Part 25. Kejutan

10.4K 693 113
                                    

Mohon maaf ya part 23 dan 24 Momi skip, karena isinya ... aduh jangan deh nanti dibaca anak yang belum cukup umur. Isinya melebihi yg pernah Momi publish soalnya.

Tapi tenang, meski Momi skip sama sekali gak mempengaruhi alur cerita karena part 23 dan 24 itu cuma iya-iya aja isinya 🤭

Kalau tetep pengen baca dan usianya udah cukup, ke Karyakarsa aja. Worth it kok buat bayar, gak mahal tenang aja.

***

Svarga dan Queenzi duduk bersantai di bagian belakang resorts menikmati sarapan dengan view hamparan laut yang indah. Sejak tadi, Queenzi sibuk dengan ponselnya mencari-cari info tempat menarik yang bisa dikunjungi selama berada di pulau ini. Bila hanya di resorts, tentu akan membosankan karena rutinitas mereka yang itu-itu saja.

"Eh Ga, ternyata ada sunset cruise di sini. Kita bisa lihat sunset di kapal itu sambil keliling pulau," beritahu Queenzi sembari menunjukkan apa yang dilihatnya.

Svarga melihatnya dengan serius.

"Kenapa kita nggak sewa yacht aja? Biar lebih privasi," usul Svarga.

"Berlebihan nggak sih? Boat segede itu isinya cuma kita berdua." Queenzi menggeleng.

"Ya nggak papa, kita bisa lebih bebas kalau cuma berdua," kekeh Svarga.

"Bebas dalam hal apa nih?" Salah satu alis Queenzi terangkat.

"Bebas dalam segala hal." Kekeh Svarga terdengar lagi. "Kalau banyak orang, kan, nanti kamu malu teriak kenceng-kenceng."

"Ihh." Queenzi mencubit lengan Svarga. "Tapi tetep aja bakalan bosen kalau nggak ada siapa-siapa di sana."

"Jadi gimana, aku sih terserah kamu." Svarga mengalah, meski dia lebih suka mereka menyewa yacht pribadi ketimbang naik kapal untuk umum.

Saat Queenzi masih berpikir, tiba-tiba terdengar suara bel yang seperti fire alarm yang terus berbunyi tanpa jeda. Biasanya bila petugas resorts, mereka hanya akan menekan bel satu kali dan menunggu dengan sabar sampai pintu dibuka.

"Siapa sih? Kok nggak sopan banget," keluh Queenzi kesal.

"Coba aku cek, mungkin ada anak kecil yang iseng." Svarga turun dari kursi santai, lalu berjalan ke pintu.

"Emangnya ini di Indonesia," omel Queenzi. Kalau di Hotel Indonesia, dia pernah mengalami hal semacam ini di mana anak-anak sengaja menekan bel, lalu kabur bila pintu dibuka. Tidak lama kemudian, anak-anak itu kembali lagi dan mengulangi keisengannya. Sampai akhirnya dia melapor ke pihak hotel, dan orang tua dari anak-anak itu meminta maaf.

Karena penasaran, Queenzi menyusul Svarga. Dia berdiri di samping pria itu sembari merangkul lengannya. Pintu dibuka, dan ...

"Surprise!!" teriak para pembuat onar di depan pintu.

Melihat Vanilla, Zela, Dante dan Zavi di sana, tentu saja Queenzi shock. Dia tidak pernah mengira mereka semua sampai menyusulnya ke sini. "Kalian kok ... kok bisa sih?" tanyanya tidak percaya.

Svarga sempat shock juga, tapi tidak lama. Dia bukannya tidak mengenal mereka semua, jadi bukan hal aneh bila sesuatu yang seperti ini terjadi. "Masuk," suruhnya sembari memberi akses jalan.

Semua masuk dengan santai, seolah mereka sedang bertamu.

"Queen, sebagai sahabat yang setia, kita nggak mungkinlah biarin kalian sendirian di pulau ini. Maka dari itu kita putuskan untuk nyusulin kalian ke sini," ucap Zela seperti yang mereka lakukan hanya menyusul antar kota saja.

Queenzi menggeleng tak percaya. Ini sih bukan sahabat setia, tapi kurang kerjaan. "Kok kalian tau kita nginep di sini?" tanyanya.

"Kita nanya sama nyokap lo," kekeh Vanilla. "Untung aja pas kita cek ada kamar yang kosong di sini, jadi deh kita langsung booking dan terbang ke sini."

"Ini ide siapa nih?" tanya Queenzi. Dia tahu mereka semua memang gila, tapi ide untuk nekat datang ke pulau yang jauh ini tentu dicetuskan oleh satu orang yang paling gila.

Semua menunjuk Zavi.

Sudah pasti.

"Mereka pengen liburan, tapi bingung mau ke mana. Ya udah gue usulin aja nyusul kalian ke sini, eh pada mau." Zavi membela diri.

"Queen, Svarga, jangan marah ya ke kita. Gue sampai nguras tabungan loh demi datang ke sini." Zela memasang ekspresi meminta belas kasihan.

"Gue juga berusaha keras banget buat minta izin ke bokap gue, terus minta tambahan uang jajan ke Kak Matcha," timpal Vanilla ikut-ikutan. Bibirnya melengkung ke bawah, seperti akan menangis.

"Gue dipaksa." Dante mengangkat dua jari sebagai sumpah.

Queenzi mengesah, mana mungkin dia bisa marah pada para sahabatnya yang sudah jauh-jauh datang ke sini. "Gue tuh bukannya marah, tapi shock aja tiba-tiba kalian di sini. Ini bukan Jakarta-Bandung yang bisa didatengin segampang ini," ringisnya.

Vanilla dan Zela menunduk.

"Gimana kalau kalian nyasar terus ilang." Tiba-tiba Queenzi menangis dengan raungan seperti anak kecil yang begitu takut kehilangan orang terkasihnya, namun tidak ada air mata yang jatuh.

Seperti virus, Vanilla dan zela juga terjangkit tangisan cengeng yang sama. Ketiganya berpelukan dengan tangis yang makin meledak.

"Joanna nggak ikut?" tanya Queenzi masih dengan menangis.

"Dia tadinya pengen ikut, tapi Jendra nggak bisa ninggalin kerjaannya. Dia pasti sedih banget," jawab Zela.

Ketiganya lantas menangis lebih keras, merasa kasihan pada Joanna yang tidak bisa bergabung dengan mereka.

Svarga, Dante dan Zavi melongo melihat keunikan tiga wanita ini. Sejak dulu, mereka memang seperti ini, selalu memberi banyak kejutan yang aneh dalam berteman.

***

Happy long weekend ya buat semuanya 🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️

Perjanjian Pranikah #365 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang