بسم الله الرحمن الرحيم
Assalamualaikum.
Happy reading!
.
.
."Lah, ini siapa, Bu?" tanya salah satu ibu-ibu setelah Syifa dan Anisa selesai pengajian.
"Ah, art baru saya,"
Rasanya Syifa ingin mengatakan bahwa ia menantu dari Anisa. Tapi, ia cukup sadar diri akan hal itu. Bisa-bisa Arga akan kembali marah pada dirinya.
"Ah, saya kira mantu Ibu," ucapnya seraya menelisik penampilan Syifa.
Anisa terkekeh pelan mendengar penuturan tersebut.
"Tidak mungkinlah, mana mau anak saya."
Deg!
Rasanya sangat sakit. Syifa memegang dadanya yang terasa sesak. Hm, ia cukup sadar diri. Boleh tidak ia tidak sakit hati dengan kata-kata tersebut? Tapi mengapa rasanya sangat sulit? Dadanya malah semakin sesak.
"Saya sih mau aja kalau Syifa jadi mantu saya. Masalahnya anak saya," sambungnya lagi seraya terkekeh.
Syifa menunduk, ia melihat kakinya yang tidak normal seperti kaki orang-orang pada umumnya. Ia tersenyum tipis, masih ada orang yang lebih berat ujiannya dari pada dirinya, bukan?
"Si enengnya cantik gini, pasti mau lah. Kamu jangan berkecil hati, hanya karena kamu punya kekurangan, ya?" ucap Ibu yang berdiri di samping Ibu yang bertanya tadi, ia mengelus pelan kepala Syifa.
Ya Allah, rasanya nyaman di elus seperti itu. Ini pertama kalinya Syifa merasakan sentuhan lembut ini. Sentuhan yang bahkan tidak pernah di berikan oleh ibunya sejak ia kecil. Dan Ibu yang tidak ia kenal ini telah memberikan usapan selama ini Syifa cari. Syifa benar-benar bahagia.
"Bu Minah bisa saja. Saya takutnya Syifanya yang gak mau," ucap Anisa lagi.
Syifa memilin jarinya, apa boleh, ia berteriak bahwa ia memang sudah menjadi menantu di keluarga itu?
"Ummi Minah!"
Mereka semua langsung menatap wanita yang baru saja berlari menuju Minah.
"Um, Ustadzah yang kemarin menawarkan diri untuk mengajar anak-anak panti mengaji, membatalkannya. Kata beliau, beliau terpaksa ikut suaminya. Suami beliau di pindah tugaskan." ucapnya.
Minah nampak terkejut. Ia sudah berjanji akan memberikan guru pada anak-anak pantinya. Ia tidak bisa jika hanya sendirian mengajar mereka.
"Nanti saya fikirkan, saya bingung,"
"Kalau boleh tau, anak-anak belajar ngajinya dari kapan?" tanya Syifa.
"Setelah asar."
Syifa menatap Anisa, yang langsung di balas oleh Anisa dengan tatapan lembutnya.
"Kamu mau menggantikannya?" tanya Anisa seolah paham dengan maksud Syifa.
Syifa mengangguk pelan.
"Kalau nyonya izinkan," ucapnya lirih.
Anisa mengangguk seraya tersenyum lembut.
"Boleh, nanti akan saya katakan pada Mas Abi dan putra saya."
Syifa tersenyum mendengarnya. Ia benar-benar merasa senang hari ini. Ia bukan anak yang tidak berguna lagi, bukan?
"Alhamdulillah, ini alamat pantinya, Nak. Oh ya, boleh Ummi minta nomor mu?" ucapnya seraya menyerahkan selembar kertas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Terakhir [End]
Espiritual"Kakak kenapa suka senja? padahal pelangi juga cantik. Tapi kenapa ya mereka hanya datang sebentar?" "Senja itu cantik, tapi hanya sesaat. sama halnya seperti pelangi. Nah untuk pertanyaan, kenapa mereka datang cuman sebentar, karena Allah ingin men...