6

594 85 1
                                    

Buughhh!

Suara benda jatuh kembali terdengar nyaring dari kamar Ashel dan Adel. Sudah jam 1 pagi, tapi Adel belum bisa tidur. Malah barusan ia jatuh dari ranjang karena menghindari vas bunga yang tiba-tiba terbang ke arahnya.

"Ya Tuhan, Ashel... Kamu kenapa, sih?" Adel menatap pada Ashel yang masih merajuk diatas kasur. Kedua tangannya terlipat dan wajahnya nampak sangat murung. Meski kamar ini gelap gulita, Adel tahu gadis itu tengah emosi. Hembusan napasnya yang berat dan tidak teratur, ditambah detak jantungnya yang berdetak sangat cepat.

"Masih nanya kenapa? Kamu salah loh, kenapa ga nyadar-nyadar, sih?!" Ashel menekan segala kata yang ia ungkapkan.

"Astaga!"

Adel dengan cepat menunduk dan berlindung di balik kasur karena lagi-lagi Ashel menerbangkan benda ke arahnya. Dan kali ini adalah ponsel milik Adel, benda itu langsung menabrak ke dinding dan hancur menjadi beberapa bagian.

"Baru ditinggal mens 3 hari aja udah ngebokep! Sangean banget sih jadi orang!"

"M-maaf, Babe, ih. K-kan aku pengen..."

Bughh!!

Adel terjungkal ke belakang ketika ia menyembulkan kepala untuk meminta maaf pada Ashel tapi gadis itu malah melempar bantal ke wajahnya.

"Makan tuh pengen!"

Adel berusaha sabar menghadapi Ashel yang kini semakin seram saja kalau sedang marah. Ia mengusap wajahnya kasar ketika melihat Ashel tidur dengan posisi vertikal di kasur, jika sudah seperti ini tandanya Adel harus tidur di luar.

"Untung sayang, Shel..." Adel mengambil selimut di lemari dan menyempatkan diri untuk mengusap pipi gadisnya itu dengan lembut, "selamat bobo, ya, Princess. I love you."

Adel akhirnya memilih untuk tidur di sofa ruang tengah. Tapi sepertinya kantuknya sudah hilang karena amukan Ashel tadi. Sekarang ia benar-benar kesal karena tubuhnya yang lelah tidak bisa beristirahat.
Padahal sudah beberapa kali Adel menguap di tengah lamunannya.

"Ngapain lo belum tidur?" tanya Adel, ia merasakan sosok yang datang dari arah belakang. Dan detak jantung ini ia hapal sekali siapa pemiliknya.

"Yahhh, ga seru banget lo. Mau gue kagetin juga," dengus gadis itu. Ia lantas melompati sofa dan duduk disamping Adel dengan rapi.

"Ga mempan, Zee. Sampai kapanpun lo gabisa nusuk gue dari belakang."

"Uh, siap, Bos." Tangan Zee mengambil satu toples kuaci yang ada di atas meja dan mengambilnya satu genggaman tangan, "BTW, lo kenapa disini? Diusir lagi sama Ashel?"

"Ya apa lagi? Buset, Zee, sumpah. Serem banget dia sekarang. Mana lagi mens lagi," keluh Adel. Mata Zee melotot mendengar apa yang dikatakan Adel barusan. Memang gawat jika seorang gadis marah saat menstruasi, apalagi ini Ashel, dia bisa membunuhmu, tanpa menyentuhmu.

"Gila, kok lo ga mati, Del?"

"Keknya Dewi Fortuna lagi jadi jin ifrit gue, deh."

Zee tertawa mendengar jawaban ngawur Adel, keduanya lantas mengobrol beberapa hal disana ditemani kuaci yang sudah Zee kupas.

"Untung aja telinga lo bisa denger gerakan kecil, Del. Kalau ga keknya muka lo dah ancur sama si Ashel." Adel mengangguk, yang dikatakan Zee tidak salah, Ashel bisa saja melukainya tanpa sadar karena emosinya yang tidak terkontrol.

