"Vin, lo ga bisa seenaknya gini, dong! Ini bahaya! Gimana kalau mereka kenapa-napa?!" Gadis dengan paras ayu itu sudah kesal dengan partnernya yang sejak tadi diam. Jaket lusuh yang ia pakai menambah kesan bebal pada gadis manis itu.
"Lo kenapa selalu diem, sih, kalau gue ajak debat?!"
"Gue gamau debat lo, Kak Ve. Gue jelas salah dan ga ada alasan buat gue membenarkan diri." Akhirnya, ia mau membalas kekesalan Veranda pada dirinya.
"Ya terus kenapa tetep lo lakuin? Lo tau kan ga semua orang bisa tahan sama side effectnya? Gimana kalau adik-adik kita mati?"
Viny menghela napasnya berat, kepalanya menunduk dan sekelebat bayangan tentang mereka kembali mengisi otak Viny. Ve benar, ketakutannya akan kehilangan mereka sangat besar. Dan kini ia harus dihadapkan antara dua pilihan; kehilangan mereka nanti, atau sekarang.
"Kita ga ada pilihan lain, Kak."
"Vin, jangan sinting! Kita bisa jagain mereka sampai kapanpun. Gausah khawatir. Lo sendiri juga tau kemampuan Shani sama Gracia itu luar biasa tanpa serum buatan kita." Ucapan Veranda mulai melembut saat menyadari Viny menangis. Emosinya tengah tidak stabil hari ini ketika ancaman itu datang lagi, dan kali ini Lidya yang ditembak kaki kirinya. Beruntung ia bisa melarikan diri dari orang-orang yang mengejarnya.
Veranda mendekati Viny dan menepuk bahunya, ketika gadis itu menoleh, senyum manisnya menyapa Viny dengan lembut.
"Gue tau lo khawatir sama mereka, tapi ga ada salahnya kita percaya ke mereka juga, Viny."
* * *
Hujan deras malam ini tidak kunjung berhenti, seorang gadis dengan rambut terurai sepunggung juga tak henti-hentinya menatap ke luar jendela. Matanya menyipit pada setiap hal yang ia lihat dan setiap kemungkinan yang ia pikirkan.
Sudah jam 1 malam, tapi yang ia tunggu juga tak kunjung pulang.
Entah apa yang terjadi di luar sana tapi Shani merasa malam ini bukan malam yang baik untuk siapapun di rumah ini keluar. Terlebih, sedang ada orang jahat yang mengintai mereka.
Braakk!!
"Ah!"
Shani langsung menoleh ke belakang ketika mendapati Gracia membanting pintu dan ambruk disana sebelum ia bisa masuk lebih dalam. Tangannya memegangi kepala dan wajahnya nampak kesakitan.
"Ge!" Ia berlari menyusul Gracia dan ikut duduk disana, "Ge, kamu kenapa?"
Dengan lemas Gracia menatap Shani, retina matanya nanar dan nampak ragu untuk berbicara. Apalagi ia rasakan pegangan Shani semakin erat di pinggangnya, Gracia semakin ragu untuk berbicara.
"Kamu lihat sesuatu, Ge? Kamu lihat apa?"
Gracia diam, ia membungkam dan mulai berpikir untuk merahasiakan semua saja dari Shani. Tapi apakah pilihan itu benar?
"Kalau kamu lihat hal buruk, bilang sama aku, Ge. Jangan disembunyiin."
Benar juga kata Shani, tidak ada baiknya ia menyembunyikan hal ini. Terlebih ia merutuki dirinya sendiri yang berusaha menyembunyikan sesuatu dari Shani. Gadis itu, hanya dengan kedipan mata saja ia bisa tahu isi pikiran seseorang.
"Jam 2 lebih 13 menit, K-kak Kinal... Tewas, Ci. Dan semua kakak-kakak... Kita."
Seketika Gracia menyesal, mata Shani seakan lepas dari fokusnya dan tidak lagi menatapnya dengan serius. Detik berikutnya Gracia ditarik hingga ia kembali berdiri dan dengan cepat mereka turun ke bawah.
"Mungkin kita masih bisa mengubahnya, Ge. Ayo."
Gracia menghentikan mobilnya ketika sampai di sebuah mansion yang terlihat sepi. Gerbangnya terbuka, dan tanpa memastikan keadaan mereka masuk ke dalam.
Mata mereka menatap ke sekeliling untuk mencari kakak-kakak mereka disini.
"Ci, di belakang!" Gracia menatap ke smartwatch yang selalu ia pakai di tangan kiri. Titik-titik merah itu berkedip di tempat yang sama dan tidak berpindah sejak 10 menit yang lalu. Keduanya lantas berlari menembus koridor mansion yang luas tersebut, tidak peduli ada siapa dan jebakan apa di depan mereka.
"Ku mohon, jangan terlambat! Jangan terlambat!"
Di depan mereka terlihat ujung lorong yang nampak menembus ke sebuah taman. Shani dan Gracia langsung membelalakkan mata ketika melihat apa yang ada di depan mereka. Tempat ini begitu berantakan seperti habis terkena angin topan. Dan yang paling mereka takutkan akhirnya benar-benar terjadi.
"Kak!!"
Keduanya menembus hujan dan menghampiri seorang gadis yang tergeletak di tanah. Shani langsung melempar pistol yang sejak tadi ia bawa dan menepuk-nepuk pipi gadis itu. Darah keluar dari mulutnya dan di kegelapan itu ia bisa melihat luka di wajah dan sekujur tubuhnya.
"Kak Ve? Kak Ve bangun!"
Tidak ada respon dari gadis itu. Gracia sudah menangis dengan air mata yang tersamar air hujan. Ia berdiri dan mendekati satu persatu tubuh disana. Ia memejamkan mata dan langsung memalingkan wajah ketika melihat sebuah pedang menusuk ke dada gadis yang sangat ia kenal dan sayangi.
Gracia membungkuk, tangannya memegangi bahu gadis itu dan menangis diantara ceruk lehernya.
"Kak Kinal... Kak maafin Gre. Kak Kinal jangan bercanda gini, Kak. Bangun! Ini cuma prank lo, kan?!"
Shani mendekati Gracia yang tak jauh dari Veranda. Setelah memastikan gadis itu sudah meninggal, Shani langsung membungkuk dan mengusap punggung gadis yang satu tahun lebih muda darinya tersebut.
"Ge, udah, mereka udah pergi, Ge."
"Kak! Bangun lo semua, anjing! Jangan bercanda gini!! Ga lucu bangsat!"
To be continue...

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐕𝐚𝐥𝐤𝐲𝐫𝐢𝐞
FanficPembalasan dendam akan datang pada saat era baru. Dua kubu yang saling berseberangan harus membunuh terlebih dahulu sebelum mereka terbunuh. Jatuh cinta, tidak ada dalam pilihan. Tapi pemberontak akan selalu ada. Another JKT48 story. gxg HeroesLeg...