jauh dari rumah, kalian siapin dulu semua. Minta bantuan Gita juga."

"Aahh!!!"

Ashel yang duduk disamping Marsha langsung terkejut karena gadis itu tiba-tiba terpental ke belakang sampai terbentur pada makam Lidya. Sontak Ashel membantu Marsha berdiri, apalagi ia nampak kesakitan sekarang.

"Cha, lo gapapa?" tanya Zee. Ia panik dan langsung berjalan memutari makam Shani dan menuju ke arah sang gadis. Marsha menggeleng untuk menjawabnya, ia lantas menatap makam Gracia dengan tatapan sendu, "Ci Gre..."

"Marsha, lo beneran gapapa?" Kali ini Chika yang bertanya. Seluruh gadis disana benar-benar khawatir, takut Marsha kesurupan.

"Gue gapapa. Tapi barusan gatau gimana gue bisa ngeliat masa lalu. Sama kaya Ci Gre," ucapnya. Sontak seluruh gadis yang ada disana terkejut, apalagi sebelumnya Marsha tidak memiliki kekuatan semacam itu.

"Maksud lo, Cha? Lo dapet penglihatan kaya Ci Gre dulu?" tanya Ara. Marsha mengangguk dan menatap mereka satu persatu, "gue juga gatau gimana caranya, tapi kita harus segera ketemu Kak Jinan. Ada yang harus gue bicarain sama dia."

Marsha kemudian berjalan mendahului gadis-gadis yang lain. Kini mereka semakin penasaran tentang apa yang terjadi pada gadis itu.

"Cha, tunggu! Maksud lo gimana?! Lo liat apa, anjir?!" Adel sungguh tidak sabar, ia berjalan melewati makam-makam disana untuk menyusul Marsha yang sudah berlari keluar dari area itu.

𝐕𝐚𝐥𝐤𝐲𝐫𝐢𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang