32

1.6K 150 202
                                    

02.10
📍Solo

Tepatnya pada pukul dua lewat sepuluh dini hari setelah kurang lebih lima jam perjalanan, mobil hitam berjenis crossover itu tiba di depan rumah bernuansa coklat dengan halaman luas.

Pak Suho menarik persneling mobil, diam sebentar sembari menopang kepala memperhatikan wanita di sampingnya yang tengah terlelap. Oh, ternyata ini sebuah definisi dari bobo cantik yang sebenarnya, batin Pak Suho.

Ia tersenyum, ketika hanya satu suara berat dan rendah yang keluar dari mulutnya mampu membuat sang calon istri membuka mata. Padahal tadinya dia berharap bakalan susah dibangunin, kalau misal begitu kan Pak Suho bisa pakai cara modus yang lebih ampuh.

Bu Wiena terdiam sebentar, ngumpulin nyawa. Sebagai manusia yang jam delapan saja sudah mengantuk, melek di jam segini rasanya sangat susah. Ia menoleh dan sedikit terlonjat saat merasakan puncak kepalanya diusap lembut. Kaget, baru bangun sudah disuguhi oleh pemandangan yang dingin-dingin menyegarkan.

"Udah kumpul semua nyawanya, sayang?"

"Hm? Hah? Oh, udah."

"Terus kamu mau di sini sampe pagi?"

"Ya nggak lah..."

"Ya makanya ayo turun lah..."

"Tunggu dulu, aku masih muka bantal Mas. Pasti keliatan kucel ya?"

"Nggak. Cantik."

"Yaudah deh... Ayo."

Keduanya pun keluar dari mobil dan melangkah memasuki pekarangan rumah. Pak Suho langsung menyalimi tangan sang ibu yang sudah berdiri di tempat pintu. Begitu juga dengan Bu Wiena, dengan keadaan mata berat setengah ngantuk namun tetap harus profesional di depan mama mertua.

"Yuk masuk... Langsung istirahat."

"Mama sendirian?"

"Iya, Papa berangkat malam tadi."

"Loh, kok begitu? Kenapa pas saya dateng Papa malah kerja?"

"Sstt, ya namanya tiba-tiba dipanggil ke sana, besok pagi juga pulang, jangan langsung sewot gitu lah. Omong-omong ini pada berangkat jam berapa kok baru sampe jam segini? Adi, kamu sengaja dilama-lamain ya?"

Pak Suho yang baru saja mau mendarat duduk di sofa langsung berdiri lagi. Dia heran, mukanya ini kriminal-able atau gimana sih? Sama orang tua sendiri dicurigain mulu. "Macet. Ya kan yang?"

"Iya, macet di Pejagan."

"Yaudah, tidur aja dulu. Ngobrolnya besok lagi. Kamu tidur di atas aja ya, di kamarnya Adi. Udah biarin Adi tidur di kamar yang lain. Mama tunggu di atas ya, Na."

Bu Wiena mengangguk sopan, dalam hati dan kepalanya sedang sibuk merancang strategi untuk nanti harus jawab atau bicara apa. Dia yakin habis ini nggak langsung tidur, pasti diajak ngobrol dulu dan mungkin bisa sampai pagi. Tipikal ciwi-ciwi pada umumnya, kalau ngobrol bisa lupa waktu.

Pak Suho berdeham, melepas topinya lalu langsung merebahkan diri di sofa tepat di samping Bu Wiena yang masih terduduk. Sebenarnya mau coba menaruh kepalanya di pangkuan sang calon istri, namun ia dengan cepat mengurungkan niat modusnya itu. Bukannya dielus-elus yang ada malah ditepak nanti. "Udah ke atas sana, tidur. Kamar aku yang paling ujung."

"Kamu? Di sini?"

"Iya."

"Ih kok gitu? Aku di kamar tamu aja deh ay, masa kamu di sini aku di kamar?"

Pak Suho mendongak dan menatap datar Bu Wiena. "Emangnya kamu tamu?"

"Ya... Iya kan?"

"Oh, bukan calon istri aku berarti?"

SEPI - SUHO (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang