Bulan Oktober sedikit lagi, maka sedikit pula waktu yang OSIS miliki untuk menyiapkan segala keterkaitan perkara Bulan Bahasa. Dino masih di ruang OSEM hingga jam 7 malam. Sudah ditegur satpam sekolah yang bertugas jaga. Katanya anak-anak sudah harus pulang sebelum Isha.
"Bentar dulu, ya, pak. Saya beresin ruangannya dulu sebentar." Dino buru-buru merapikan segala file yang berserakan. "Semuanya udah komplit kan? Perkembangannya gimana, Reya?"
"Semua seksi aman, Din. Cuma kendala kita itu satu... Proposal belum di-ACC juga."
Proposal. Paling vital. Jantung kegiatan. Tanpa itu tak akan ada yang namanya dana. Tanpa proposal tak akan ada yang namanya perizinan.
"Masih banyak yang harus dirombak. Seksi acara lagi direcokin mulu sama beberapa guru mapel Indo. Katanya lombanya harus ginilah, harus gitulah."
Dino menghela napas. Biasanya, kalau event begini, OSIS benar-benar mandiri. Berjalan sendiri. Mungkin ada beberapa arahan dari guru tapi tak sampai sedikit campur seperti sekarang ini.
"Ya udah. Kita pulang aja. Besok lanjutin lagi semua yang perlu kita lanjutin. Lo istirahat. Jangan begadang." Dino menatap lelah mata Reya.
"Lo juga," kata Reya. Tersenyum pada Dino.
"Reya, pulang!" Retha masuk tiba-tiba ke ruang OSEM. "Reva mana, dek?"
Reya menyapu pandangan. Melihat Reva yang ternyata ketiduran di bawah meja rapat tanpa beralaskan apapun. Kertas berserakan di sekelilingnya. Rancangan dana yang ia rombak karena beberapa seksi perkap menghubunginya. Ada beberapa barang yang sudah naik harganya.
"Reva, bangun...." Reya menggoyangkan badan Reva perlahan. "Reva...."
Retha pun mengambil botol minumnya. Menuangkan air sedikit ke tangan kemudian memercik air ke wajah Reva tanpa belas kasihan. "Bangun. Supir kita udah nunggu, Rev."
Reva terbangun. Langsung berdiri. Terdengar jedukan keras. Kepalanya beradu dengan ujung meja rapat. Mengaduh. Dino langsung mengusap kepala Reva perlahan. Membuat Reya agak cemberut, mungkin cemburu padahal bukan siapa-siapa, dan membuat Retha melotot kemudian berkata, "Jangan pegang-pegang adek gue."
"Maaf. Kelepasan. Biasa sama adek."
Retha menarik tangan Reya dan Reva dengan kedua tangannya. Pamit pada Dino dan ketiganya mengucapkan terima kasih atas kerja keras Dino hingga hari ini.
PLAK!
Dino memukul tangannya sendiri. Kebiasaan dirinya. Itu bukan Kirana adiknya. Itu Reva, temannya. Yang punya kakak paling galak di sekolah ini. Bisa habis kalau Dino melakukan itu sekali lagi.
"Hei, pulang!" Satpam sekolah yang masih berkeliling pun menegur Dino untuk kedua kalinya.
"I-iya, pak, ini saya pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kirana Punya Cerita [SVT] - Completed
Novela Juvenil• A K A N T E R B I T • Memiliki tiga belas orang kakak laki-laki, tapi... · · · Aku yang seharusnya terlahir sendiri dirundung sepi, telah dimanjakan dan diperlakukan bak permaisuri oleh kalian, saudara tak sedarah namun tetap senadi. - Kirana Liz...