30. Nelan ludah sendiri

10.9K 656 36
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Assalamualaikum!

Marhabba 👋

Tandain typo!

Jangan lupa votement, jgn siders!

Happy reading!!
.
.
.

"I-qis..."

Deg!

Semua yang ada di sana mematung mendengar lirihan tersebut. Mereka semua serentak menoleh ke arah Syifa.

Syifa menatap mereka semua dengan sayu, Arga mendekatinya dengan kaku. Dirinya tidak bermimpi bukan? Syifa kembali membuka matanya.

Bilqis baru tersadar, dirinya malah mendorong Alfi ke luar. Padahal di sini Alfi adalah dokternya, harusnya Alfi yang menyuruh mereka semua keluar. Karena Syifa baru saja sadar, dan dia harus memeriksa keadaan pasiennya. Tapi kenapa malah ia yang di usir?

"Om keluar! Aku mau pasangin Syi jilbab dulu, sekalian sana panggilin susternya!" perintahnya setelah mengeluarkan Alfi, Alfi terperangah menanggapi sikap seperti ini. Baru kali ini dirinya di perlakukan seperti ini. Gadis itu benar-benar tidak bisa ditebak.

Bilqis langsung mendorong Arga dengan kasar ketika Arga hendak menyentuh tangan sahabatnya.

"Gak usah cabul!" dirinya menatap Arga dengan tajam lalu memasangkan jilbab Syifa dengan pelan. Syifa hanya menatap mereka dengan sayu, dirinya benar-benar masih tidak mengerti kenapa keluarga 'majikannya' berada di sini.

"Kalian semua keluar dulu, saya ingin memeriksa keadaannya." Alfi bersama dua orang suster memasuki ruangan tersebut.

"Gu--" belum sempat Arga menyelesaikan kalimatnya, Bilqis langsung menyambarnya.

"Gak usah ngebantah ya Om! Om mau bilang mau nemenin istri Om? Cih, basi! Seorang dokter juga butuh konsentrasi buat meriksa pasiennya dan--"

"Maka dari itu Bilqis, silakan lanjutkan perdebatan kalian di luar." Alfi berusaha bersabar menghadapi tingkah laku sahabat dari pasiennya ini.

Setelah mereka keluar, Alfi langsung memeriksa keadaan Syifa.

"Tu-an..."

"Jangan berbicara terlebih dahulu Syifa, kamu harus banyak-banyak istirahat," pinta Alfi.

Bukannya menuruti, Syifa malah kembali membuka suara.

"Kenapa majikan saya berada di sini?" hati Alfi mencelos mendengarnya. Dirinya tidak ingin menjawab, ia memilih fokus memeriksa kondisi Syifa.

"Tuan, kenapa tidak menjawab?" Alfi menghela napas, lalu menurunkan stetoskopnya ke leher.

"Keadaan kamu sudah stabil, dan saya harap kamu bisa beristirahat Syifa. Jangan pikirkan apapun yang membuat pikiran mu terganggu. Fokus pada pengobatan mu, kamu tidak kasian melihat sahabat mu yang sangat mengharapkan kesembuhan kamu?" Syifa tersenyum tipis mendengarnya.

"Bagaimana pun perjuangan saya, pada akhirnya saya akan pulang juga, bukan?"

"Untuk bisa pulang, kamu harus semangat melakukan pengobatan mu. Kamu harus sembuh terlebih dahulu, jadi kamu harus memperjuangkan dengan sungguh-sungguh kesembuhan mu, Syifa." Syifa tersenyum kembali, sepertinya Alfi salah mengartikan pulang yang dirinya maksud.

"Iya, Tuan. Terima kasih motivasinya."

*****

"Kalian semua kenapa belum pulang juga sih?!" sarkas Bilqis.

Senja Terakhir [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang