2

3.2K 291 6
                                    



Pukul 7 lebih 20 menit. Lantai toko terlihat sudah sangat bersih, begitu pula loyang-loyang dan piring kue yang tertata rapi setelah dicuci. Sebagian masih terpajang di etalase sebagai wadah kue dan roti yang belum terjual. Bahan untuk adonan besok sudah disiapkan rapi di dapur, serapi Taehyung yang mandi dan bersiap di tempat kerjanya.

Berterima kasih kepada rekan kerjanya hari ini, Taehyung meminta pulang lebih awal karena harus menepati janji dengan CEO Jeons Oakly, perusahaan furnitur ternama yang bahkan Taehyung sendiri tak pernah memasuki tokonya.

Meskipun sudah telat 20 menit, Taehyung berharap Jeongguk akan memaafkannya karena sudah memberi tahu lewat pesan pribadi (dan tidak dibaca sama sekali).

Emang CEO sesibuk itu kah? Atau dia sendiri juga lupa ada janji?

Taehyung berjalan cepat menuju halte untuk menaiki bus ke daerah club yang ia datangi sabtu lalu.

Gue harus panggil gimana ya? Hyung? Gak sopan banget, mana CEO lagi. Pak? Tuan?

Taehyung meringis. Entah kenapa dia sedikit menyesali perbuatannya kemarin. Dirinya dibandingkan Jeongguk adalah bumi dan langit. Taehyung sedikit heran mengapa Jeongguk mau bertemu dengannya lagi malam ini.

Taehyung sampai di tempat yang ditentukan 15 menit kemudian. Gedung itu tampak masih tertutup, dan Taehyung berdiri di depannya sembari mengecek ponsel. Tidak lucu jika Jeongguk membatalkan pertemuan mereka karena Taehyung terlambat.

Pesannya masih juga belum dibaca.

Taehyung mulai berpikir, sebenarnya Jeongguk serius tidak, sih?

Ia coba menunggu beberapa menit sembari mengabari Jimin bahwa dia pulang terlambat. Satu-satunya teman baik Taehyung itu kerap berubah jadi sosok ayah yang suka mengomel ketika Taehyung pulang terlambat. Padahal, Taehyung tidak pernah mengomelinya ketika membawa bermacam manusia ke apartemennya.

Sebuah klakson mobil membuat Taehyung alihkan pandangan. Di depannya, sebuah mobil tampak berhenti di tepi jalan, dan pengemudinya membuka kaca jendela. Taehyung memperhatikan pengemudi itu dengan jarak pandang yang tak begitu baik sebab tidak memakai kacamata dan kontak lensa.

Itu Jeongguk bukan ya?

"Kim Taehyung!" Itu bukan suara Jeongguk. Tapi siapa?

Maka Taehyung ambil langkah mendekat.

"Lo inget gue kan? Kim Seokjin, temennya Jeongguk."

Ah, Taehyung mengangguk paham.

"Lo nungguin Jeongguk, ya? Dia bilang bakal tidur di rumah kita malam ini, mending lo gue anterin ke rumah biar ketemu dia langsung. Emangnya lo mau nunggu di sini sendiri?"

Taehyung mencoba mencerna rentetan kalimat itu. Rumah kita? Kita siapa? Jeongguk bilang ke Seokjin kalau ingin menemui Taehyung?

Melihat respon Taehyung yang kebingungan, Seokjin tersenyum dan membuka pintu mobil. "Masuk. Biar gue jelasin di perjalanan."



"Masuk aja, Tae. Tungguin Jeongguk di dalam."

Ternyata, rumah kita yang dimaksud Seokjin adalah rumah lima laki-laki yang ditemuinya di club. Rumah mewah yang sering ditinggali kelima laki-laki yang masih asing bagi Taehyung, namun mampu membuat Taehyung lagi-lagi berpikir semudah itukah bagi lima laki-laki penuh uang ini membeli rumah hanya untuk dijadikan tempat singgah bersama?

Mungkin, gaya hidup orang kalangan atas memang seperti itu. Mungkin, Taehyung tidak pernah merasakannya. Rumah yang dimaksud tampak sepi, karena beberapa penghuninya lebih memilih duduk manis di ruang tengah yang hangat dan nyaman.

AMORIST- KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang