Rasanya, hmm... (1)

1K 149 55
                                    

A/N: Memasuki chapter baru. Kencangkan sabuk pengaman kalian.

Hahaha! Becanda kok. Coba jangan su'udzon mulu sama gue. Kita bikin yang manis-manis sampe hampir diabetes aja di sini mah. Paling kalo ada drama, tipis-tipis aja dah buat penyedap.

Selamat menikmati!

***

"Buuun... cepetan!" Seulgi berteriak memanggil Ibunya.

"Kang Seulgi!" Soojin menegur putri tunggalnya, "Bisa nggak sih kamu tuh kalem dikit? Jangan teriak-teriak dalam rumah."

"Tapi kita udah telat, Bun! Setengah jam lagi lombanya mulai."

"Kita Cuma butuh waktu sekitar lima belas menit ke sana. Nggak bakal telat." Ujar Soojin menenangkan. "Lagian kenapa nggak ikut sama Ayah tadi nganterin Joohyun?"

"Eh? Um..." Seulgi bisa saja ikut dengan Ayahnya mengantar Joohyun ke tempat lomba cerdas cermat yang akan diikuti sahabatnya itu, tapi dia tidak mau.

Setahun sudah berlalu dan kini mereka sudah menjadi siswa baru di sekolah menengah atas. Keduanya masih bersahabat dan Seulgi merasa Joohyun semakin cantik. Alasan kenapa dia tidak mau mengantarnya bersama sang Ayah, karena Seulgi tidak mempercayai dirinya sendiri. Dia takut kelepasan mencium sahabatnya itu di depan Ayahnya.

Masalahnya itu sudah hampir terjadi sebanyak dua kali; yang pertama saat mereka sedang mengerjakan PR di ruang keluarga, dan Seulgi terpesona dengan kecantikan Joohyun saat melihatnya dari samping. Tanpa pikir panjang, Seulgi mencondongkan badannya untuk mengecup bibir Joohyun, dan hampir saja ketahuan Ibunya, tapi untungnya ada tukang bakso lewat sehingga Seulgi sempat lompat menjauh lebih dulu sebelum Soojin datang menghampiri mereka. Yang kedua saat Joohyun mengelap keringatnya di ruang ganti basket putri (mengingat track record-nya yang cemerlang di SMP sebagai kapten basket, mudah untuk Seulgi masuk sebagai tim inti di SMA, walau pun dia masih anak baru). Waktu itu Seulgi lagi yang lebih dulu menyosor, karena dia merasa Joohyun sangat dekat dengannya dan sangat disayangkan jika dia tidak menciumnya. Untungnya, suara gaduh dari rekan satu tim-nya membuyarkan perbuatan tidak senonoh mereka di ruang umum.

Mereka masih sering berciuman jika sedang berduaan di kamar, hanya saja Seulgi berusaha mengontrol diri (dan hormon-nya) di tempat umum atau ketika ada orang lain. Makanya, sebisa mungkin dia menjauh dari sahabatnya saat sedang tidak berduaan.

"Kalian baik-baik aja kan? Nggak lagi berantem?" Soojin bertanya lembut. Dia tidak meliat ada yang salah antara mereka berdua, sebab Joohyun dan Seulgi masih sangat dekat dan tidak terpisahkan. Tapi sikap Seulgi yang ini terlihat sedikit aneh.

"Baik kok, Bun." Jawab Seulgi singkat. "Kalo kita berantem, mana mau aku dateng ke lomba cerdas cermatnya Joohyun." Dia berkata jujur. Memang tidak ada yang salah dengan mereka, Seulgi hanya kecanduan berciuman dengan Joohyun, dan itu yang harus dibenahi.

"Terus di kelas?" Tanya Soojin lagi. Ya, mereka berdua kembali sekelas.

"Ih, dibilang kita baik-baik aja. Ayo pergi sekarang, Bun. Aku nggak mau telat." Dia kembali meminta Ibunya untuk bergegas. Seulgi sengaja mengubah topik pembicaraan, sebab dia tidak ingin menjawab lebih jauh jika Ibunya terus bertanya.

Seulgi menyayangi kedua orang tuanya, begitu juga dengan Joohyun. Hanya saja dia tidak yakin bagaimana mereka akan bereaksi jika tahu kalau dirinya dan Joohyun sudah sering berciuman. Lagi pula, mereka sendiri pun tidak tahu harus melabeli hubungan mereka sebagai apa. Sahabat? Tapi sering ciuman. Pacar? Tidak ada yang berinisiatif duluan untuk memulai pembicaraan ke sana.

Setidaknya, baik Joohyun mau pun Seulgi sama-sama tahu kalau mereka tidak menjalin hubungan dengan orang lain. Mereka akan saling melapor jika ada seseorang yang menyatakan perasaan dan meminta mereka untuk jadi pacar (tentunya orang-orang itu akan berakhir dengan penolakan).

Us against the worldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang