21

1.6K 190 18
                                    



Malam itu tak terasa dingin, sebab selain berada di dalam kamar yang hangat, Taehyung juga berbaring dan bersandar di dada Jeongguk, yang perlahan naik turun seiring tarikan nafasnya.

Ingin Taehyung layangkan ribuan pukulan ke wajahnya sendiri, sebab telat berterima kasih bahwa ia dihadirkan sosok Jeon Jeongguk. Ingin ia luapkan amarah kepada siapapun atau apapun yang menghalangi dirinya menerima surat Jeongguk, ingin ia sumpahi dirinya sendiri telah memperlakukan Jeongguk dengan buruk.

Bahkan laki-laki itu merasa segalanya tak lagi penting selama Taehyung masih bersedia kembali membuka pintu untuknya pulang.

Ketika merasakan pelukan Taehyung mengerat, Jeongguk menggerakkan kepala, menatap Taehyung yang bersembunyi di ceruk lehernya. Tangan Jeongguk yang sedari tadi mengusap punggung Taehyung kini bergerak pelan sebab pemiliknya dilanda kantuk.

Namun rupanya pasangan benang merah Jeongguk tak terlelap sama sekali. Sibuk memikirkan hal-hal yang terjadi akhir-akhir ini.

"Belum tidur?" Suara dalam Jeongguk menyapa telinga Taehyung bersamaan dengan nafasnya ketika Jeongguk memeluk tubuhnya.

Jeongguk merasakan Taehyung menggeleng kecil. "Aku takut kalau bangun nggak liat kamu lagi."

"Masih bakal lihat saya, kok." Dagu Jeongguk mengenai rambut halus Taehyung yang kemudian ia kecup. "Tapi setelahnya saya harus kerja."

"Nggak bisa libur lagi?"

"Udah banyak libur, kerjaan makin numpuk. Kasihan PA saya juga kewalahan. But I promise it won't take long. Atau kalau kamu beneran nggak mau pisah, ikut saya ke kantor."

Taehyung kembali menggeleng. Bayangan datang ke kantor perusahaan Jeongguk yang penuh dengan karyawan berbau harum dan bergaji mahal rasanya dapat mengintimidasi Taehyung.

"Bagus. Di rumah aja. Masih ada cuti, kan? Lusa, saya janji semuanya udah clear dan kamu gak perlu kepikiran apa-apa."

Taehyung mendongakkan kepalanya, menatap manik Jeongguk disertai usapan di rambut serta pipi dari jari Jeongguk yang sedikit kasar namun bisa memberinya sentuhan paling lembut.

"Terus? Setelahnya kita bakal ngapain?"

Jeongguk terdiam sebentar. Jari telunjuknya mengusap pipi halus Taehyung lalu berpindah memeluk pinggangnya. "Setelahnya, kita ketemu Ibu, dan semuanya bakal dibicarain di sana."

"Ibu kamu nggak marah soal ini, Jeongguk?"

"Marah sedikit, bukan karena kamu. Karena saya yang lambat dan kurang cekatan kalau memutuskan sesuatu."

Taehyung menatap ke leher Jeongguk, mengusap tahi lalat kecil di sana lalu kembali ke mata Jeongguk sebelum membubuhkan kecupan kecil di bibirnya. "Makasih udah mau nunggu aku, Jeongguk. Aku nggak bisa bayangin.. gimana rasanya hidup 9 tahun nunggu seseorang. Maaf, ya?"

"Kan udah dibilang jangan minta maaf." Jeongguk memberi cubitan di pinggang Taehyung dengan main-main. "Yang penting sekarang udah ada jawabannya."

"Jeongguk?"

"Hm?"

"Kenapa ya surat kamu nggak sampai di aku?"

"I believe someone purposely hid it. Mungkin ibu panti kamu? Mungkin temen kamu, gak ada yang tau. Kalau mereka gak nyembunyiin, pasti mereka bakal biarin kamu ketemu Eunwoo."

"Kamu nggak kesel?"

"Kesel, lah. Kesel karena ulah itu segala hal jadi rumit."

"Mm.. kamu mau aku tanyain ke panti soal itu?"

AMORIST- KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang