35

1.4K 146 167
                                    

Sabtu, 19.25

"Mas, main PS yok lah. Bosen banget pacar gua masuk malem. Nasib punya cewe nakes gini nih, ditinggal mulu, mana malem minggu lagi."

Hanbin curhat. Sambil nyalain tv dan disambung dengan Play Station. Baginya, rumah sepupunya ini ya rumahnya juga. Emang bahagia punya sepupu modelan Suho Adijaya, minta ini minta itu, pasti dikabulin.

"Eh, kemarin temen gua liat foto MT25 lu, katanya langsung naksir, terus gua bilang, ya iyalah orang modifan hedon. Kalo seratus lima puluh juta lu lepas nggak?"

Pak Suho yang lagi rebahan di sofa dengan posisi membelakangi itu langsung menjawab tanpa menoleh. "Nggak."

"Kenapa?"

"Dia suka motor yang itu, buat harian juga enak."

"Dia? Calon bini lu?"

"Hmm."

"Ah elah, tinggal beli lagi yang sama modelannya. Bayangin, harga segitu lu cuan banget bro."

"Nggak. Kalo mau yang lain aja, yang udah jarang gua pake."

"Yaelahh, ngapa sih? Dia juga nggak bakal bisa bedain."

"Jangan maksa bisa nggak?"

"Iya iya, sorry."

Pak Suho bangun dan beranjak dari sofa menuju dispenser, mengambil segelas air hangat untuk meredakan tenggorokannya yang sakit. "Z900 gua tuh, dua ratus juta, terserah lu mau hargain berapa. Di luaran kalo bekas biasanya dua ratus sepuluh ke atas, tapi gua dua ratus aja ambilnya."

"Buset, bekas lu bilang? Emang udah pemakaian berapa taun?"

"Setaun, kurang lebih."

Mendengarnya Hanbin hampir saja melempar stik PS kalau nggak buru-buru inget ini punya siapa. "Itu bukan bekas, ya bekas sih. Cuma kan baru setaun cok, lu juga jarang pake. Lebihin lah, kan lumayan buat modal nikah. Jaman susah gini Mas, duit langka."

"Modal nikah udah, tinggal nikahnya aja ini gimana."

"Gimana apanya?"

"Perizinannya, prosedurnya, protokolnya, banyak lah. Nggak segampang waktu sebelum covid."

"Padahal lu relasinya banyak. Orang pemda kenal, orang kantor dinas mana aja kenal, jangan-jangan presiden juga kenal ama lu nih. Manfaatkan bro, minta jalur temen biar dimudahin prosesnya."

"Nggak boleh semena-mena. Yang ada pas gua resepsi dibubarin sama satgas."

Hanbin ngangguk-ngangguk, lalu menoleh ke arah sepupunya itu. "Lu kenapa sih? Kok lemes amat kayak kurang dibelai. Sakit?"

"Kurang tidur aja."

"Pantesan, nggak malam mingguan."

"Dia juga nggak di sini, lagi di Bandung."

"Samperin dong."

"Gua udah janji hari ini mau ke sana, tapi nggak jadi, dia juga Senin pulang katanya."

"Yaudah, yang penting kan lu udah bilang kalo lagi sakit."

"Gua nggak bilang kalo gua sakit."

"Trus lu bilang apa?"

"Ada seminar."

"Yahh... Goblok dah."

Pak Suho menoleh, agak nggak terima dikatain begitu. "Kalo gua bilang lagi sakit nanti dia kepikiran. Ayahnya kan juga lagi sakit. Lagian cuma kurang tidur doang, kalo gua bilang sakit lemah banget kesannya."

"Segini lemah??? Gua yang seminggu sekali ngeluh sakit pinggang, kepala puyeng, cepet ngantuk, lu bilang apa? Pemuda renta??? Pemuda jompo???"

Hanbin geleng-geleng kepala. "Pergi pagi buta, pulang malem, lu guru apa manajer perusahaan? Orang kantoran aja berangkat jam setengah delapan. Wajar lah kalo lu ngedrop, jangan sakit dikit dibilang lemah. Gini nih kalo bokapnya dulu selalu ngajarin laki-laki nggak boleh lemah, kepala batu jadinya."

SEPI - SUHO (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang