Pada saat interogasi di kantor polisi waktu itu, sebetulnya Roy sudah ditekan lebih dari orang-orang lainnya. Namun pada saat itu tak ada yang tahu, termasuk Roy sendiri. Mana ada yang bisa menebak apa saja yang terjadi di balik pintu-pintu tertutup itu. Jadi di mata Roy, semua orang mendapatkan perlakuan yang sama. Seragamnya tampang-tampang stres rekan kerjanya pasca interogasi turut mengaminkan hal itu.
Suatu ketika, tak terlalu jauh jaraknya dari masa interogasi itu, Roy mendampingi Bu Tanti ke kantor pusat untuk suatu keperluan entah apa, Mona sudah tak terlalu mengingatnya lagi. Sesuatu yang tidak penting sepertinya mengingat dirinya telah melupakan perihal itu sama sekali. Yang jelas, pada saat itu Mona sedang berhalangan sehingga tak bisa turut serta.
Pada saat tiba di parkiran yang kebetulan sepi, beberapa pria bertampang seram yang ternyata polisi mendatangi mobil mereka untuk mencari Roy. Namun meski sasarannya adalah Roy, Bu Tanti justru yang paling ketakutan saat itu. Dengan histeris ia menghubungi sekretaris Rachel yang—syukurlah--jauh lebih berkepala dingin daripada Bu Tanti.
Sekretaris itu menyelamatkan keadaan dengan meng-handle masalah ini secara diam-diam. Rachel memerintahkan semua orang dibawa ke ruangannya. Meski saat dalam perjalanan ke sana rombongan unik itu menarik perhatian beberapa orang, namun kerahasiaan bisa tetap terjaga.
Para polisi mendesak Roy dengan bukti adanya aktivitas masuk storage pada malam hari dengan mempergunakan kartu aksesnya. Roy sudah nyaris kencing di celana pada saat itu.
Dengan terbata-bata ia mengakui kalau kartunya sempat lepas dari tangannya selama beberapa jam, sekitar seminggu sebelum peristiwa pencurian terjadi. Namun ia tak menganggapnya masalah besar karena setelah istirahat makan siang, Roy menemukan kartu itu di laci mejanya. Awalnya Roy mengira kalau itu hanyalah perkara salah letak biasa. Namun kini ia berpikir kalau dirinya telah dijebak.
Bagaimanapun pembelaan diri Roy, polisi sudah hendak menggelandangnya ke kantor. Untunglah ada the one and only Tanti Fajarina.
Sebagai seorang bos yang gemar menyuruh-nyuruh anak buah untuk keperluan pribadi, Roy adalah salah satu orang yang sering dimanfaatkan Bu Tanti untuk kepentingan ini. Tepat pada malam kejadian, salah satu saudara Bu Tanti kembali dari luar negeri. Kebetulan pada saat itu supirnya sedang izin sakit. Dengan seenaknya, Bu Tanti menelepon Roy dan memintanya menggantikan supir tersebut. Sayangnya—atau mungkin lebih tepatnya untungnya--Roy terlalu lemah untuk menolak.
Saat itu juga Bu Tanti langsung memerintahkan supirnya untuk membawa bukti tak terbantahkan: rekaman kamera mobil yang dipergunakan Roy malam itu. Setelahnya, bukti boarding pass daan paspor milik sepupu Bu Tanti, wajah Roy yang tertangkap salah satu CCTV bandara pada sekitar waktu terjadinya pembobolan, dan CCTV hotel tempat sepupu Bu Tanti itu menginap (Roy mengantarnya ke sana malam itu juga) telah membebaskan Roy dari tuduhan.
Dengan berat hati, sekarang Mona tak akan lagi menganggap Bu Tanti sepenuhnya bodoh. Setidaknya wanita itu cukup pintar untuk memasang kamera mobil.
"Mungkin lo udah lupa, tapi waktu itu tiap kali harus ke storage gue pasti cari-cari alasan supaya lo ikut juga. Itu karena kartu akses lama gue dihancurkan jadi gue butuh lo supaya bisa masuk."
"Dihancurkan??"
"Iya, punya gue sekarang kartu yang sama sekali baru." Roy mengayun-ayunkan kartu aksesnya di depan Mona.
Mona tak memberi tanggapan sama sekali. Ia hanya diam.
"Mon?"
"Sori..." Jawab Mona tergagap. "Gue sedang mencoba mencerna semuanya..."
"Ini pasti mengejutkan buat lo ya..." Roy berkata getir.
"It's just... Bisa-bisanya lo ga cerita sama gue, Roy?! I'm your boss! Tapi lebih daripada itu, I'm your friend also."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Tak) Hilang
ChickLitMona, seorang kurator museum di usia awal tiga puluhan, harus berhadapan dengan dua hal saling kontradiktif di waktu bersamaan: 1. Koleksi yang ia harapkan tetap terpajang manis di ruang pamer, hilang secara misterius semalam. 2. Seseorang dari masa...