"Eh, kok kamu di sini?" Queenzi baru menyadari kedatangan Svarga begitu pria itu masuk.
"Ini apa nih maksudnya?" tanya Svarga dengan wajah datar. Dia kesal Queenzi malah begitu baik melayani orang yang membuatnya harus naik ojek demi pulang.
Queenzi menoleh ke pria paruh baya itu dengan wajah prihatin. "Kasihan deh Ga, bapak ini kelaperan. Lihat aja tuh cara makannya, kayak udah lebih dari sehari nggak makan," ucapnya.
Svarga melirik pria itu, memang ada rasa iba melihat caranya makan yang begitu lahap, tapi tetap saja dongkol. "Terus kenapa kamu teriak tadi? Aku pikir kamu kenapa-kenapa tau nggak, mana nggak ada suara lagi di telepon. Gimana aku nggak panik?" omelnya.
Queenzi meringis. "Ya, maaf. Tadi itu bapaknya jatuh kayak mau pingsan, mungkin udah lemes banget. Jadi aku urusin bapaknya dulu, ngasih makan biar ada tenaga," ucap Queenzi polos.
"Gosh, Queen kamu ngerti ini bahaya nggak sih?! Gimana kalau ternyata dia berniat jahat sama kamu?!" Tanpa sadar Svarga membentak.
"Apaan sih, Ga. Nggak usah ngebentak juga kali." Queenzi merajuk, langsung meninggalkan Svarga dan kembali ke pria ODGJ itu.
Svarga juga tidak meminta maaf. Dia merasa kesal sehingga memilih untuk naik ke kamar, membiarkan Queenzi mengurusi pria yang mendadak jadi lebih beruntung dibanding dirinya.
"Aneh banget sih marah-marah nggak jelas," gerutu Queenzi. Dia menuang minum ke gelas kosong bapak-bapak itu dan tersenyum.
Tak lama kemudian, Joanna dan lima lainnya langsung berlarian masuk ke rumah Queenzi dengan wajah panik dan khawatir. Tadi di depan mereka melihat mobil Polisi serta ambulance dari RSJ, juga warga yang berkumpul.
"Queen, lo nggak papa?" tanya Joanna sembari memegang pundak Queenzi dan mengamatinya dari atas hingga bawah.
"Nggak, gue nggak papa. Semua cuma salah paham aja, nggak ada masalah," jawab Queenzi.
"Dia siapa?" Dante menunjuk pria tua yang sedang makan itu.
"Jadi, Bapak ini tadinya masuk sampai ke kamar gue. Ya awalnya gue takut banget, tapi ternyata bapaknya cuma mau minta makan karena laper. Ya udah gue kasih makan, kasihan soalnya. Tapi nggak lama setelah itu polisi dateng kok," beritahu Queenzi.
"Ya ampun Queen, tetep aja itu ngeri banget. Kok bisa bisanya sih lo malah nampang dia di sini, nggak nungguin Polisi atau kita-kita dateng dulu?" Zela menghela napas, sesak rasanya membayangkan bila dia ada di posisi Queenzi tadi, pasti takut sekali.
"Terus Svarga-nya mana? Katanya dia udah sampe," tanya Zavi.
"Tau tuh lagi di kamar kali," jawab Queenzi dengan wajah bete. "Dia lagi marah sama gue."
"Marah kenapa?" tanya Vanilla.
"Nggak tau. Gue dibentak sama dia cuma karena ngasih bapak ini makan. Emang salah ya gue bantuin orang yang lagi butuh pertolongan? Apalagi cuma sekedar makan," jelas Queenzi.
Teman-temannya saling pandang.
"Heh, kalau gue jadi Svarga juga gue bakalan marah, Nyet. Lo bayangin aja pas dia udah panik banget takut Lo kenapa-kenapa, Lo malah santai sama orang yang bikin dia khawatir. Kita aja panas lihatnya, gimana dia coba?" Dante mendengkus, yang lain membetulkan dengan anggukan kepala.
