Bab 12 : Villa Marina

44 4 0
                                    

Armand berdiri di depan pagar sebuah bangunan besar yang terbengkalai. Pintunya yang terbuat dari besi berukir berwarna hitam tampak menjulang tinggi di hadapannya.  Sebuah ukiran nama "Villa Marina" dalam warna keemasan hampir tertutup oleh tanaman liar yang merambati pagar rumah itu. Dan dari kejauhan terlihat dinding rumah dengan cat berwarna putih yang sudah mulai mengelupas.

Armand ditemani oleh Pak Suta, seorang pria tua yang ditemuinya di jalan saat mencari alamat.

"Rumah ini sama sekali enggak ada yang mengurus, Pak?" Armand menoleh pada Pak Suta yang berdiri di belakangnya.

"Tidak ada, Pak. Dulu sih, ada. Sempat ganti-ganti orang. Tapi sekarang mah sudah tidak ada yang mau mengurusnya lagi."

"Kenapa, begitu?" Tanya Armand lagi dengan penasaran. 

Pak Suta mendekati Armand lalu berbisik. "Katanya sih, banyak penampakan," sahutnya.

Armand mengernyitkan keningnya. "Penampakan? Penampakan apa maksudnya?"

Kini Pak Suta terdiam. Ragu untuk berbicara kembali. Dipandanginya sekeliling rumah. Seakan takut ada yang memperhatikannya. Ia lalu kembali berbisik di telinga Armand. "Kalo kata yang pernah jaga mah, suka ada penampakan laki-laki di teras atas."

"Di teras atas sana?" Armand menunjuk ke arah teras di lantai dua rumah itu. Dari pagar depan, teras itu hanya terlihat sisi sampingnya saja. "Memangnya pernah ada yang meninggal di sana?" Tanyanya lagi dengan berbisik.

Pak Suta mengangguk. "Kalau yang saya dengar ceritanya itu dulu memang ada yang jatuh ke kolam sampai meninggal. Yang punya villa-nya."

"O ya?" Armand mengangkat kedua alisnya. Kini ia semakin penasaran. "Bapak tahu namanya?"

Pak Suta menggeleng.

"Bapak bisa antar saya masuk ke dalam?"

Pak Suta memandang Armand dengan ragu.

"Emm, ya kalau cocok saya mau beli villa ini. Mau saya renovasi biar enggak seram lagi," dusta Armand ketika dilihatnya Pak Suta yang seperti enggan menemaninya.

Lama berpikir, Pak Suta akhirnya mengangguk. Didorongnya pintu pagar besi yang berat itu, yang ternyata tak terkunci. Seketika terlihat halaman luas yang ditumbuhi rerumputan liar dan ilalang. Bau lumut dan tanah yang lembab sangat terasa ketika Armand memasuki rumah itu. Lantainya yang terbuat dari marmer putih tertutup oleh tanah lembab dan lumut. Tampak jamur pun tumbuh diantara sela-sela lantai yang retak.

Armand memandang ke sekelilingnya. Ia dapat membayangkan kemegahan dan kemewahan rumah itu saat penghuninya masih ada. Dengan jendela-jendela kaca  besar mengitari sekeliling dinding rumah. Tangga besar dengan reiling besi tempa berukir berwarna keemasan tampak meliuk dengan anggun menuju lantai atas. Dan sebuah lampu gantung kristal yang sangat besar menjulur indah dari lantai atas hingga bawah.

Sebuah sofa besar berbahan kulit melingkar di sepanjang ruang keluarga yang menghadap ke kolam renang yang kering. Dan di sebuah sudut ruangannya terdapat piano besar yang ditutupi kain tebal berwarna hitam. Semua furnitur ditutupi dengan rapi. Armand menyusuri seluruh sudut ruangan. Ada empat buah kamar tidur yang semuanya terkunci. Ruang makan besar dengan delapan kursi dan dapur dengan perabotan yang masih lengkap. Serta tiga ruang kecil lainnya yang juga terkunci rapat. Tapi tak ada satupun yang bisa dijadikan petunjuk oleh Armand. Karena tak ada foto, lukisan, atau benda apa pun yang dapat menunjukan jati diri sang pemilik.

"Jadi, bapak tidak tahu siapa pemilik villa ini sekarang?" Tanya Armand lagi.

Pak Suta menggeleng. "Villa ini kalau tidak salah sudah ditinggalkan lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Maksudnya sudah tidak ada yang datang lagi untuk menginap. Dan memang tidak pernah disewakan. Katanya sih, sudah dibeli sama perusahaan. Tapi saya tidak tahu perusahaan apa."

Janji Sampai Mati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang