Kehilangan seseorang bukanlah sesuatu yang menyenangkan, terutama seseorang yang dekat dengan kita.
Awalnya Mona pikir Roy hanya sebatas teman dan rekan kerja biasa. Namun perasaan sedihnya saat melihat jenazah Roy yang tertutup kain, memberitahunya kalau hubungan mereka berdua lebih dari itu.
Roy adalah sahabatnya.
Hati Mona semakin hancur saat pagi ini hanya menjumpai meja kosong di sebelah mejanya sendiri. Seringnya saat ia tiba, Roy telah duduk di sana.
Mencoba mengacuhkan kesedihannya, Mona duduk untuk memulai pekerjaan yang telah terbengkalai seharian kemarin. Namun fisik maupun batinnya tidak cocok untuk dipakai bekerja pagi ini. Belum apa-apa, Mona menguap beberapa kali.
Dirinya memang kurang istirahat. Kemarin, ia tinggal di rumah Roy hingga nyaris tengah malam. Susan sepertinya tak sudi melepaskan Mona walau sudah beberapa kali Mona mencoba untuk permisi. Di antara kerabat dan sahabat, entah mengapa Susan malah merasa lebih nyaman mencurahkan perasaan pada dirinya. Mungkin karena di antara semua orang, mereka berdualah yang paling banyak menghabiskan waktu dengan Roy.
"Waktu suamiku pergi kemarin malam, aku sama sekali ga punya firasat apa-apa, Mba. Siapa sangka, kecupannya di keningku malam itu ternyata menjadi kecupan terakhirnya..." Susan tersedu-sedu selama beberapa saat.
Mona menepuk-nepuk punggung tangan Susan. "I know. Waktu suamiku meninggal, aku juga merasakan hal yang sama. Paginya dia izin pergi kerja dan baik-baik saja. Siangnya sudah tak bernyawa lagi. Jangan tanya bagaimana perasaanku saat itu."
Satu lagi yang menyebabkan Susan merasa lebih nyaman bersama Mona. Mereka berdua menjalani takdir yang sama. Para janda yang ditinggal mati suaminya karena kecelakaan.
"Tapi suamiku..." Susan menangis lagi. "...ga ada yang tahu pada saat dia kecelakaan. Bahkan CCTV pun tak ada di tempat kejadian. Jangankan CCTV untuk mencari tahu siapa yang menabrak, lampu jalan saja cuma ada satu dua. Selama ini aku selalu merasa ga tenang kalau Mas Roy pulang malam-malam lewat situ. Tapi dia selalu ngeyel. Lebih dekat, katanya. Sekarang...sekarang dia kecelakaan dan ga ada seorang pun yang tahu. Jasadnya masuk parit dan berada di sana semalaman. Kami bahkan ga bisa melihat kondisi fisiknya untuk terakhir kali..."
Mereka semua sudah tahu kalau kondisi Roy di akhir hayatnya itu sungguh jauh berbeda dengan kondisi dirinya semasa hidup. Terutama karena parit tersebut berair dan Roy berada di dalamnya selama berjam-jam. Oleh karena itu, demi kebaikan semua orang, tak ada yang diizinkan membuka kain penutupnya, termasuk isteri dan anak-anak.
Mona membelai-belai punggung Susan. Untuk yang satu itu mungkin ia lebih beruntung. Adit memang berdarah-darah saat berada dalam pelukannya untuk terakhir kali. Namun kondisinya saat itu jauh lebih baik daripada Roy.
Mona menemani Susan hingga tertidur. Ia juga turut membantu menghibur anak-anak yang kini telah yatim. Mona baru meninggalkan kediaman itu saat Yasa menjemputnya menjelang pukul dua belas malam.
"Kamu pasti capek, Sweetheart." Lelaki itu menyempatkan diri membelai dan menepuk pelan kepala Mona sebelum menggenggam setir.