Joanna yang paling dewasa di antara mereka, langsung menarik tangan Queenzi untuk duduk. "Lo tau nggak, pas Svarga telepon kita itu suaranya yang bener-bener panik banget. Gue bisa rasain gimana takutnya dia tadi. Terus bener yang Dante bilang, kalau siapapun akan marah kalau ada di posisi dia, Queen," jelasnya memberi pengertian.
"Tadi di telepon lo bilang Svarga mau ke luar kota ketemu sama klien, kan? Terus kenapa dia masih di sini?" tanya Zela.
Queenzi tertegun.
***
Setelah semua masalah selesai, pria terduga ODGJ itu dibawa oleh petugas dari Rumah Sakit Jiwa dan Polisi pun menutup laporan, Queenzi belum bisa lega sepenuhnya. Pasalnya, sang suami masih marah padanya. Setelah berurusan dengan Polisi tadi, Svarga kembali ke kamar dengan wajah yang tetap masam.
"Udah sana lo minta maaf dulu sama Svarga, dirayu kek biar nggak marah lagi," bujuk Joanna.
"Iya Queen, jangan gengsian deh. Lo, kan, salah jadi udah harus minta maaf," timpal Zela.
Queenzi memang terlalu gengsi untuk minta maaf duluan, tapi sadar kalau memang dirinya salah. Dilema antara mementingkan gengsi atau mengaku salah.
"Buruan," bujuk Joanna lagi. "Jangan malu meminta maaf kalau emang lo ngerasa salah. Gengsi nggak akan buat hati Lo tenang."
"Kayak kita dong, kalau ada masalah itu langsung diselesaikan detik itu juga biar nggak berlarut-larut," ucap Jendra sembari merangkul istrinya.
Joanna tersenyum menatap suaminya itu. "Nggak enak tau Queen marahan lama-lama, apalagi tinggal serumah," godanya dengan sengaja.
"Ya udah gue ikutin saran kalian demi kebaikan," ucap Queenzi mengalah.
"Nah gitu dong, jadi, kan, enak kalau nggak ada yang marah-marahan." Zavi mengompori. "By the way boleh dong kita makan kuenya? Laper gue."
Kue itu sebenarnya mereka sendiri yang beli untuk hadiah di hari pertama Queenzi dan Svarga pindah rumah. Berhubung belum makan, Zavi jadi tidak tahan ingin memakan kue yang tampak menggiurkan itu.
"Heh, ini tuh untuk Queen sama Svarga. Kok jadi lo yang makan sih?" protes Zela.
"Lo juga pengen, kan? Bilang aja nggak usah gengsi," ledek Zavi.
"Kok gue? Nggak ya, gue nggak rakus kayak Lo." Zela mendebat.
"Udah-udah, kenapa jadi kalian yang berantem sekarang? Queen sama Svarga aja belum baikan, nambah lagi yang mau marahan," decak Joanna.
"Kawinin aja nih mereka berdua biar akur," celetuk Dante.
"Ogah!" tolak Zavi dan Zela kompak.
"Ya udah kalian makan aja nggak papa, lagian mana habis kalau cuma gue sama Svarga yang makan," suruh Queenzi.
"Tuh, kan, Queenzi emang baik. Nggak kayak Lo," ucap Zavi meledek Zela. Dia langsung membuka roti dari box-nya, lalu mengambil bagian yang sudah dipotong-potong.
Queenzi meninggalkan ruang tamu dan perdebatan Zavi dan Zela untuk menemui Svarga. Dia benar-benar tidak tenang sebelum masalah mereka selesai.
***
Semoga makin rame ya cerita ini, makasih yang sudah vote dan komen 🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjanjian Pranikah #365 Hari
RomanceSvarga dan Queenzi pernah menjalin hubungan saat di bangku kuliah, namun kandas di tengah jalan. Beberapa tahun kemudian, keduanya kembali dipertemukan oleh takdir saat memergoki pacar mereka berselingkuh. Merasa sama-sama dikhianati, Keduanya pun m...