Part 3. New problems

23.4K 1.6K 57
                                    

Queenzi terbangun karena mencium aroma wangi kopi yang begitu lekat di hidungnya. Saat perlahan membuka mata, ternyata memang Svarga yang menaruh kopi dan sandwich di dekat bantalnya. Diangkatnya kepala lebih tinggi sehingga bisa melihat pria itu duduk di sofa tengah menyesap kopi lainnya.

"Good morning," sapa Svarga dengan senyum menawan.

Queenzi yakin efek alkohol belum sepenuhnya hilang sehingga otaknya sedikit eror. Bisa-bisanya dia berpikir Svarga sangat tampan pagi ini, berkat kaus oblong putih yang melekat di tubuhnya itu.

"Gini cara bangunin orang?" sindir Queenzi sembari bergerak duduk dan mengikat rambutnya menjadi cepol. Dia menguap lebar, serta mengangkat tangan ke atas meregangkan tubuh, membuat kemeja putih kebesaran yang dikenakannya itu terangkat, memperlihatkan celana dalam yang dipakainya.

"Aku nggak berbakat bangunin orang pake air," balas Svarga mengungkit kejadian semalam di mana Queenzi menyiram Ardan dan Sonya.

"Bakat kamu emang cuma bisa bikin orang baper. Setelah orangnya baper kamu abaikan," cibir Queenzi.

Kopi dan sandwich memang pasangan tepat di pagi hari, terlebih aromanya sangat nikmat. Queenzi meneguk kopi lebih dulu, lalu melahap sandwich dengan gigitan besar.

Svarga duduk di tepi ranjang dengan kedua tangan mengunci pinggang Queenzi, membuat wanita itu refleks menjauhkan kepalanya ke belakang. "Jadi kami baper?" tanyanya seperti sedang menggoda.

"So sorry, aku udah pasang anti virus, jadi Malware kayak kamu nggak akan bisa nyerang aku," ejek Queenzi.

Svarga terbahak dan sedikit menjauh. "Jangan lupa kalau Malware ini yang udah nyelametin kamu tadi malem," sindirnya lagi.

Seketika wajah Queenzi merona. Dia sudah mencoba melupakan kejadian semalam dengan berpura-pura tidak terjadi apa-apa pagi ini. Memori saat Svarga menyentuh seluruh tubuhnya, membuatnya merinding. "Jam berapa ini?" tanyanya mengalihkan topik.

Svarga melihat arlojinya sembari menjawab, "eight forty five."

"What?!" Queenzi melotot kaget. "Kok nggak bangunin dari tadi sih?" Dia bergegas turun dari ranjang, mencari keberadaan pakaiannya.

"I'm not your alarm," ucap Svarga santai.

"I'm late." Queenzi mendengkus. Dia memunguti pakaiannya, buru-buru masuk ke kamar mandi.

Kurang dari lima menit Queenzi telah berganti pakaian. Dia melempar kemeja yang dikenakannya semalam ke pemiliknya. "Thanks," ucapnya tak terdengar tulus.

Svarga hanya mengangguk.

"Lihat kunci mobil aku nggak?" tanya Queenzi sembari mengaduk-aduk isi tasnya. Hanya ada dompet dan ponsel di sana.

"Nggak." Svarga mengedarkan mata ke sekitar ikut mencari.

"Kok nggak ada ya? Perasaan di sini." Queenzi terus mencari di dalam tas, siapa tau terselip. "Ck, udahlah naik taksi aja."

Svarga tidak sengaja melihat ritsleting dress Queenzi yang masih terbuka. "Queen, wait ..." cegahnya.

Queenzi menoleh. "What?" tanyanya tidak sabaran.

Svarga mendekati Queenzi, kemudian memutar wanita itu agar berdiri membelakanginya. "Mau ke mana sih sampai ini nggak diperhatiin?" tanyanya.

Jantung Queenzi berdebar keras saat Svarga menarik ritsleting dress-nya ke atas, namun jarinya tidak sengaja menyentuh kulitnya. Belum sempat Ia menjawab pertanyaan pria itu, ponselnya berbunyi.

"Queen, gawat!" Suara panik Zela pun terdengar di seberang sana.

"Gawat kenapa?" Queenzi menjepit ponsel di antara telinga dan pundak, lalu mengangkat satu kaki menekuk ke belakang untuk mengaitkan tali heels-nya yang lepas.

Perjanjian Pranikah #365 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang