"Cucu Oma udah bangun, ya?"
Ternyata perkiraan Mama Naina memang benar. Ada memanggil-manggil namanya ketika terbangun. Untunglah letak ruang keluarga tak terlalu jauh dari kamar jadi Mona dapat menghampiri puterinya dengan segera. Jika tidak, Ada pasti langsung menangis. Puterinya itu tak suka terbangun di tempat asing.
Awalnya ekspresi Ada terlihat kebingungan. Mona bahkan bisa melihat gejala awal tangisan. Namun setelah melihat Mama Naina ada di sana, perlahan gadis itu mulai sadar sepenuhnya. Sekarang ia sedang di rumah Oma! Oma yang baik hati dan lebih suka mendahulukan dirinya daripada orang lain.
Ada mengangkat kedua tangannya, pertanda minta digendong sang nenek. Mona sedikit berkecil hati melihat hal tersebut. Biasanya, hanya ia dan almarhum Aditya yang bisa mendapatkan gesture itu. Tampaknya sekarang ia harus terbiasa berbagi dengan orang lain lagi.
Mama Naina segera beranjak ke tempat tidur lalu memeluk cucunya. Kondisi kesehatan belum memungkinkan dirinya untuk menggendong anak usia lima tahun. Terlebih, meski tidak gemuk, Ada adalah anak yang sehat. Timbangannya sudah pasti tidak ringan.
Setelah nenek dan cucu itu melepaskan pelukan, kini giliran Mona menggendong puterinya keluar. Pada saat itulah rombongan mereka berpapasan dengan Yasa.
"Kamu kok pulang?" Mama Naina bertanya kaget.
"Kan udah jam makan siang, Ma..."
Mana Naina sudah hampir membalas tapi urung karena melihat reaksi Mona yang kebingungan.
Jadi lelaki itu pergi karena disuruh??
Akhirnya Mama Naina mengajak seluruh keluarganya ke meja makan. Ada duduk di sebelah Omanya, berhadapan dengan Mamanya. Gadis kecil itu sendiri yang memilih posisi tersebut. Sepertinya ia masih belum bisa menyukai sang ayah.
Seperti tadi, makan siang itu juga diisi dengan celotehan nenek dan cucu. Mona dan Yasa seolah hanya pemain figuran yang tak diberi dialog sama sekali. Namun di dalam hati, keduanya tak sengaja saling sepakat bahwa kebahagian dua orang di hadapan mereka sudah lebih dari cukup.
"Ada mau nginap di sini!"
Entah bagaimana tiba-tiba bocah itu mendapat ide gila semacam ini.
"Besok kan sekolah, Dek..." Tolak Mona.
"Tapi Zira juga kadang nginap di rumah neneknya waktu sedang sekolah."
"Tapi kan Zira menginap di tempat neneknya pakai persiapan, Sayang. Waktu itu Zira pasti udah bawa baju dan bonekanya dari rumah. Kalau Ada kan ga bawa apa-apa sekarang." Mona masih berusaha menepis ide itu dengan hati-hati.
Gadisnya sudah mulai cranky sejak Mona mengajak pulang sekitar satu jam setelah makan siang. Melihat Ada masih betah bermain dengan neneknya, Mona akhirnya mengalah dan mengundur jam kepulangan mereka.
Tapi sekarang sudah jam 4 sore.
Ada tampaknya tak mau mengerti dan lebih memilih melanjutkan menonton televisi setelah sekali lagi menolak ajakan sang mama. Mona merasa kesabarannya sudah mulai habis.
"Mon...," Mama Naina berbicara sambil berbisik karena khawatir didengar Ada. "Apa ga boleh kalau Ada menginap di sini saja?"
Mona bukannya tidak tahu kalau Mama terlihat senang begitu mendengar permintaan cucunya, namun dengan berat hati Mona tetap menggeleng.
"Kalau hanya soal baju, Yasa bisa kok jemput ke rumah kalian. Kamu tinggal telepon pengasuhnya Ada untuk mempersiapkan semuanya."
Sekali lagi Mona menggeleng. "Mungkin sekarang Ada kelihatan tenang-tenang aja, Ma. Tapi dia pasti rewel kalau nanti malam ga ada aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Tak) Hilang
أدب نسائيMona, seorang kurator museum di usia awal tiga puluhan, harus berhadapan dengan dua hal saling kontradiktif di waktu bersamaan: 1. Koleksi yang ia harapkan tetap terpajang manis di ruang pamer, hilang secara misterius semalam. 2. Seseorang dari masa...