Terdengar suara pilot dari loud speaker yang memberitahukan bahwa kurang dari 30 menit lagi pesawar akan mendaarat di bandara Juanda Surabaya. Meski demikian, belum ada pergerakan signifikan dari para penumpang. Sebagian bahkan masih ada yang belum membuka mata alias tidur.
"Boleh minta foto ndak, Mbak?" tanya Hana memberanikan diri pada dua pramugrari yang sedari tadi ngobrol bersama mereka.
"Boleh," jawab salah satunya, karena pramugrari yang berasal dari Mesir menolak untuk berfoto bersama.
Tidak mengapa, karena mereka sudah cukup senang bisa berbagi kenangan dengan pramugrari cantik asal Indonesia tersebut.
Para tim medis bergantian mengambil foto. Ada yang bersama-sama, ada yang berdua saja. Bahkan Rayan pun tak mau kalah ikut berfoto dengan pramugrari tersebut. Hal itu karena dia tahu sesaat usai dari toilet.
Tiwi melirik sekilas pada sosok lelaki tampan dan perempuan csntik yang berdiri berdampingan itu. Mereka tampak sangat serasi. Dan hal itu memicu debar di dada Tiwi.
Seusai berfoto, para pramugrari meninggalkan kursi dan melakukan tugas mereka. Menyiapkan penumpang agar mereka tenang dan selamat hingga pesawat benar-benar mendarat.
Pukul 07.00 tepat saat pintu pesawat terbuka di Bandara Juanda Surabaya. Begitu turun dari tangga pesawat mereka sudah disambut bus-bus yang akan membawa mereka langsung ke asrama haji. Iring-iringan bus itu berjalan lancar karena dikawal petugas dari kepolisian.
Sepanjang jalan, banyak warga yang berteriak, melambaikan tangan menyambut rombongan bus jamaah haji tersebut.
Setiba di asrama haji, para jamaah dipersilahkan membersihkan diri sambil menunggu koper, tas, dan barang bawaan mereka diturunkan. Proses yang lumayan lama, karena mereka harus menunggu satu-satu nama mereka dipanggil.
Empat ratus lima puluh koper berjajar rapi di sebuah ruangan besar. Diurutkan sesuai nomor identitas masing-masing jamaah, sehngga memudahkan mereka mengambil barang-barang tersebut.
Para jamaah pun tidak perlu membawa sendiri koper dan barang lainnya itu, karena banyak petugas angkut yang siap membantu mereka. Setelah mereka menunjuk barang-barang miliknya masing-masing, maka para tukang angkut itu pun dengan sigap mengangkat semuanya.
Diantara yang sibuk, tim medis adalah yang paling sibuk. Karena mereka harus memastikan jamaah haji yang mereka kontrol harus dalam kondisi tetap sehat.
Namun, mereka saat ini dibantu tim medis asrama haji dan juga paramedis dari Rumah Sakit Haji Surabaya.
Hana dan Tiwi sedang mengambil makan siang saat seseorang mendekati mereka.
"Selamat datang Tiwi," ucapnya antusias. Tiwi menoleh cepat dan mendapati dr Paulus berdiri di depannya dengan wajah bersinar, bahagia.
"Oh, dokter. Terima kasih." Tiwi menunduk dan mengangguk sopan. Hana menjawil lengan Tiwi sambil mengedipkan mata.
"Oh, ya, kenalkan. Ini atasan aku, dokter Paulus. Dokter ini teman satu tim saya, dokter Raihana."
Dokter Paulus mengulurkan tangan dan disambut hangat oleh Hana.
"Halo. Selamat datang. Bagaimana keadaan kalian?" tanya dokter Paulus masih dengan wajah antusias.
"Alhamdulillah. Kami baik. Hanya sedikit lelah," jawab Tiwi sopan.
"Alhamdulillah." Dokter Paulus berujar senang.
Ucapan 'Alhamdulillah' memang ucapan umum yang tidak hanya diucapkan oleh muslim, tapi juga non muslim seperti dokter Paulus. Dan Tiwi tidak terlalu kaget mendengarnya.
Selanjutnya mereka membicarakan masalah-masalah medis yang terjadi selama penugasan. Bukan pembicaraan yang serius, sih. Lebih ke basa basi saja.
"Assalamualaikum. Hana, Tiwi, aku pamit duluan, ya." Rayan tiba-tiba menyela pembicaraan mereka. Dokter Paulus menoleh ke asal suara. "Oh, maaf, mengganggu, ya?"
"Enggak, kok, Ray. Beliau ini atasan dokter Tiwi. Kamu sendirian? Siapa yang jemput? Atau mau bareng aku nanti?" Hana menjawab dengan beberapa pertanyaan sekaligus.
"Ada ... Om Burhan yang jemput. Kalian pasti masih harus stay di sini lebih lama. Semangat ya?!" seru Rayan sambil mengedipkan mata.
"Ah, iya. Kenapa kamu betul sekali. Padahal aku sudah rindu kamarku," keluh Hana yang disambut senyum oleh Tiwi.
"Hati-hati ya, Ray." Tiwi ikut berbasa basi menjawab Rayan.
"InsyaAllah. Baiklah. Barokallah, semoga kita menjadi haji yang mabrur."
"Aamiin," jawab Hana dan Tiwi bersamaan.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Rayan menebar kembali senyum manis dan lesung pipitnya. Hana dan Tiwi melepas kepergian lelaki itu dengan senyum pula. Apalagi Tiwi. Pancaran mata dan wajah cerianya tak mampu lagi tersembunyi. Debar-debar di dadanya seolah mampu memompa daeah dari jantungnya menuju ke pipinya. Sehingga tanpa dia sadari semburat pink menyeruak di sana. Menebar aroma kecantikan yang mempesona.
Sesaat, dokter Paulus terpana dengan keajaiban itu. Bahkan dia pun mengagumi sosok wanita yang telah memenuhi ruang hatinya sejak dulu kala. Namun, ini adalah pertama kalinya dia melihat pipi Tiwi merona.
Ada senang sekaligus cemburu di hati Paulus. Karena ternyata bukan dia yang mampu menebar rona merah itu di pipi Tiwi. Tapi justru lelaki itu. Lelaki yang tidak dikenalnya.
Siapa lelaki itu?
Lelaki yang mampu membuat 'Tiwinya' berbinar seperti itu
KAMU SEDANG MEMBACA
Hajj Love Story
RomanceBismillah. Cerita ini fiksi, mohon maaf bila saya menggunakan profesi dokter di sini. Mohon info juga bila ada yang kurang tepat dalam penggunaan kata dalam cerita ini. Setting waktu cerita terjadi di tahun 2008. Real kondisi, tapi cerita romance-n...