Suara Azan Ashar baru saja terdengar saat Marissa sampai di rumah. Dilihatnya Sava terbangun di kursi belakang sesaat ia mematikan mesin mobil. Marissa tersenyum melihat putrinya itu mengucek-ngucek matanya. "Bantu Bunda bawain makanan dari Oma, ya?" ucapnya seraya turun dari dalam mobil dan membuka pintu bagasi.
Sava menjawab dengan anggukan. Mama mertuanya membawakan tiga boks makanan berisi lauk pauk kesukaan Sava dan Mas Armad. Kini ia bisa sedikit beristirahat karena tak perlu lagi menyiapkan makanan untuk makan malam nanti.
Dan kini Marissa membaringkan tubuhnya di atas Sofa. Perjalanan panjang sejak tadi pagi membuat tubuhnya kelelahan. Didengarnya suara Sava dari dalam kamar. Ia tengah bercakap-cakap dengan Ayahnya melalui sambungan telepon. Marissa memejamkan kedua matanya. Ia masih punya cukup waktu sebelum Mas Armand pulang.
Waktu sudah hampir gelap ketika Marissa merasakan sebuah sentuhan tangan kecil di pipinya. Sava berdiri di hadapannya. Ia sudah berganti pakaian. "Jam berapa, sayang?" Tanyanya.
"Jam enam," sahut Sava seraya menyalakan televisi.
"Kamu sudah mandi?"
Sava kembali mengangguk. Terburu-buru Marissa pun beranjak bangun. Sebentar lagi suaminya pulang, dan ia bahkan belum membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian.
Suara mobil terdengar berhenti di halaman rumah saat Marissa tengah menyiapkan makan malam. Dan sedetik kemudian terdengar suara Sava yang berlari menyambut kedatangan Ayahnya dengan gembira. Namun setelah menyapa Sava dan mengecup pipinya ia pun langsung masuk ke dalam kamar, tanpa menyapa Marissa. Sejenak Marissa hanya bisa menarik nafasnya lalu terduduk di atas kursi makan, menunggu suaminya keluar untuk makan malam bersama. Biasanya Mas Armand akan keluar kamar setelah selesai mandi dan berganti pakaian.
Namun setelah hampir satu jam menunggu, Mas Armand tak kunjung keluar. Marissa pun beringsut dari duduknya lalu masuk ke dalam kamar. Dilihatnya suaminya tengah duduk terdiam di kursi kerjanya. Ia sudah berganti pakaian. Dan rambutnya pun masih terlihat basah. Kedua tangannya bertumpu di atas meja, memegangi ponsel dengan layar yang masih menyala. Marissa mencium tangannya.
"Kemana saja kamu hari ini?" Tiba-tiba suara dingin Mas Armand terdengar penuh curiga.
"Aku kan, udah bilang Mas. Aku ke rumah Tante Soraya." Kini Marissa merasa kembali menjadi terdakwa.
"Seharian?" Armand menatapnya tak percaya.
Marissa terduduk di tepi tempat tidur. Menghadap Armand yang kini sudah memutar kursinya dan menatapnya penuh curiga. "Kami mengobrol lama, Mas," sahutnya dengan suara setenang mungkin, menutupi dusta. Ia tahu suaminya itu sulit sekali dibohongi.
Dan benar saja, dilihatnya Mas Armand menggeleng. Tak mempercayai ucapannya."Ris, please... Katakan yang sebenarnya." Suara Mas Armand terdengar seperti tengah menahan emosi.
Marissa memberanikan diri menatap wajah suaminya. Sekarang ia sudah menjadi tersangka. Dari mana ia tahu? Ia tidak menceritakannya kepada siapa pun. Rasanya tidak mungkin juga Tante Soraya atau Agha memberi tahukannya.
"Itu yang sebenarnya, Mas," sahutnya lagi. Kini dengan penuh keyakinan.
"Jangan bohong, Ris. Aku tahu kamu berbohong. Kamu pergi ke mana?!" Kini suara Armand terdengar meninggi. Ia sudah tak bisa lagi menahan emosinya.
Marissa menarik nafasnya dalam-dalam sebelum akhirnya menyerah. "Aku... tadi nengokin rumah orang tuanya Tyara di Bogor." Dan ia pun kembali tertunduk. Mencoba menghindari tatapan suaminya. Hatinya berdebar. Ia takut Armand akan memaksanya untuk menceritakan rahasianya itu.
"Buat apa?" Armand tak bisa menutupi rasa terkejutnya. Ditatapnya Marissa lebih dekat. "Kamu gak pergi sendirian, kan?" Kejarnya.
"Mas Armand ngikutin aku?" Kini Marissa yang tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Sampai Mati
Mystery / ThrillerCerita penuh ketegangan, emosi dan akhir yang tak terduga. Tentang Marissa, seorang wanita kesepian yang kehilangan sahabat satu-satunya, Tyara. Ia mencari kebenaran di balik kematian Tyara yang penuh teka-teki, yang sulit sekali diungkapkan, karena...