"Tapi tadi gue kena bantalnya, anjir."

"Cuma bantal doang, elah. Kecuali lo kena bantal satu truk, nah truknya yang nabrak lo."

* * *

Karena masih tidak bisa tidur, Adel dan Zee kini memutuskan untuk ke halaman belakang untuk latihan. Lampu yang ada di taman dan sekitarnya mereka matikan agar tidak ada pencahayaan. Gelap gulita, itulah yang mereka rasakan. Apalagi langit tengah mendung, cahaya bulan tidak nampak sama sekali.

Mata Adel tertutup kain, dan begitu pula dengan Zee. Di kedua tangan mereka sudah ada dua pedang kayu. Dengan kuda-kuda yang sudah siap, Zee memposisikan diri di depan Adel. Dengan matanya yang bisa menembus kain penutup serta melihat panas tubuh Adel, membuat Zee dengan mudah memperkirakan serangan gadis itu.

Tapi berbeda dengan Adel, ia merasa sedikit aneh disini. Suara yang ia dengar menjadi banyak dan tidak jelas itu suara apa. Pikirannya menjadi tidak fokus bahkan ia tidak tahu mana detak jantung Zee.

"Z-Zee?"

"Kenapa, Del? Lo takut?"

"Ng-ngga, cuma kok... Gue denger banyak banget suara? Padahal sepi banget disini."

Zee kemudian melepas ikat kepalanya dan melihat Adel yang seperti ketakutan, keringat dingin terlihat di sekujur wajahnya dan membuat Zee khawatir.

"Bunuh... Bunuh mereka..."

"Aarrghhh!" Adel tiba-tiba tersungkur ke tanah dengan kedua tangan menutupi telinganya.

"Del? Adel lo kenapa?"

Suara-suara yang di dengar gadis itu semakin terasa menyiksa, lama-lama seperti bunyi lonceng yang berdenging menggaung di telinganya. Zee langsung duduk di depan Adel dan ikut menutupi telinga gadis itu dengan kedua tangan seraya mengatakan hal-hal yang bisa membuat Adel tenang, mungkin?

"Del, tenang! Fokusin otak lo! Denger suara gue, dengerin gue!"

"Bunuh... Mereka pantas mati... Shani Indira, Shania Gracia, mati..."

"Suaranya... Zee... Aaahhh!"

"Dengerin gue, Del! Fokus ke suara gue, anjing!"

Zee mendekap kepala Adel ke dadanya. Jujur ia sendiri juga takut melihat gadis itu sampai tersiksa seperti ini. Tapi sepertinya pelukannya pada Adel mampu mengatasi masalah itu, Adel langsung bisa mendengar detak jantung Zee lagi bahkan desiran darah yang mengalir di pembuluh darah gadis itu.

Ia membuka tangannya yang menutupi telinga dan tubuhnya mulai tenang. Zee langsung melepas peluk itu dan memandangi Adel dengan tatapan khawatir.

"Masih kedengeran?" tanyanya. Adel menggeleng pelan dan berusaha mengejar napasnya yang masih terengah-engah, "lo denger suara apa sekarang?"

Adel terdiam, berusaha menerka apa saja yang ada di telinganya saat ini. Yang pasti sudah jauh lebih tenang dari sebelumnya.

"Detak jantung sama aliran darah lo, air di selokan depan rumah, semut di bawah tanah yang kita pijak, dengkuran Dey, desahan Chika sama--

"Ya ya ya, udah ya, udah. Jangan TMI. Sekarang udah tenang, kan?" Gadis itu mengangguk, ia membuka penutup matanya dan melihat wajah Zee yang nampak khawatir dengannya.

"Lo kenapa? Khawatir sama gue?"

Pletakk!

"Adoh! Sakit, anjing!" Adel mengerang ketika Zee tiba-tiba menjitak kepalanya dengan sangat keras.

"Gimana ga khawatir, anjing?! Lo kek orang sakaratul maut tadi!"

To be continue...

𝐕𝐚𝐥𝐤𝐲𝐫𝐢𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang