Bab 14 ~ Mina

8 2 0
                                    

"Tenda kita sebelah mana, Han?" tanya Tiwi sambil menyeret tas dan koper berisi obat-obatan.

"Kata Pak Mus, kita ditunggu di depan pintu masuk. Kita langsung ke tempat lempar Jumrah sekarang agar bisa segera ke Mekkah untuk ikut shalat ied dan thawaf Ifadha. Setelah semua itu, selesai sudah rangkaian ibadah haji kita."

"Ah, iya. Mumpung jadwal haidku belum tiba. Tapi, rasanya badanku capek luar biasa Han," jawab Tiwi sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.

"Iya, sama. Rasanya semua tulangku rasanya mau lepas."

"Hahaha."

Hana dan Tiwi menuju sebuah tenda yang sangat besar. Setelah meletakkan koper, Tiwi merebahkan badan sejenak sembari menunggu Hana mengambil sesuatu di tasnya.

Namun, tiba-tiba ....

"Heh! Kalian siapa?!" Terdengar suara perempuan membentak mereka.

Tiwi sontak terbangun lalu menatap Hana dengan heran.

"Kalian siapa berani-beraninya tidur di sini? Kalian tahu ini tenda siapa? Ini tenda khusus untuk KBIH Ar-Rahma. Kalian yang bukan anggota KBIH Ar-Rahma ga boleh ada di sini! Keluar sana!"

"Astaghfirullah." Tiwi dan Hana tercengang.

"Apa?! Pake istighfar segala! Keluar!" bentaknya sekali lagi.

Hana dan Tiwi pun spontan berdiri dan keluar dari tenda tersebut.

"Ya Allah ... tuh, ibu-ibu kok galak banget, sih?" bisik Hana sambil kembali menyeret kopernya menjauh dari tenda tersebut.

"Ssttt! Sabar. Mungkin dia lagi capek. Jadi nggak bisa nahan emosi."

"Terus, kita di tenda mana ini?"

Mereka berhenti sejenak di tengah banyaknya tenda tersebut.

"Kalian ngapain?" Rayan tiba-tiba muncul di samping mereka.

"Eh, Rayan. Kami sedang mencari tenda ...."

"Oh, di sana aja dulu. Itu tenda untuk musholla katanya. Kalian tadi dicari Pak Mus dan teman-teman kalian." Rayan mengambil alih pegangan koper dari tangan Hana dan bergegas menyeretnya menuju tenda yang dia sebut tadi.

Tanpa banyak bicara, mereka menuju tenda yang disebutkan Rayan. Setelah meletakkan koper dan tas, mereka pun keluar lagi untuk menuju tempat lempar jumrah.

Mina. Sebuah lembah di padang pasir yang terletak sekitar 5 kilometer sebelah Timur kota Mekkah, Arab Saudi. Ia terletak di antara Mekkah dan Muzdalifah. Mina juga mendapat julukan kota tenda, karena berisi tenda-tenda untuk jutaan jamaah haji seluruh dunia. Sepanjang perjalanan menuju jumrah, mereka tak henti mengumandangkan takbir, tahmid, dan tasbih. Kalimat talbiyah pun tak lepas dari bibir mereka.

Hari pertama, mereka hanya melempar jumrah Aqobah saja, dilanjutkan dengan tahallul. Sejak saat itu, mereka sudah bisa melepas ihram dan memakai baju biasa. Minimal bisa memakai celana dalam bagi pria.

Namun, mereka tidak mengganti ihram karena mereka akan melanjutkan perjalanan ke Mekkah, untuk melaksanakan sholat Ied sekaligus thawaf ifadah. Thawaf yang mengakhiri rangkaian ibadah wajib haji.

Dengan berjalan kaki mereka menuju kota Mekkah. Berkilo-kilo meter perjalanan mereka tempuh, namun tak menyurutkan semangat. Segala letih seolah terbayarkan dengan kebahagiaan saat kaki menginjak setiap jengkal di tanah suci.

Takjub. Melihat begitu banyak manusia berkumpul di sana. Tanpa melihat warna kulit. Tanpa melihat bangsa. Semua menghadap pada satu tujuan. Allah azza wajalla. Runduk sujud pada satu Dzat yang Maha Esa.

Usai shalat Ied, mereka segera menunaikan thawaf Ifadah dilanjutkan dengan sa'i. Dengan begitu usai sudah rangkaian ibadah haji mereka.

"Alhamdulillah."

Mereka berseru dalam kebahagiaan yang nyata. Mereka duduk di bukit Marwa seraya meminum air zam-zam sebelum kembali ke Mina. Jamaah haji dari seluruh dunia tak berkurang tapi malah bertambah banyak.

"Pak, nanti kita kembali ke Mina jalan kaki juga?" tanya Tiwi dengan wajah yang nampak keletihan.

"Nanti kita cari sewaan mobil saja. Biasanya banyak diluar masjid," jawab Pak Mus dengan suara lirih.

Nampak kebahagiaan terpancar nyata di antara sisa-sisa keletihan mereka. Hana dan Tiwi duduk saling bersandar. Sedangkan para lelaki duduk bergerombol tak jauh dari mereka.

"Han, jadwal haidmu kapan?" tanya Tiwi pelan.

"InsyaAllah dua hari lagi. Semoga saja sesuai. Kamu pake penunda haid?" tanya balik Hana.

Tiwi menggelengkan kepala, "Tidak. Kalau tidak molor, jadwalku besok. Maju tiga hari setiap bulan. Makanya badanku rasanya luar biasa sakit semua hari ini. Alhamdulillah tidak mempengaruhi mood-ku. Mungkin karena perasaan bahagia sudah berhasil menyelesaikan ibadah haji ini, ya?"

Hana tersenyum seraya mengangguk-anggukkan kepala. Tiwi menatap orang-orang yang masih berlalu lalang di hadapan mereka dengan mata sendu. Teringat dia akan kedua orang tuanya.

Tiba-tiba, terdengar suara ponsel dari tas Tiwi.

Bapaknya melakukan panggilan.

"Assalamualaikum, Pak." Terdengar suara Tiwi bergetar saat menjawab panggilan telpon bapaknya.

"Waalaikumsalam, Ndhuk. Piye? Wes rampung ibadah hajimu?"

"Inggeh, Pak. Alhamdulillah sampun. Lancar sedoyo, pandungane jenengan kaliyan Ibu. Alhamdulillah."

"Alhamdulillah."

Tak lama, percakapan mereka semakin membuat Tiwi berderai airmata. Sebuah rasa di antara sedih, haru, bahagia, yang bercampur jadi satu. Sungguh nano nano.

Hajj Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang