08.48
Pak Suho terbangun dari tidur dan mendapati Kirana masih terlelap dengan sebelah kaki melintang di atas perutnya. Ia pun tersenyum, biarlah hampir jatuh sebab berada di ujung kasur yang penting putrinya ini bisa tidur dengan leluasa.
Matanya melirik ke sisi kasur yang lain, istrinya tidak ada. Sepagi ini di hari cutinya ia rasa seharusnya mereka masih berleha-leha. Namun entahlah, ia juga tak mengerti mengapa hari ini rasanya tidak lega, seperti masih ada sesuatu yang mengganjal karena tadi malam.
Pria Adijaya ini kembali merengkuh sang putri, enggan untuk bangkit dari kasur. Di hari biasa, sama sekali tidak pernah ada kegiatan seperti ini di hari kerja. Maka, momen ini ia anggap seperti harta karun.
Bayi berumur satu tahun lebih ini nampak menggeliat dan menggaruk pipinya yang terasa gatal sebab bulu-bulu tajam entah darimana mengganggu tidur cantiknya. Oh, ini kumis si ayah yang belum dicukur. Kalau Kirana bisa bicara, mungkin sudah protes. Sayangnya bayi itu hanya bisa merengek sambil mengusak mata.
"Eh? Kok bangun? Oh... Gatel ya?" Pak Suho terbangun, mengusap lembut pipi dan kepala Kirana agar bayi itu tertidur kembali. "Maaf ya... Iya ayah lupa kalo kumisnya tajem. Nanti dicukur."
Kirana terduduk, masih merengek dan cemberut sambil menggaruk pipinya. Pak Suho panik sedikit, ini kalau anaknya iritasi dan alergi kumis gara-gara dia bisa repot urusannya. "Emang tajem banget ya kumis ayah? Oh iya ya, tajem ternyata." Ucapnya sendiri sambil menggendong Kirana, bayi itu mulai tenang dan kini bersandar di sisi dada sang ayah.
Pak Suho terduduk dan bersandar di sandaran kasur, tangannya menepuk-nepuk punggung Kirana. Anaknya itu sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan tidur lagi, justru malah ia sendiri yang mengantuk dan mulai memejamkan mata.
Tak ada pembicaraan walau memang Kirana juga tidak akan menjawab, ia hanya berusaha seperti sang istri yang selalu komunikatif jika bersama Kirana. Sementara Pak Suho, selalu bingung harus bicara apa. Maklum, ayah baru dan jarang bertemu anak. Namun, ia berjanji akan terus belajar pelan-pelan. Belajar menjadi sosok yang ceria, mengobati tempramennya dan yang paling penting-menjadi cinta pertama untuk anak perempuannya, Kirana.
Pintu kamar tiba-tiba saja terbuka, sebuah langkah sunyi dari sang istri yang berjalan memasuki kamar. Wiena- wanita itu hanya diam dan Pak Suho sama diamnya. Tolonglah, sebenarnya ia juga ingin sekali dicium dan disapa dengan sayang seperti yang dilakukan sang istri untuk Kirana tepat di depan matanya sekarang.
"Yang." Sebuah panggilan keluar dari celah bibirnya, Pak Suho tak mengharapkan balasan sebab suaranya seperti acuh tak acuh, tak disangka istrinya itu menoleh sambil menatapnya dan menunggu. Pak Suho gelagapan dalam diam, tak tau harus bilang apa lagi.
Sekali lagi ia hanya ingin disayang. Disayang seperti bayi. Walaupun terkadang diperlakukan seperti bocah adalah sebuah penghinaan baginya. Namun kali ini, itu lebih baik daripada mendapati sikap dingin sedingin hawa pagi hari kota Bandung dari istri cantiknya ini.
"Aku... mau mandi."
Bu Wiena mengangguk kilas, sibuk memilih baju untuk Kirana. "Yaudah, mandi sana nanti aku siapin bajunya. Sarapannya udah siap, langsung sarapan aja habis mandi."
"Iya. Nanti temenin aku sarapan ya?"
"Aku mau mandiin Kirana."
"Ya kan bisa habis mandiin Kirana."
"Kamu duluan sarapan aja."
Pak Suho mengernyit dan berdecak, sedikit kesal. Setelah gagalnya penyatuan rindu mereka tadi malam dan sekarang ia harus diperlakukan dingin seperti ini. Bukan ini yang ia mau. Rasanya semakin menggebu-gebu dan sakit kepalanya pun tak kunjung reda.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPI - SUHO (ON HOLD)
Random"Saya gak mau ah, Pak Suho suka ngomel." •SEPI - SUHO• (ON HOLD) A Story By : @celanarenang Cover By : @ourniverse Since | March, 10 - 2020