"Menurut lo, dia bohong atau jujur?" Tanya Miranda penasaran.
"Ngapain juga dia mesti bohong? Lagian lo lihat kan tadi kalau di lantai bawah memang lagi ada event?" Tanpa sadar Mona menjawab dengan nada sedikit lebih tinggi dari seharusnya. Kekepoan Miranda membuatnya kesal sebab Mona malas membahas apa pun terkait Yasa, terutama soal sikap anehnya tadi.
Tadi Yasa menghampiri mereka dengan senyum lebar sebelum meraih kursi di sebelah Mona. Lelaki itu memang sebelumnya bertanya apakah diizinkan duduk di sana atau tidak, namun dengan pede-nya Yasa langsung menarik kursi seakan sudah tahu kalau Mona pasti akan mengizinkan.
Mona menatap mantan suaminya dengan kening berkerut sementara yang ditatap bersikap seolah biasa saja. Ia bahkan menyapa Miranda ramah dan bertanya bagaimana kabarnya padahal sebelumnya tak pernah sekali pun lelaki itu memperhatikan teman-teman Mona. Sebetulnya Miranda pernah beberapa kali bertemu dengan Yasa saat mereka masih menikah dulu, tapi respons paling niat yang dilakukan lelaki itu hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum. Senyum yang tidak sampai ke matanya.
Menurut Yasa, ia datang ke sini untuk meliput. Mona semakin tak mengerti. Memang, Yasa ada di desk Metropolitan, dan event-event seperti yang sekarang sedang digelar di lantai bawah, terkadang masuk ke desk mereka. Namun seingat Mona, Yasa tak pernah meliput berita-berita semacam ini. Mantan suaminya itu lebih sering menulis berita-berita kriminal yang kebetulan terjadi di ibukota dan sekitarnya.
"Aku diminta ngegantiin temenku." Yasa seolah mengerti keheranan wanita di sebelahnya.
Mona hanya mengangguk tak peduli.
"Kebetulan aku sedang piket."
Setahu Mona, saat tadi pagi menjemput puterinya, Yasa berkata pada Ada kalau seharian ini mereka bisa bermain bersama. Jadi harusnya lelaki itu sedang libur kan? Kenapa tiba-tiba dapat jadwal piket?
Tapi terserahlah. Mona tak peduli.
"Gue ga yakin deh." Miranda lagi-lagi menyuarakan pemikirannya. "Kayaknya dia sengaja ke sini buat ketemu lo."
"Ngapain juga mesti capek-capek. Ntar juga bakal ketemu waktu gue jemput Ada."
"Ya mana gue tahu. Orang jatuh cinta kan suka ga nalar."
Jawaban Miranda memancing dengusan Mona.
"Kayaknya dia betulan naksir lo deh..."
Mona tak menanggapi.
"Heh!" Miranda emosi karena dikacangi.
"Gue ga yakin." Kata Mona lirih.
"Ga yakin apa?"
"Yah...kenapa juga seseorang bisa tiba-tiba berubah dan jatuh cinta? Lo tahu kan bagaimana dia memperlakukan gue dulu? Saking ga pedulinya, mungkin kalo saat itu ada cowok yang tiba-tiba bawa lari gue, bukannya marah dia malah bakal bilang 'hati-hati di jalan ya, bro' sambil dadah-dadah ramah. Malah mungkin saking senangnya dia bakal nyelipin uang saku buat ongkos sebagai rasa terima kasih karena laki-laki itu mau mengambil isteri yang sama sekali ga dia inginkan. Terus sekarang, enam tahun kemudian, jeng jeng dia bilang cinta? Begitu aja?"
"Tapi kalo dia cuma pura-pura, apa untungnya?"
"Mama." Jawab Mona lirih.
"Maksudnya?"
Akhir-akhir ini, karena sikap pedekate Yasa yang dirasa mengganggu, Mona semakin sering memikirkan kenapa mantan suaminya tiba-tiba seperti ini. Akhirnya ia mendapatkan jawabannya.
"Mantan mertua gue kan lagi sakit. Lumayan parah, walau kondisinya sudah jauh lebih baik sekarang. Dulu Mama begitu menentang perpisahan kami, tapi terpaksa mengalah karena gue bersikeras. Jadi kami berdua tahu kalau Mama sebetulnya ingin kami berdua rujuk. Yasa pasti sedang mencoba menyenangkan hati ibunya, karena itu dia mendekati gue dan Ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Tak) Hilang
ChickLitMona, seorang kurator museum di usia awal tiga puluhan, harus berhadapan dengan dua hal saling kontradiktif di waktu bersamaan: 1. Koleksi yang ia harapkan tetap terpajang manis di ruang pamer, hilang secara misterius semalam. 2. Seseorang dari masa...