Takdir (2)

859 166 21
                                    

Seulgi sebisa mungkin memaksa dirinya untuk tidak berlari di koridor, maka dia hanya berjalan dengan cepat agar segera sampai di kamar Joohyun. Saat berada di depan kamar Joohyun, dia dengan tidak sabar buru-buru mendorong pintunya. "Joohyun!" Dia menerobos masuk namun langkahnya terhenti, "Eh, ada orang... maaf." Dia melihat ada wanita dewasa sedang bersama teman barunya.

"Seulgi!" Joohyun tersenyum lebar, mengabaikan wanita dewasa yang duduk di kursi di samping tempat tidurnya. "Sini," Dia menepuk kasurnya, meminta Seulgi untuk menghampirinya.

Wanita dewasa itu melirik Seulgi, penasaran siapa yang masuk dan membuat Joohyun dapat tersenyum lebar. Dia sudah menghabiskan waktu dengan Joohyun sejak dia masuk rumah sakit sehabis kecelakaan nahas itu terjadi, dan dia selalu menangis. "Hai, cantik. Kamu siapa?" Tanyanya ramah.

"Seulgi." Jawabnya dengan cengiran khasnya. Dengan sopan dia menjulurkan tangannya untuk berjabat dengan wanita dewasa itu. Dia tahu Ayahnya akan bangga sekali dengan dirinya, pikiran sederhana itu membuat senyumnya semakin lebar.

"Oh, anak pintar." Wanita itu menyambut uluran tangan Seulgi. "Kamu temennya Joohyun?"

"Iya." Sahut Seulgi. "Joohyun nggak apa-apa kan?"

"Joohyun baik-baik aja kok." Ujarnya. "Kita udah selesai ngobrolnya." Dia beranjak dari kursi dan menyentuh lengan Joohyun yang tidak sakit. "Tiga hari lagi saya balik ke sini. Kamu udah boleh pulang minggu depan, jadi kita harus nentuin di mana kamu bakal tinggal."

Joohyun hanya mengangguk lemah sebagai balasan, menahan diri untuk tidak menangis lagi. Rasanya semakin hari semakin sulit. "Saya pamit dulu, ya? Bye, Joohyun, Seulgi." Ujar wanita dewasa itu. Kedua bocah itu melambaikan tangan dan menatap kepergiannya.

"Itu siapa, Hyun?" Tanya Seulgi penasaran.

Joohyun menatap Seulgi, "Hyun?"

"Eh? Nggak boleh ya aku manggil kamu gitu?"

"Boleh kok. Keluargaku juga manggil aku Hyun gitu." Dia tersenyum senang dan Seulgi jadi ikut tersenyum lega. "Itu tadi Ibu Victoria. Dia yang suka dateng terus ngurusin aku. Dia juga nanti yang bakal bawa aku ke panti asuhan atau ke keluarga baru yang mau ngadopsi aku." Ujarnya menjelaskan dan Seulgi mendengarkan dengan serius. "Dia nanya aku mau pemakaman yang kaya gimana buat keluargaku... Papa sama Mama ninggalin semuanya buat aku, jadi uang bukan masalah katanya." Joohyun terlahir dari keluarga yang sangat kaya raya.

Seulgi bergeser lebih mendekat dengan Joohyun dan merangkulnya. Dia pernah menghadiri pemakaman salah satu kerabatnya dan dia tidak menyukainya. Semua orang terlihat sedih di pemakaman. "Kayanya mendingan keluarga baru disbanding panti asuhan." Ujarnya hati-hati.

"Nggak tau." Lirih Joohyun. "Aku nggak mau keluarga baru. Aku mau keluargaku aja."

"Kali aja kamu nanti pindah jadi tetanggaku? Kita bisa main bareng terus!"

"Aku mau kalo itu." Ujar Joohyun. Kesedihan masih terdengar jelas di suaranya, dia meraih Bani si boneka kelinci.

"Bani temen yang baik kan?" Tanya Seulgi.

"Iya." Sahut Joohyun. "Semoga dia bisa ngusir mimpi buruk." Dia benar-benar berharap tidak lagi bermimpi tentang keluarganya yang terjebak di dalam mobil yang terbalik sementara dia terlempar keluar. "Makasih, ya."

"Sama-sama." Seulgi tersenyum lebar. "Kamu mau main nggak?"

"Main apa?"

"Hmm..." Dia celingukan mencari sesuatu di kamar Joohyun, tapi dia tidak menemukan sesuatu yang menarik di sana. "Ke kamarku aja yuk? Di sana banyak mainan."

"Yuk!" Sahut Joohyun bersemangat. Keduanya pergi ke kamar Seulgi, dia tidak lupa membawa serta Bani. Mulai sekarang si boneka kelinci akan menemaninya ke mana pun dia pergi.

Us against the worldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang