Bab 14 : Rahasia Marissa

67 7 0
                                    

Armand terbangun dari tidurnya ketika tersadar istrinya sudah tidak berada di sampingnya lagi. Beranjak keluar dari kamar, ia mendapati Marissa tengah terduduk di ruang makan dengan secangkir teh hangat di hadapannya.

Armand tersenyum. "Lapar?" Tanyanya yang dijawab Marissa dengan gelengan pelan kepalanya. "Tapi kamu belum makan dari kemarin sore, sayang." Dielusnya rambut istrinya. Tapi Marissa tetap menggeleng. Armand menarik nafasnya. Kali ini ia tidak ingin memaksanya. "Sudah enakan, sekarang?" Tanyanya lagi seraya menyentuh dahi Marissa, seolah ia tengah sakit panas.

"Aku enggak pa-pa, Mas. Cuma tanganku aja yang agak sakit." Marissa menarik tangan Armand.  Lalu mengusap-usap lengan kanannya yang sakit.

Armand kembali tersenyum. "Sejak kapan kamu jadi emosian begitu? Pakai pukulin orang segala?" Diraihnya tangan Marissa, lalu dipijatnya hingga membuat Marissa meringis kesakitan.

"Dia mau melukai Sava, Mas." Marissa menyeruput habis tehnya.

"Dia tidak sengaja membuat Sava jatuh, Ris. Dia bukan mau melukai Sava."

Tiba-tiba saja Marissa menarik tangannya. Ditatapnya Armand dengan mata melotot. "Aku lihat sendiri, Mas! Aku yang tahu!" Ucapnya dengan suara meninggi.

"Ris..." Armand meletakan telunjuk di mulutnya seraya menunjuk ke kamar Sava. Memintanya untuk merendahkan suara agar tak membangunkannya. Tapi Marissa malah pergi ke dapur, membawa serta cangkir tehnya yang kosong. Armand mengejarnya dari belakang. Dan mencoba meraih tangannya.

"Ris. Kamu berlebihan!"

Marissa kembali berbalik. Ditatapnya kembali Armand dengan tajam.
"Tak ada seorang pun yang boleh menyentuh anakku. Apalagi melukainya. Kamu tidak tahu rasanya kehilangan orang yang kamu sayang!" Jeritnya.

"Rissa...!" Kembali Armand meraih tangannya. Tapi Marissa menepisnya, hingga membuat cangkir teh yang dipegangnya ikut jatuh ke lantai dan pecah dengan suara yang nyaring menggema.

Marissa mendekatkan wajahnya pada Armand. Di matanya terlihat jelas kemarahan yang masih dipendamnya. Wajahnya memerah. Mulutnya bergetar. Dan nafasnya tersengal.
"Aku akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan orang yang aku cintai. Apa pun! Kamu tidak akan mengerti rasanya tidak punya siapa pun di dunia ini. Karena kamu punya kehidupan yang sempurna!" Suara Marissa kembali menggelegar. Kedua tangannya mengepal. Matanya terus menatap Armand penuh amarah. Persis seperti kejadian di supermarket itu. Kini ia dapat merasakan ketakutan yang dialami pria  itu saat dipukuli Marissa.

Perlahan Armand melangkah mundur. Menjauhi Marissa yang seperti ingin menerkamnya. Ia tak percaya apa yang dilihatnya. Tak mengerti apa yang telah terjadi pada istrinya. Marissa yang kini berdiri di hadapannya bukanlah istrinya yang ia kenal lembut dan rapuh.
"Ris..." Armand menatap Marissa dengan mata yang berkaca-kaca.

Seolah tersadar, Marissa lalu menarik nafasnya yang tersengal. Dipejamkan kedua matanya. Ia mencoba menenangkan dirinya. Dan perlahan Armand pun mendekat. "Tenang, sayang... Sava baik-baik saja. Dia sedang tidur di kamar..." Bisiknya. Dipeluknya tubuh Marissa yang lemah. Dan sesaat kemudian tubuh itu pun limbung hingga jatuh ke lantai bersama Armand yang mencoba menahannya.

"Maafkan, aku." Armand memeluk istrinya erat-erat. Mencoba meredakan kemarahannya. Dan tangis Marissa pun pecah seketika. Ia terisak di dada Armand seperti anak kecil. "It's ok, sayang. Semua baik-baik saja. Aku akan melindungi kamu dan Sava," bisiknya sambil mengusap-usap punggung Marissa dan menciumi rambutnya.

...

Dengan tergesa Sava melompat turun dari dalam mobil. Lalu berlari sambil berteriak riang memanggil Oma dan Opanya. Kedua orang tua itu dengan gembira menyambut Sava yang masih berseragam sekolah.

Janji Sampai Mati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang