Setelah melakukan percintaan panas, Svarga dan Queenzi berbaring tanpa mengenakan apa-apa, hanya ditutupi selimut dan berpelukan. Keduanya belum mengantuk meski tenaga telah terkuras habis akibat sesi berkeringat yang tidak hanya sekali tadi. Kamar itu sudah tidak karuan bentukannya, lantaran bantal, guling hingga selimut tambahan bertebaran di lantai.
"Emm, aku pengen nanya sama kamu, boleh nggak? Tapi jangan marah atau salah paham, karena pertanyaan aku ini nggak ada maksud apa-apa," ucap Svarga terlihat sangat berhati-hati.
"Apa?" Queenzi mendongak untuk menatap Svarga.
"Emm ..." Svarga masih tampak ragu. "Nggak jadi deh, takut kamu marah." Dia terkekeh setelahnya.
"Ihh, apaan sih?" Queenzi mencubit perut Svarga, memaksa pria itu bicara karena merasa penasaran.
Svarga menggaruk kepalanya, tampak bingung harus mulai dari mana. "Tapi kamu beneran jangan marah ya, janji dulu," mintanya sembari memberikan jari kelingking.
Queenzi sepertinya bisa menebak apa yang ingin Svarga tanyakan. Dia pun tersenyum dan berkata, "kamu mau nanya soal aku yang masih perawan? Right?"
Svarga refleks terbatuk-batuk ringan. "Gini maksud aku, to be honest aku kagum banget sama kamu. We both know, Ardan itu orang yang seperti apa dan kamu bisa mempertahankan itu, kayak yang aku tuh speechless ... wow gila nih cewek keren banget," ucapnya agar Queenzi tidak salah paham. "Eh, tapi itu bukan berarti kalau kamu udah nggak, aku bakalan mandang kamu sebelah mata. Kamu ngerti, kan, maksud aku?"
Queenzi terkekeh geli. Svarga pasti cemas akan menyinggung dirinya, karena obrolan seperti ini memang sensitif bagi perempuan. "I see what you mean," ucapnya menenangkan pria itu.
Svarga masih menatap Queenzi untuk jawaban itu, karena penasaran saja apa yang ada di kepala wanita itu saat memilih mempertahankannya.
"Ya, mungkin ini terdengar kolot dan kamu bisa ngetawain aku, it's okay. Tapi prinsip aku sejak dulu, aku mau ngelakuin itu harus di waktu yang tepat dan nggak dengan sembarangan orang. Apalagi untuk momen pertama dalam hidup aku, yang akan aku ingat seumur hidup." Lalu "Kuno banget ya pemikiran aku?" Queenzi terkekeh.
Svarga menggeleng dengan tatapan lekat. "Kamu nggak kolot sama sekali, justru itu pemikiran wanita yang cerdas. Di saat kebanyakan orang menganggap free sex itu hal yang biasa, kamu justru berbeda. I'm so amazed," ucapnya serius.
Queenzi tersenyum. "Tapi sebenernya nggak gampang juga sih nolak Ardan. He's always trying to break down my defenses, yang untungnya aku nggak kalah sama nafsu," jujurnya.
"Honestly, I feel lucky." Svarga tidak main-main memuji Queenzi. "Malah aku yang kayaknya brengsek di sini."
"Santai aja. Hanya karena aku punya prinsip kayak gitu, bukan berarti aku cuma mau berhubungan sama orang yang satu circle. Masa lalu kamu itu urusan kamu, karena yang lagi sama aku itu kamu yang sekarang, bukan kamu yang dulu."
Svarga menatap Queenzi lekat. "Terus perasaan kamu ke aku sekarang, apa aku udah bisa dapet jawabannya?" tanyanya.
Queenzi terdiam cukup lama. "Maaf ya Ga, I'm still confused. Aku nggak tau gimana cara jelasinnya, tapi yang pasti aku nyaman sama kamu. Aku cuma nggak yakin perasaan semacam ini bisa bertahan selamanya atau ..."
Svarga menaruh telunjuknya di bibir Queenzi. "Aku ngerti dan aku bakalan nunggu sampai kamu merasa yakin sama perasaan kamu," ucapnya tidak ingin memaksa.
Queenzi menjerit kecil saat kemudian Svarga menindihnya, mencium bibir dan lehernya bergantian. "Heh, kamu jangan ambil kesempatan ya. Ini udah jam dua," ucapnya mengingatkan.
"Aku lagi usaha buat bikin kamu stay terus sama aku, caranya ya harus bikin kamu seneng," kekeh Svarga yang kembali mengincar bibir Queenzi.
"Kamu atau aku yang seneng?"
