Sabtu, 11.30
"Buka modulnya halaman 329, baca dulu, habis itu ibu mau kasih liat contoh soal tahun kemarin. Nggak lama kok, orang cuma dikit. Dan ini juga sebagai penutup pemantapan kita, karena Senin besok kalian sudah harus sinkronisasi data diri, lalu habis itu pelaksanaan ujian nasional."
Bu Wiena kembali duduk di kursi setelah menjelaskan beberapa bab sebelumnya. Ia otak-atik infocus yang tak kunjung menyala. Tak sabar, ia panggil salah satu murid. "Jaem."
"Ya bu?"
"Kok infocusnya gak nyala-nyala ya? Coba tolongin deh sini."
Siswa bernama Jaemin itu bangkit dari duduk lalu segera menghampiri gurunya yang tengah berkerut bingung. "Colokannya kali bu belum pas."
"Ah masa sih? Enggak kok, udah pas. Saya ketok-ketok juga tetep nggak mau nyala."
"Mana bisa bu diketok mah."
"Loh? Dulu saya dengerin radio kalo mulai macet saya ketok-ketok. Anak sekarang mah gak pernah ngalamin kayak gitu ya."
"Trus, nyala nggak bu radionya?"
"Nggak sih, malah rusak beneran."
"Ya Allah bu..."
Bu Wiena hanya terkekeh pelan. "Yaudah deh kalo nggak bisa mah. Coba kamu tolong ke ruang skolastik, kalo ada Pak Dika di sana minta pinjem infocus yang baru."
"Ajak temen ya bu?"
"Yaudah. Jangan banyak-banyak."
Jaemin mengangguk, lalu memanggil ke enam temannya. Bu Wiena geleng-geleng kepala, habis ini pasti dia kena tegur nih, mau minjem infocus aja yang nganterin se-rt.
Ia menggulir beberapa dokumen soal di laptopnya yang sekarang terasa lebih cepat dari sebelumnya. Kerjaannya siapa lagi kalau bukan Suho Adijaya yang dengan rajinnya membersihkan file-file yang sudah tak bisa terbuka dan rusak sampai ke akar-akarnya. Bu Wiena speechless, ngapain aja dia selama ini sampai sampahnya bisa beratus-ratus giga? Padahal main game pun tak pernah.
Kata mas doinya begini, "Laptop kamu kekenyangan ini yang. Orang aja kalo kekenyangan ngantuk, gimana laptop. Makanya lemot." Habis itu dengan santainya menyuruh untuk ganti laptop. Hellow... Dikira laptop seharga shampo? Beli goceng dapat serenceng.
Sembari menunggu murid-muridnya yang tak kunjung kembali ke kelas, ia menoleh ke arah luar pintu memperhatikan langit yang sedang turun hujan. Sampai ketika suara derap langkah ramai mendekati kelas.
"Ada apa, Bu Wiena?"
Bukan. Itu bukan Pak Dika. Itu Pak Suho. Bu Wiena mengangkat kedua alisnya sekilas ketika melihat calon suaminya masuk ke dalam kelas dengan sebuah obeng dan satu tas infocus di tangannya. Tunggu, kenapa dia jadi salting cuma gara-gara dipanggil formal begini? Rasanya jadi throwback ke waktu yang sudah lalu.
"Pak Dika gak ada bu, adanya Pak Suho. Sekalian dipasangin katanya."
Bu Wiena hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi ucapan Jaemin barusan.
"Saya minta tolong naikin kursi ke atas meja ya." Ucap Pak Suho sembari menaruh infocus tersebut di meja. Membuka dan memasangkan bagian-bagiannya terlebih dahulu.
Maklum, Pak Suho ini serba bisa. Profesinya bukan hanya guru, namun nampaknya sudah merangkap ke berbagai bidang. Mulai dari konsultan IT, tukang pasang infocus, sampai benerin listrik sekolah. Bahkan disuruh rakit meja pun pernah. Apapun yang berurusan dengan elektronik dan hal rakit-merakit, Pak Suho menjadi orang yang pertama kali ada dipikiran para warga sekolah. Selain mahir dan paham, dia pun juga nurut-nurut saja kalau dimintai tolong.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPI - SUHO (ON HOLD)
Random"Saya gak mau ah, Pak Suho suka ngomel." •SEPI - SUHO• (ON HOLD) A Story By : @celanarenang Cover By : @ourniverse Since | March, 10 - 2020