Mona hanya diam saja meski Yasa memperlakukannya seperti itu. Sedikit banyak, ia butuh dikuatkan. Sentuhan penuh simpati dari manusia lain, siapa pun itu, adalah hal yang tak dapat ditolak.
"Permisi, Bu..." Suara sapaan dan ketukan pelan di pintu menyadarkan Mona dari lamunannya. Ia mengecek jam dinding. Pukul sembilan tepat. Ya ampun, bisa-bisanya ia menghabiskan nyaris setengah jam hanya untuk melamun.
"Ya, Bu Ratna?"
Ternyata yang menegurnya adalah salah satu cleaning service Mutara.
"Pembersihan storage-nya jadi, Bu?" Wanita itu bertanya lagi.
Mona memaksakan dirinya tersenyum. Satu hal lagi yang mengingatkan Mona bahwa Roy sudah tak ada.
"Jadi Bu. Beberapa menit lagi saya menyusul. Kita ketemu di sana ya...?"
Mutara menjadwalkan pembersihan storage koleksi beberapa kali seminggu. Kurator selaku pemilik kartu akses akan membukakan pintu untuk para CS lalu menutupnya dan membiarkannya terkunci. Saat pekerjaan bersih-bersih selesai, CS yang bersangkutan akan menghubungi si kurator yang akan kembali untuk membukakan pintu lagi agar mereka dapat keluar.
Selama ini, hal tersebut selalu ditangani Roy. Sekarang, semua hal akan jatuh ke pundak Mona.
Mona bahkan belum sampai ke ruangannya saat ponselnya berbunyi. Dari Bu Ratna yang baru saja ia tinggalkan di storage tadi.
"Ada apa, Bu?"
Ga mungkin bersih-bersihnya udah selesai kan?
"Bu Mona, storage kita hancur..."
"Hah??"
Mona baru saja balik dari sana dan ia yakin gedung itu masih berdiri kokoh.
"Banyak pecahan. Keramik-keramik hancur, Bu."
"What??!"
Jangan bilang itu koleksi-koleksi untuk Ruang Marini!
Mona yang cemas langsung berbalik arah serta memanggil satpam.
Kalau memang koleksi yang hancur adalah koleksi untuk Ruang Marini, Mona tak tahu apa lagi yang harus dilakukan. Sebagian koleksi memang sudah ia pindahkan ke ruang transit. Sebagian lagi, Mona dan Roy baru berencana untuk memindahkannya hari ini. Rencana yang Mona sadari tak akan pernah terjadi.
Saat membuka pintu, Mona langsung dihadapkan dengan bagian depan storage yang lengang. Namun begitu masuk ke dalam ruang khusus keramik, ia seakan tidak berada dalam gedung yang sama. Jika koleksi-koleksi di ruang sebelah masih terpajang rapi di rak masing-masing, maka sebagian besar koleksi keramik berada di atas lantai dalam kondisi pecah berserakan.
Seketika lutut Mona lemas.
Ini sudah pasti bukan sesuatu yang tak di sengaja atau terjadi secara alamiah. Jika memang penyebabnya adalah gempa besar yang terjadi di hari sebelumnya--yang mana Mona seratus persen yakin tak ada--maka harusnya bukan hanya koleksi keramik saja yang hancur. Koleksi-koleksi lain pun akan terjatuh dari rak-nya. Namun ini...seseorang pasti telah masuk ke dalam ruang ini dan menghancurkannya dengan sengaja.
Tapi siapa? Dan...kapan?
Kemarin malamkah?
Atau...tepat pada malam saat Roy memasuki storage ini?
Mona sama sekali tak berani membayangkan kalau dugaan terakhir yang benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Tak) Hilang
ChickLitMona, seorang kurator museum di usia awal tiga puluhan, harus berhadapan dengan dua hal saling kontradiktif di waktu bersamaan: 1. Koleksi yang ia harapkan tetap terpajang manis di ruang pamer, hilang secara misterius semalam. 2. Seseorang dari masa...