"Kita berdua. Kan, enaknya dirasain sama-sama." Svarga terkekeh sambil menyingkirkan selimut di tubuh mereka. Melihat tubuh polos istrinya itu, gairahnya makin membara.
Queenzi tertawa geli, namun tidak menolak. Dia balas setiap sentuhan Svarga, bekerjasama menciptakan kesenangan agar sama-sama enak dalam versi mereka.
***
Pagi-pagi sekali, Svarga dan Queenzi sudah checkout dari Hotel. Mereka tidak mengabari siapapun kalau hari ini akan berangkat ke Maldives untuk melanjutkan rencana honeymoon yang sempat tertunda. Demi menjaga privasi dan benar-benar fokus untuk liburan, mereka sampai mematikan ponsel agar terhindar dari gangguan yang tidak diinginkan.
"Mereka pasti lagi ngomongin kita di grup, karena tiba-tiba ngilang nggak ngabarin lagi," ucap Queenzi tertawa geli membayangkan hebohnya Vanilla dan lainnya bila tahu mereka pergi ke Maldives tanpa mengabari lagi.
"Kebayang sih aku, pasti kesel banget karena semua rencana mereka buat gangguin kita bakalan gagal," balas Svarga ikut tertawa.
"Tapi aku jadi ngerasa bersalah. Apa nanti apa sampai penginapan kita telepon mereka?"
"Boleh juga." Svarga setuju.
Queenzi mengambil majalah tentang Maldives yang disediakan oleh pihak maskapai. "Ini nanti kita nginepnya di mana?" tanyanya penasaran. Semua tempat terlihat indah, dia tidak sabar ingin segera sampai.
Svarga menyebutkan nama resorts tempat mereka menginap. "Mami semua yang pesen dan atur penjemputan, kita tinggal terima beres," beritahu Svarga.
Queenzi mencari nama penginapan itu di majalah dan begitu senang saat melihat seperti apa tempatnya. "Ya ampun Ga, ini sih bagus banget. Lihat deh," beritahunya. "Ini pasti mahal banget per-malamnya, kan?"
Resorts itu memiliki kolam renang pribadi di atas air yang dilengkapi dengan jacuzzi, terlihat menakjubkan dari foto itu. Ditambah lagi ada jarak yang cukup jauh antara satu dengan yang lainnya sehingga privasi sangat terjamin. Pemandangan kamar yang langsung menghadap ke laut sungguh sangat menakjubkan.
"Bisa puas banget bercinta di situ, nggak perlu takut ada yang ganggu," sahut Svarga.
"Ih, kok mikirnya itu sih?"
"Tujuan kita honeymoon emang untuk itu, kan?" Svarga tersenyum jahil.
Queenzi meraup wajah Svarga. "Bisa nggak sih sekali aja pikirannya nggak ke situ terus?"
"Nggak bisa." Svarga menggeleng. "Ya gimana dong, cuma ngeliat kamu aja aku bisa on."
"Heh." Queenzi melotot, sembari menaruh telunjuknya ke bibir. Ada penumpang lain di sana yang bisa saja mendengar ucapan mesum sang suami.
Svarga terkekeh. "Mereka pasti bisa ngerti, namanya juga pengantin baru, ya bawaannya pasti pengen terus," ucapnya sembari menjatuhkan kepala ke pundak istrinya itu. "Nanti pas sampe langsung main ya, kalau kamu capek biar aku aja yang gerak."
Queenzi menutup wajahnya dengan telapak tangan, malu sekali rasanya bila penumpang lain mendengar setiap ucapan mesum suaminya ini. "Bisa nggak sih suara kamu pelanin dikit? Malu tau," bisiknya.
"Oke, aku bisikin ya." Svarga lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Queenzi. "Nanti pas kita sampai, kita langsung main ya. Kalau kamu capek aku aja yang gerak, kamu terima enak aja pokoknya," bisiknya.
Queenzi merinding akibat bisikan itu, karena napas Svarga membelai area sensitifnya, ditambah pria itu sengaja menggigit daun telinganya. Dia tidak bisa mengelak lagi sehingga dengan cepat memposisikan bibirnya pada bibir Svarga.
Svarga tersenyum di sela-sela ciuman, merasa menang lantaran selalu berhasil membuat Queenzi tidak bisa bertahan lebih lama. Untungnya mereka berada di first class, sehingga sangat aman untuk beradu lidah seperti sekarang.
***
Yuk 500 komentar bisa yukkk ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjanjian Pranikah #365 Hari
RomanceSvarga dan Queenzi pernah menjalin hubungan saat di bangku kuliah, namun kandas di tengah jalan. Beberapa tahun kemudian, keduanya kembali dipertemukan oleh takdir saat memergoki pacar mereka berselingkuh. Merasa sama-sama dikhianati, Keduanya pun m...