"Ciehh yang dijemput Ayang..." Sindir Roy setelah mereka akhirnya keluar dari ruangan.
Di taman depan, keduanya berpapasan dengan Yasa yang sedang bermain dengan Ada. Saking asyiknya, pasangan ayah-anak itu tak sadar kalau Mona dan Roy sampai berhenti melangkah hanya untuk mengamati dari kejauhan.
"Udah akrab banget tuh, Mon. Dikit lagi kayaknya..."
Mona yang tadinya sedang asyik memperhatikan sang puteri kemudian berdecak kesal. Ia tentu paham apa maksud Roy. Berhubung sekarang Yasa sudah mendapatkan kepercayaan Ada, maka lelaki itu akan semakin mudah mendapatkan cinta Mona.
Padahal jelas-jelas yang terjadi tidak seperti itu. Namun tentu saja Roy tak perlu tahu.
"Bawel!" Tanggap Mona akhirnya sebelum sadar kalau ternyata bukan hanya ia dan Roy yang mengamati Ada dan Yasa.
Di sudut yang lain, Sisi dan kawan-kawannya tengah memperhatikan Yasa dengan pandangan kagum. Sebetulnya Hilda juga masuk ke dalam rombongan itu, namun setelah Mona melirik, ia langsung memisahkan diri ke arah parkiran.
Tak ingin berlama-lama menyajikan pemandangan indah untuk Sisi and the gang, Mona langsung menghampiri kedua orang yang tengah asyik itu bercerita itu.
"Sayang!" Mona berteriak riang saat jarak mereka bertiga sudah cukup dekat. Keduanya kompak menoleh. Langkah Mona terhenti sejenak. Tentu saja panggilan itu ia tujukan untuk Ada tapi kenapa Yasa terlihat merasa seolah panggilan itu juga untuk dirinya?
"Mama...!" Ada menurunkan dirinya dari pangkuan Yasa dan berlari menyambut Mona. Ibu dan anak itu berpelukan, sementara di latar belakang ada group cewek-cewek centil mendesah kecewa karena ternyata anak perempuan yang dilihat Sisi itu sebetulnya anak Mona. Itu artinya--dalam pikiran mereka--hubungan Yasa dan Mona sudah begitu dekat sampai-sampai lelaki itu memperlakukan anak Mona seperti anak sendiri.
Si wanita yang tengah menjadi objek kecemburuan massal tersebut justru sedang menenggelamkan diri dalam kenyamanan pelukan anaknya. Dengan rakus dihirupnya harum tubuh Ada yang menenangkan. Mba Mirna pasti telah memakaikan minyak telon dan bedak bayi setelah selesai mandi sore tadi. Hati Mona yang sempat bergolak kini perlahan tenang. Lagi dan lagi Ada menjadi bentuk penghiburan baginya.
"Ada yang merengek-rengek minta ketemu Mama katanya." Yasa menghampiri dua wanita yang amat dicintainya itu.
Mendengar ucapan Yasa, Mona dan Ada saling melepaskan diri.
"Jalan-jalan, Ma." Tanpa menunda lagi Ada langsung menyampaikan maksud dan tujuannya.
Kalau dilihat-lihat, gadis kecil itu memang terlihat lebih rapi daripada biasa. Pakaian yang ia kenakan pun pakaian bagus yang biasa dipakai nge-mal. Mona sebaliknya. Ia terlihat dekil dan jemu. Mona jelas tidak siap kalau harus menghabiskan waktu sepulang kantor untuk jalan-jalan. Menghabiskan sore dengan Yasa juga bukanlah sesuatu yang dapat menaikkan mood-nya.
"Pulang aja yuk, Dek." Bujuk Mona.
"Om mau beli es krim, Ma."
Ternyata Yasa menjanjikan es krim pada puterinya. Mona memberi lelaki itu pandangan tak suka.
"Dia merengek-rengek dari tadi, Mon. Terpaksa aku iyakan."
Yang mana tentu saja bohong. Ada memang merengek-rengek minta es krim, namun itu tak akan terjadi kalau saja Yasa tidak mengingatkannya tentang es krim. Dengan sengaja. Dan Ada hanyalah bocah umur lima tahun yang bisa dengan mudah dimanipulasi. Lelaki itu berhasil memanfaatkan puterinya untuk merealisasikan keinginan menghabiskan waktu bersama Mona
Yasa sadar seharusnya ia malu. Namun dirinya sangat merindukan 'keluarga' kecilnya. Kesibukannya nyaris dua minggu ini telah menyebabkan sulitnya bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Tak) Hilang
ChickLitMona, seorang kurator museum di usia awal tiga puluhan, harus berhadapan dengan dua hal saling kontradiktif di waktu bersamaan: 1. Koleksi yang ia harapkan tetap terpajang manis di ruang pamer, hilang secara misterius semalam. 2. Seseorang dari masa...